Feeds:
Pos
Komentar

Archive for Oktober, 2009

Pengertian Landasan Pendidikan

Secara leksikal, landasan berarti tumpuan, dasar  atau alas, karena itu landasan merupakan tempat bertumpu atau titik tolak atau dasar pijakan. Titik tolak  atau dasar pijakan ini dapat bersifat material (contoh: landasan pesawat terbang); dapat pula bersifat konseptual (contoh: landasan pendidikan). Landasan yang bersifat koseptual identik dengan asumsi,  adapun asumsi dapat dibedakan menjadi tiga macam asumsi, yaitu aksioma, postulat dan premis tersembunyi.

Pendidikan antara lain dapat dipahami dari dua sudut pandang, pertama dari sudut praktek sehingga kita mengenal istilah praktek pendidikan, dan kedua dari sudut studi sehingga kita kenal istilah studi pendidikan.

Praktek pendidikan adalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang atau lembaga dalam membantu individu atau sekelompok orang untuk mencapai tujuan pedidikan. Kegiatan bantuan dalam praktek pendidikan dapat berupa pengelolaan pendidikan (makro maupun mikro), dan dapat berupa kegiatan pendidikan (bimbingan, pengajaran dan atau latihan).

Studi pendidikan adalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang dalam rangka memahami pendidikan.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa landasan pendidikan adalah asumsi-asumsi yang menjadi dasar pijakan atau titik tolak  dalam rangka praktek pendidikan dan atau  studi pendidikan.

 

Jenis-jenis Landasan Pendidikan

Ada berbagai jenis landasan pendidikan, berdasarkan sumber perolehannya kita dapat mengidentifikasi jenis landasan pendidikan menjadi:

  1. Landasan religius pendidikan, yaitu asumsi-asumsi yang bersumber  dari religi atau agama yang menjadi titik tolak  dalam rangka praktek pendidikan dan atau studi pendidikan.
  2. Landasan filosofis pendidikan, yaitu  asumsi-asumsi yang bersumber dari filsafat yang menjadi titik tolak dalam rangka praktek pendidikan dan atau studi pendidikan.
  3. Landasan ilmiah pendidikan, yaitu asumsi-asumsi yang bersumber dari berbagai cabang atau disiplin ilmu yang menjadi titik tolak  dalam rangka praktek pendidikan dan atau studi pendidikan.  Tergolong ke dalam landasan ilmiah pendidikan antara lain: landasan psikologis pendidikan, landasan sosiologis pendidikan, landasan antropologis pendidikan, landasan historis pendidikan, dsb. Landasan ilmiah pendidikan dikenal pula sebagai landasan empiris pendidikan atau landasan faktual pendidikan.
  4. Landasan yuridis atau hukum pendidikan, yaitu asumsi-asumsi yang bersumber dari peraturan perundang-undangan yang berlaku yang menjadi titik tolak dalam rangka praktek pendidikan dan atau studi pendidikan.

Fungsi Landasan Pendidikan

Misi utama mata kuliah landasan-landasan pendidikan dalam pendidikan tenaga kependidikan tidak tertuju kepada pengembangan aspek keterampilan khusus mengenai pendidikan sesuai spesialisasi jurusan atau program pendidikan, melainkan tertuju kepada pengembangan wawasan kependidikan,  yaitu berkenaan dengan  berbagai asumsi yang bersifat umum tentang pendidikan yang harus dipilih dan diadopsi oleh tenaga kependidikan sehingga menjadi cara pandang dan bersikap dalam rangka melaksanakan tugasnya.

Berbagai asumsi pendidikan yang telah dipilih dan diadopsi oleh seseorang tenaga kependidikan akan berfungsi   memberikan  dasar rujukan konseptual dalam rangka praktek pendidikan dan atau studi pendidikan yang dilaksanakannya. Dengan kata lain, fungsi  landasan pendidikan adalah sebagai dasar pijakan atau titik tolak praktek pendidikan dan atau studi pendidikan.

Read Full Post »

Oleh : DR. Sulipan

A. Pengertian Standardisasi

Yang dimaksud dengan standar adalah suatu ukuran, patokan, tingkat, kriteria atau persyaratan tertentu yang disepakati untuk dicapai. Dengan demikian standardisasi adalah proses usaha atau kegiatan supaya sesuatu menjadi terstandar (mencapai suatu tingkat, kriteria atau persyaratan tertentu yang telah ditetapkan). Dalam hal ini standardisasi yang dimaksud adalah standardisasi kompetensi karyawan, sehingga artinya di sini adalah suatu proses usaha atau kegiatan supaya karyawan memiliki kompetensi yang terstandar dalam arti mencapai suatu patokan, tingkat, kriteria atau persyaratan kompetensi tertentu yang telah ditetapkan. Dengan adanya Standardisasi Kompetensi Karyawan ini diharapkan karyawan akan mencapai dan memiliki kompetensi sesuai dengan kriteria atau persyaratan yang telah ditetapkan untuk dikuasai, sehingga mampu melakukan tugasnya secara profesional. Dalam pengembangannya, Standardisasi Kompetensi Karyawan ini dikembangkan sesuai dengan tuntutan pekerjaan maupun tuntutan masyarakat, berangkat dari kompetensi awal yang dimiliki oleh karyawan yang baru lulus dari perkaryawanan tinggi sehingga akhirnya akan tercapai kompetensi sebagai karyawan yang profesional..

B. Prosedur Standardisasi

Kebutuhan adanya standardisasi kompetensi karyawan berawal dari adanya permasalahan yang menyangkut karyawan. Seperti diuraikan sebelumnya, permasalahan yang ada ini di antaranya adalah adanya keberagaman kompetensi karyawan, belum adanya alat ukur yang akurat untuk mengetahui kompetensi karyawan, belum terpetakannya kompetensi karyawan serta pembinaan yang dilakukan selama ini belum mencerminkan kebutuhan nyata bagi karyawan maupun bagi lembaga umumnya.

Dari permasalahan di atas, utamanya dalam hal keberagaman kompetensi karyawan, maka diperlukan sebuah standar berupa penguasaan kompetensi terstandar yang harus dicapai oleh karyawan. Kompetensi terstandar ini ditentukan berdasarkan tuntutan pekerjaan maupun masyarakat dan harus memenuhi atau mempertimbangkan konteks global maupun Indonesia. Dengan demikian standar kompetensi yang ditetapkanpun harus memenuhi kriteria sesuai tuntutan pekerjaan dan masyarakat serta sesuai dengan konteks dan aspek global maupun keindonesiaan tersebut. Dengan adanya standar kompetensi maka ini menjadi acuan bagi pelaksanaan uji kompetensi dalam rangka untuk mengetahui tingkat penguasaan kompetensi oleh karyawan. Dari hasil uji kompetensi maka bagi yang lulus maka akan diberikan sertifikat kompetensi sebagai bukti penguasaan kompetensi dan bagi yang belum lulus maka harus mengikuti diklat atau jenis pembinaan lain supaya mencapai kompetensi yang telah ditentukan sehingga yang bersangkutan dapat mengikuti uji kompetensi ulang. Dengan pola atau prosedur yang demikian maka diharapkan akan tercipta karyawan yang kompeten dan profesional. Dengan uji kompetensi ini pula maka akan diperoleh peta kompetensi karyawan, sebagai bahan pembinaan.

C. Pengertian Uji Kompetensi

Yang dimaksud dengan uji atau pengujian adalah suatu proses pengukuran dan penilaian atas sesuatu hal. Sedangkan pengukuran dan penilaian sendiri adalah upaya sistematis untuk mengumpulkan, menyusun, mengolah dan menafsirkan data, fakta dan informasi (yang dapat dipertanggungjawabkan) dengan tujuan menyimpulkan nilai atau peringkat seseorang dalam suatu jenis atau bidang (berdasarkan kriteria atau norma) tertentu, serta menggunakan kesimpulan tersebut dalam proses pengambilan keputusan tentang status atau kedudukan seseorang yang bersangkutan berikut rekomendasi tindak lanjutnya (Makmun, 1996). Dengan demikian yang dimaksud dengan uji kompetensi adalah proses pengukuran dan penilaian kompetensi pada diri seseorang dengan tujuan menyimpulkan nilai atau peringkat kompetensi seseorang dalam suatu jenis atau bidang pekerjaan keahlian atau profesi tertentu, serta menggunakan kesimpulan tersebut dalam proses pengambilan keputusan tentang status atau kedudukan seseorang yang bersangkutan berikut rekomendasi tindak lanjutnya.

Instrumen yang perlu dikembangkan untuk mengukur kompetensi diantaranya adalah : perangkat tes, pedoman pembuktian penguasaan kompetensi/portofolio, pedoman observasi, pedoman wawancara, skala penilaian, daftar check dan sebagainya. Untuk memperoleh perangkat instrumen yang derajat kehandalannya dapat dipertanggungjawabkan (validitas dan reliabilitasnya), maka terlebih dulu dilakukan pengujian atau pertimbangan dari para ahli di bidangnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Dari sisi perangkat tes, ada dua macam perangkat tes yaitu : (1) Power test; (2) Speed Test. Power test digunakan untuk menggali kemampuan seseorang tanpa melihat waktu untuk mengerjakan tes tersebut, sedangkan speed test digunakan untuk mengukur kecepatan seseorang dalam mengerjakan tes tersebut. Dalam proses pembelajaran kompetensi, yang digunakan sebagai latihan mula-mula adalah power test, di mana seseorang mengerjakan tes (tertulis maupun praktek) tanpa dibatasi waktu, kemudian secara berangsur-angsur dimensi waktu juga menjadi ukuran. Dan karena sistem kompetensi acuannya adalah kenyataan di lapangan maka dimensi waktu menjadi hal yang tidak dapat diabaikan, dan secara singkat dapat dikatakan bahwa seseorang disebut kompeten bila dapat melakukan pekerjaan secara benar, tepat dan cepat.

D. Tujuan, Fungsi dan Pendekatan Uji Kompetensi

Dalam hal penilaian kompetensi, sebenarnya hanya terdiri dari dua jenis yaitu kompetensi dan belum kompeten. Adapun tujuan uji kompetensi bagi karyawan utamanya adalah untuk mengetahui apakah kompetensi yang dimiliki karyawan telah memenuhi standar kompetensi yang ditentukan. Selain itu juga bertujuan sebagai dasar tindak lanjut pembinaan dan untuk memetakan kompetensi yang dimiliki oleh karyawan.

Pengukuran dan penilaian yang terkandung dalam uji kompetensi karyawan memiliki fungsi : (1) Secara psikologis, uji kompetensi berfungsi sebagai media untuk membentuk sikap dan perilaku karyawan; (2) Secara sosiologis, berfungsi sebagai media untuk mengetahui kesiapan karyawan dalam melakukan bidang tugasnya; (3) Secara didaktik metodik, untuk membantu pimpinan dalam usaha memperbaiki sistem pembinaan dan memberikan perlakuan khusus yang sesuai dengan kebutuhan individu karyawan; (4) Secara administratif, sebagai bahan pelaporan atas kompetensi yang dimiliki oleh karyawan; (5) Untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan suatu program diklat yang telah diterapkan terhadap karyawan tersebut.

Pendekatan penilaian dalam uji kompetensi menggunakan pendekatan Penilaian Acuan Patokan (PAP), karena memiliki acuan penilaian yang sudah baku yaitu Standar Kompetensi Karyawan. PAP adalah suatu pengukuran dan penilaian berdasarkan suatu patokan atau standar tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya. Patokan atau standar kelulusan dalam PAP bersifat tetap artinya batas persyaratan minimal tidak didasarkan atas prestasi kelompoknya, tetapi didasarkan atas indikator atau kriteria unjuk kerja dalam standar kompetensi.

Jadi bagi karyawan yang telah berhasil mencapai atau melampaui persyaratan kompetensi dinyatakan Kompeten dan yang belum mencapai persyaratan kompetensi dinyatakan Belum Kompeten. Bagi mereka yang telah Kompeten maka tindaklanjutnya adalah dengan memberikan pembinaan ke arah pengembangan profesinya atau penghargaan lain. Sedangkan yang Belum Kompeten maka tindak lanjutnya adalah harus mengikuti program pembinaan untuk mencapai standar kompetensi yang dipersyaratkan, melalui pendidikan dan pelatihan, pemagangan atau program lain yang sesuai. Jadi program tindak lanjut bagi yang Belum Kompeten ini merupakan program remediasi, dan setelah mengikuti berbagai program yang disediakan ini mereka berhak mengikuti uji kompetensi kembali sampai berhasil mencapai standar yang telah ditentukan.

Instrumen pengukuran dan penilaian dalam uji kompetensi disusun sesuai dengan aspek yang akan diukur, yaitu : (1) Studi dokumentasi, dimaksudkan untuk mengungkap kompetensi karyawan yang berhubungan dengan tugas karyawan dalam bentuk dokumen yang berkaitan langsung dengan kegiatan teknis yang bersangkutan; (2) Observasi penampilan, dimaksudkan untuk mengungkap kompetensi karyawan yang berhubungan dengan perwujudan unjuk kerja karyawan ketika melaksanakan tugas sesuai dengan fungsinya; (3) Portofolio, dimaksudkan untuk mengungkap kompetensi karyawan yang berhubungan dengan fakta atau bukti keterlibatannya dalam suatu kegiatan, seperti sertifikat, makalah, bahan ajar, artikel atau lainnya; (4) Tes tertulis, dimaksudkan untuk mengungkap kompetensi karyawan yang berhubungan dengan pemahaman wawasan tentang kependidikan maupun bidang keilmuan teknis sesuai bidangnya. Adapun dalam pelaksanaannya uji kompetensi harus memenuhi prinsip-prinsip : menggunakan instrumen yang valid dan reliable, bersifat adil, komprehensif, terbuka, berkesinambungan/ berkelanjutan dan fleksibel.

Pelaksanaan pengukuran atau uji kompetensi dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan atau metode, yaitu : (1) Pengujian kerja nyata; (2) Pengujian simulasi kerja; (3) Pengujian tertulis; (4) Pengujian wawancara (Fletcher, 1997). Pada pengujian kerja nyata maka peserta uji diobservasi dalam kondisi sebenarnya di lapangan kerja, bisa jadi seseorang yang diobservasi tidak sadar bahwa dirinya sedang diobservasi, karena mungkin dikhawatirkan pelaksanaan “ujian” justru akan membuat seseorang menjadi merasa tertekan dan tidak menampakkan kompetensi yang sebenarnya. Tetapi bila seseorang memang siap mental untuk “diuji” maka pelaksanaan observasi bisa dilakukan dengan pemberitahuan lebih dahulu, sehingga seseorang terhindar dari kesalahan yang tidak perlu. Dua cara ini, diberitahukan atau tidak, pelaksanaannya tergantung dari situasi dan kondisi serta cara mana yang lebih baik bagi seorang peserta uji.

Pengujian simulasi kerja dilakukan apabila tidak memungkinkan untuk menghadirkan situasi yang sebenarnya dalam proses pengujian, misalnya karena benda yang menjadi obyek pengerjaan terlalu besar, terlalu berbahaya atau pada saat pengujian dilakukan ternyata jenis pekerjaan yang dimaksud dalam unit kompetensi tersebut tidak sedang ada. Pengujian tertulis dan wawancara dilakukan untuk menggali pengetahuan seseorang dalam melakukan suatu pekerjaan, keduanya dapat dilakukan secara terpisah dengan uji praktek atau bersamaan dengan uji praktek.

E. Sertifikasi

Bagi peserta yang lulus uji kompetensi maka diperlukan sebuah bukti atas pengakuan telah dikuasainya sejumlah kompetensi oleh orang yang lulus tersebut. Bukti atas pengakuan bahwa seseorang telah menguasai seperangkat kompetensi yang dipersyaratkan biasa berupa sertifikat pengakuan. Jadi pengertian sertifikasi sendiri bukanlah sekedar pemberian sertifikat tetapi merupakan suatu proses seseorang memperoleh pengakuan (Makmun, 1996). Sertifikasi juga dapat berupa sebuah program, yang mana program tersebut dirancang supaya seseorang dapat menguasai seperangkat kompetensi tertentu. Pada akhir program tersebut dilakukan suatu uji kompetensi dan bagi yang lulus kepadanya diberikan sertifikat kompetensi, ini sesuai dengan dengan peraturan bahwa sertifikat dapat berbentuk ijazah dan sertifikat kompetensi serta sertifikat kompetensi diberikan oleh penyelenggara pendidikan dan lembaga pelatihan sebagai pengakuan terhadap kompetensi untuk melakukan pekerjaan tertentu setelah lulus uji kompetensi yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi atau lembaga sertifikasi (UUSPN, 2003).

Sertifikat diberikan bagi peserta yang dinyatakan lulus atau Kompeten sebagai bukti atas dikuasainya seperangkat kompetensi oleh seseorang. Yang perlu diperhatikan adalah sertifikat diberikan bagi karyawan yang dinyatakan lulus dalam uji tertulis dan juga lulus dalam hal uji praktek (performance). Sertifikat kompetensi karyawan dapat memiliki masa berlaku (5, 6 atau 7 tahun, tergantung kondisi dan situasi), karena pada kurun waktu tersebut mungkin telah terjadi perpindahan atau perubahan tugas karyawan yang memerlukan kompetensi baru dan tidak lagi menggunakan kompetensi yang selama ini telah dimiliki.

Read Full Post »

September 23, 2009

Oleh : DR. Sulipan, M.Pd. HP. 085-222-02-9933 email : sulipan@yahoo.com

Pendahuluan

Dengan disahkannya UU No. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen maka harapan guru untuk lebih meningkat kesejahteraannya menjadi harapan yang semakin mendekati kenyataan. Hal itu terjadi karena dalam undang-undang tersebut dijanjikan akan diperolehnya tunjangan profesi bagi guru yang telah memiliki kualifikasi pendidikan S1/D4 dan sertifikat pendidik, selain itu bagi guru yang belum memiliki sertifikat pendidik akan mendapatkan tunjangan fungsional dan maslahat tambahan berupa berbagai fasilitas tertentu, dan bagi guru di daerah khusus juga akan mendapatkan tunjangan khusus. Selain itu guru juga memperoleh perlindungan dalam menjalankan profesinya. Namun di lapangan kita dengar masih ada permasalahan yang mengganjal karir guru, khususnya mengenai kelancaran kenaikan pangkat dari golongan IV/a ke golongan IV/b dan seterusnya. Hal ini sudah terjadi dalam kurun waktu cukup lama dan banyak guru yang kepangkatannya mentok di golongan IV/a.

Latar Belakang Masalah

Sebenarnya selama ini para guru sudah diuntungkan dengan system kenaikan pangkat melalui system angka kredit. Melalui system angka kredit yang dimulai sekitar tahun 1994 maka para guru dapat naik pangkat asalkan sudah memenuhi jumlah angka kredit sesuai yang dipersyaratkan. Dengan system itu maka para guru dapat naik pangkat hanya dalam waktu 3 tahun, bahkan dalam beberapa kasus ada yang dapat naik pangkat dalam waktu 2 tahun. Selain itu guru yang berpendidikan sekolah menengah (SPG) atau diploma dapat naik pangkat tanpa terhambat pembatasan pangkat maksimum seperti sebelumnya. Jadi pada pokoknya dengan system angka kredit tersebut maka sebenarnya para guru lebih banyak diuntungkan daripada dirugikan jika dibandingkan dengan system kenaikan pangkat sebelumnya. Persoalan mentoknya pangkat seperti disebutkan di atas terjadi karena selepas golongan IV/a persyaratan angka kredit guru harus melalui pencapaian jumlah angka kredit tertentu untuk kegiatan pengembangan profesi. Yang dimasudkan kegiatan pengembangan profesi guru adalah kegiatan untuk meningkatkan profesionalitas guru melalui penulisan karya tulis ilmiah, penemuan teknologi tepat guna, pembuatan alat pelajaran/bimbingan, penciptaan karya seni dan pengembangan kurikulum. Untuk penulisan karya tulis ilmiah sendiri terdiri dari tujuh macam, yaitu: penelitian, karangan ilmiah, tulisan ilmiah popular, prasaran seminar, buku, diktas dan terjemahan. Bila dilihat dari jenis-jenis kegiatan pengembangan profesi seperti di atas maka kegiatan-kegiatan tersebut memang merupakan kegiatan yang sangat bermanfaat bagi pengembangan profesinalitas guru, karena melalui kegiatan tersebut maka para guru akan terbuka wawasannya dan juga dapat menyebarluaskan pengetahuan yang dimilikinya bagi kemaslahatan masyarakat.

Masalah Yang Terjadi

Dari sumber di Depdiknas diketahui bahwa selama ini cukup banyak guru golongan IV/a yang sudah melaporkan kegiatan pengembangan profesinya ke Biro Kepegawaian Depdiknas. Dari laporan atau usulan angka kredit yang ada diketahui bahwa kebanyakan para guru melaporkan karya tulis ilmiah yang sudah dibuat oleh para guru. Dari hasil penilaian laporan yang dilakukan oleh tim penilai ternyata banyak karya tulis ilmiah yang dinilai tidak memenuhi syarat yang ditentukan, alhasil usulan angka kredit untuk kegiatan pengambangan profesi tersebut akhirnya ditolak dan guru tidak dapat naik pangkat dari IV/a ke IV/b. Kejadian seperti di atas banyak menimpa para guru dan menimbulkan kesan bahwa guru dihambat kenaikan pangkatnya dari golongan IV/a ke IV/b. Celakanya, kesan tersebut meluas di kalangan guru dan menjadikan guru menjadi apatis dalam kenaikan pangkat, bahkan menganggap bahwa hal itu ada unsur kesengajaan. Masalah yang penting dicermati oleh tim penilai bahwa dengan banyaknya guru yang ditolak karya tulis ilmiahnya maka akan timbul dugaan bermacam-macam di kalangan para guru, diantaranya dugaan tentang adanya “jatah” tentang jumlah golongan IV/b ke atas. Ada pula dugaan tentang adanya “kongkalikong” antara pejabat penilai dengan guru yang ternyata berhasil lolos penilaian. Padahal yang sebenarnya terjadi adalah guru belum memenuhi syarat dalam memenuhi kriteria kegiatan pengembangan profesi, khususnya dalam hal penulisan karya tulis ilmiah. Menurut salah satu tim penilai pusat, sebenarnya dalam penilaian karya tulis ilmiah tersebut sudah cukup banyak kelonggaran yang dilakukan, bila dibandingkan persyaratan karya tulis ilmiah untuk dosen misalnya. Nah, di sinilah masalahnya. Para guru menilai bahwa persyaratan karya tulis ilimiah tersebut terlalu sulit sedangkan menurut tim penilai sudah cukup longgar. Di sini terlihat belum adanya titik temu sehingga masalah di atas menjadi masalah yang cukup menggelisahkan para guru dan juga cukup menggerahkan para pejabat terkait, untuk itu perlu dicari pemecahan masalah yang sudah cukup lama terjadi ini.

Pemecahan Masalah

Dari permasalahan yang terjadi maka dapat ditempuh beberapa hal untuk mengatasi masalah tersebut, diantaranya adalah: meningkatkan kemampuan guru dalam penulisan karya tulis ilmiah melalui berbagai program pelatihan, mensosialisasikan kriteria penulisan karya tulis ilmiah yang memenuhi syarat (kriteria penilaian), mendorong guru untuk melakukan kegiatan pengembangan profesi yang lain seperti penemuan teknologi tepat guna, pembuatan alat peraga, penciptaan karya seni, dan pengembangan kurikulum. Program-program pelatihan dalam penulisan karya tulis ilmiah perlu dilakukan di Pusat Pengembangan Penataran Guru (PPPG), LPMP atau lembaga pendidikan dan pelatihan yang lain. Program ini penting sekali dilakukan karena para guru perlu mendapatkan penyegaran dalam hal penulisan karya tulis ilmiah walaupun saat belajar di perguruan tinggi mereka sudah pernah mendapatkan materi tersebut. Suatu hal yang sangat penting dilakukan sebenarnya adalah sosialisasi tentang kriteria penulisan karya tulis ilmiah yang memenuhi syarat atau kriteria penilaiannya. Selama ini yang terjadi adalah, para guru dalam menulis karya ilmiahnya sudah mengundang dan dibimbing para pakar yang terdiri dari para dosen dari perguruan tinggi, namun selalu saja karya tulis ilmiah berupa hasil penelitian maupun makalah selalu banyak yang ditolak. Kondisi demikian membuat para guru merasa frustasi dan menjadi malas untuk mencoba lagi mengirimkan karya tulis untuk dinilai. Hal ini tidak akan terjadi bila kriteria penilaian diketahui semua orang dan bukan hanya tergantung “selera” tim penilai. Bagi tim penilai masalah-masalah yang terjadi di atas harus menjadi bahan instropeksi diri, apakah kebenaran karya tulis ilmiah itu hanya milik tim penilai, sedangkan karya tulis ilmiah menurut pakar lain itu tidak benar? Yang sering menjadi kriteria penolakan seringkali adalah nilai kemanfaatan karya tulis ilmiah, banyak karya tulis ditolak karena dipandang tidak bermanfaat bagi diri guru maupun bagi pembelajaran.Padahal nilai kemanfaatan ini bisa bersifat relatif dan dapat diperdebatkan, oleh karenanya kriteria ini harus jelas dan harus diketahui sebelumnya oleh para guru yang menulis karya tulis ilmiah. Alasan penolakan lain adalah karya tulis ilmiah tersebut adalah hasil menyontek karya tulis orang lain, nah… untuk alasan ini memang harus dipertahankan, karena masalah contek menyontek ini menjadi masalah yang krusial dan memalukan, sehingga tidak layak dilakukan oleh seorang guru. Bahkan bila seorang guru terbukti benar mencontek karya tulis orang lain, maka guru tersebut layak diberi sanksi karena telah berbuat yang tidak sesuai dengan kode etik guru. Hal lain yang perlu dilakukan adalah mengadakan temu ilmiah antar pakar penulisan karya tulis ilmiah, tentang kriteria karya tulis ilmiah yang sesuai dengan pengembangan profesi guru. Dari pertemuan tersebut diharapkan para penilai memperoleh masukan dari pakar yang lain tentang karya tulis ilmiah yang sesuai dengan pengembangan profesi guru dan pakar non penilai memperoleh gambaran yang tepat tentang kriteria yang ditetapkan. Dengan demikian akan terjadi keseimbangan pandangan tentang kriteria yang dipersyaratkan, jadi bukan hanya menurut selera tim penilai. Dan seperti dijelaskan di atas, bahwa sosialisasi tentang kegiatan pengembangan profesi non karya tulis ilmiah yang dapat dilakukan oleh guru yaitu penemuan teknologi tepat guna, pembuatan alat peraga, penciptaan karya seni, dan pengembangan kurikulum. Apabila guru memahami bahwa dengan menemukan teknologi tepat guna, membuat alat peraga, penciptaan karya seni, dan pengembangan kurikulum juga dapat digunakan untuk memperoleh angka kredit pengembangan profesi maka harusnya guru mulai banting stir untuk melakukan hal lain, terutama yang tidak memiliki kemampuan menulis karya tulis ilmiah. Tentang penemuan teknologi tepat guna maupun pembuatan alat peraga, sebenarnya banyak guru yang memiliki kreatifitas untuk membuatnya tetapi terhalang oleh ketidaktahuan cara melaporkannya, biaya untuk membuatnya, sempitnya kriteria yang diterima (hanya untuk kegiatan belajar mengajar) dan angka kredit yang relatif sangat kecil (hanya bernilai 0,5 untuk pembuatan alat peraga). Bagi guru yang memiliki jiwa seni maka juga dapat mengembangkan kreatifitas seninya dengan penciptaan karya seni baik seni lukis, pertunjukan, kriya dan lainnya. Hal ini akan menjadi jalan bagi guru untuk memperoleh angka kredit seperti yang dipersyaratkan. Dan sekarang ini, di kala pengembangan kurikulum dilakukan di sekolah maka akan lebih banyak guru memperoleh kesempatan untuk mendapatkan angka kredit pengembangan profesi dari kegiatan pengembangan kurikulum. Jadi diharapkan dengan bermacam-macam alternatif di atas diharapkan para guru tidak lagi terhalang kenaikan pangkatnya hanya karena ditolak karya tulis ilmiah yang telah dibuatnya. Semoga dengan tulisan ini tim penilai menjadi instrospeksi dan para guru memiliki sudut pandang lain tentang perolehan angka kredit pengembangan profesi. Sekali lagi diingatkan, masih banyak celah sehingga jangan mudah menyerah.

Read Full Post »

Oleh : DR. Sulipan, M.Pd.

Pengertian Program Induksi

Program induksi merupakan tahap penting dalam Pengembangan Profesi Berkelanjutan (PPB) bagi seorang guru. Program Induksi Guru Pemula Berbasis Sekolah yang baik haruslah sistematis dan terencana berdasarkan konsep kerjasama dan kemitraan diantara para guru dalam pendekatan pembelajaran profesional.

Induksi merupakan proses pembelajaran professional yang berlangsung paling tidak selama satu tahun dimana guru pemula belajar menyesuaikan diri dari pendidikan guru di kampus atau dari tempat kerja lain untuk menjadi guru baik sebagai guru tetap, guru kontrak atau guru paruh waktu di sekolah. Induksi adalah proses pembelajaran untuk menjadi guru dan pembelajaran tentang profesi guru serta merupakan proses perkembangan kepribadian.

Guru pemula adalah mereka yang :

1. diberi tugas:kee sekolah sebagai guru tetap dengan status CPNS oleh pemerintah pusat

2. diberi tugas ke sekolah sebagai guru tetap dengan status CPNS oleh pemerintah daerah

3. oleh sekolah sebagai guru kontrak/sementara atau guru paruh waktu dimana tugas tersebut merupakan tahun pertama mengajar.

4. Guru yang mendapatkan status tetap mungkin telah memiliki pengalaman sebagai guru kontrak atau guru paruh waktu. Kebutuhan guru seperti ini tentu berbeda dengan mereka yang baru lulus dari perguruan tinggi. Kepala sekolah dan mentor perlu memilih dan menentukan modul-modul yang diperlukan guru pemula.

Program Induksi Guru Pemula Berbasis Sekolah didasarkan pada pemahaman bahwa:

1. Pembelajaran di tempat kerja merupakan unsur utama bagi perkembangan dan pembelajaran professional guru pemula, Tahap ini juga berperan penting dalam Pengembangan Profesi Berkelanjutan (PPB).

2. Pembelajaran professional melibatkan guru dan kelompok guru yang mengembangkan praktek dan pemahaman baru tentang pekerjaan mereka.

3. Kerjasama dan dialog professional di sekolah dapat mendukung pembelajaran professional, mengembangkan praktek reflektif dan memperkuat pendekatan kolegalitas untuk perkembangan sekolah.

4. Pembelajaran professional guru merupakan landasan bagi perkembangan sekolah dan peningkatan hasil belajar siswa serta peningkatan status profesi

PIGPBS yang efektif adakah program yang:

1. Mengembangkan kompetensi professional guru pemula dalam mengajar

2. Menuntut peran kepala sekolah dan mentor untuk menciptakan hubungan yang kuat, professional, dan positif dengan guru pemula serta pegawai sekolah lain

3. Didasarkan pada semangat kemitraan di sekolah dan PPB.

4. Mengintegrasikan refleksi dan evaluasi diri untuk guru pemula, mentor dan kepala sekolah

5. Bersifat fleksibel dan mengalami peerubahan dalam perjalanan waktu untuk menyesuaikan dengan kebutuhan yang muncul dari guru pemula

6. Menghubungkan guru pemula, mentor dan kepala sekolah dengan jaringan seprofesi di sekolah lain

Garis Besar PIGBS

Tiap titik poin dalam kotak PIGPBS menunjukkan modul untuk pembelajaran professional bagi guru pemula, kepala sekolah dan mentor. Program PIGPBS merupakan kelanjutan dari proses pembelajaran di universitas (pendidikan guru pre-service) dan Pendidikan Profesi Guru (PPG). Kepala sekolah harus melakukan analisis kebutuhan terhadap guru pemula dan sekolah. Program induksiguru pemula berbasis sekolah hendaknya dapat memenuhi kebutuhan individual guru pemula dengan memperhatikan aspek-aspek unik dan khas dari sekolah. Proses assessmen bagi guru pemula meliputi observasi mengajar dan pekerjaan lain yang terkait dengan pengajaran. Tahap 1 dilaksanakan dari bulan 2-9 pada tahun pertama mengajar. Assessmen tahap 1 merupakan penilaian untuk pengembangan- difokuskan pada penilaian untuk pembelajaran. Assessmen tahap 2 – penilaian untuk pembelajaran. Penilaian tahap 2 (bulan 10-12) dapat dilaksanakan setelah dilaksanakannya PIGPBS dan assessmen tahap-1. Pada assessmen tahap 2, kinerja guru dinilai berdasarkan elemen kompetensi yang tercantum dalam Standar Guru (Regulasi menteri 16/2007). Kepala sekolah harus membuat keputusan tentang kompetensi professional guru pemula setelah dilaksanakan proses penilaian Tahap 2. Proses ini meliputi pembuatan laporan tertulis secara formal tentang guru yang ditandatangai oleh guru pemula dan  kepala sekolah. Pengawas sekolah akan mengesahkan laporan tersebut setelah malakukan wawancara dan observasi terhadap guru pemula pada waktu yang telah ditentukan (bulan 10-12).

Tugas dan Tanggungjawab Ditjen PMPTK

Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan (Ditjen PMPTK) sebagai pembina guru memiliki tugas dan tanggungjawab untuk membangun sistem regulasi program induksi. Selain itu juga memberikan pendampingan bagi daerah yang masih belum memiliki sumber daya manusia yang kompeten untuk melaksanakan program induksi.

Tugas dan Tanggungjawab Dinas Pendidikan

Bagi guru Pegawai Negeri Sipil (PNS) maka dinas pendidikan kabupaten/kota/provinsi sesuai dengan lingkup tugasnya memberikan informasi kepada sekolah tentang guru pemula yang ditempatkan pada sebuah sekolah. Selain informasi maka dinas pendidikan juga memberikan surat tugas kepada guru pemula yang bersangkutan untuk bertugas di sekolah tertentu. Bagi guru bukan PNS maka pihak sekolah swasta melaporkan kepada pihak dinas pendidikan tentang adanya guru pemula di sekolahnya. Dalam kaitannya dengan program induksi maka dinas pendidikan harus menegaskan kepada kepala sekolah agar melaksanakan program induksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Tugas dan Tanggungjawab Sekolah

Hari- hari dan minggu pertama guru pemula di sekolah merupakan waktu yang sangat penting. Pada periode itu guru pemula memerlukan dukungan penuh dan juga perasaan nyaman. Kepala sekolah dan mentor harus memahami isi modul program induksi agar siap melaksanakan program orientasi sekolah yang memberikan dukungan penuh kepada guru pemula. Pada program penganalan sekolah ini diharapkan kepala sekolah dan mentor akan mengetahui informasi penting tentang sekolah dan dukungan bagi guru pemula dan juga guru pemula akan mengetahui panduan kerja pada hari-hari dan minggu pertama di sekolah. Sebelum seorang guru pemula mengawali tugasnya, sekolah dapat menyiapkan buku pedoman yang berisi tentang kebijakan sekolah, prosedur sekolah, format-format administratif dan informasi lain yang dapat membantu guru pemula berlajar menyesuaikan diri dengan rutinitas sekolah dengan cepat. Buku pedoman dapat digunakan sebagai petunjuk bagi guru pemula pada awal-awal memulai tugas di sekolah. Buku pedoman tersebut dapat membantu menjawab pertanyaan-pertanyaan yang terkait dengan prosedur, rutinitas sekolah, serta membantu menunjukkan sumber-sumber yang mendukung tugas guru pemula termasuk menunjukkan orang-orang yang dapat menjawab atas berbagai pertanyaan yang dimilikinya. Komponen yang disarankan dimuat dalam buku pedoman induksi meliputi : (1) Informasi tentang rutinitas yang terkait dengan tugas-tugas harian, memeriksa kehadiran murid, rapat-rapat sekolah, kegiatan ekstra-kurikuler; dan upacara-upacara; (2) Prosedur yang terkait dengan evakuasi keadaan darurat, penanganan siswa yang sakit, pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K), komunikasi dengan orang tua/wali murid, ketidakhadiran guru mendadak karena sakit atau alasan lain, cara mendapatkan dan menggunakan sumber-sumber daya; (3) Informasi umum tentang direktori staf yang berisi nama-nama guru, kepala sekolah, wakil kepala sekolah dan pegawai sekolah beserta dengan tugas dan tanggung jawab masing-masing, Jadwal Pelajaran Sekolah, peta dan rencana sekolah, nomor-nomor telepon penting, profile masyarakat dan sekolah, norma-norma profesi guru, dan rencana sekolah. Buku pedoman induksi dapat dalam bentuk kompilasi loose leaf sehingga memudahkan pembaruan informasi. Bila buku-buku atau sumber-sumber tertentu tidak boleh difotokopi atau dibawa oleh guru pemula/baru, maka buku-buku dan sumber-sumber tersebut hendaknya ditempatkan di ruang tertentu di sekolah yang dapat diakses oleh guru pemula/baru tersebut.

Tugas dan Tanggungjawab Pengawas Sekolah

Sebagai pelaksana evaluasi maka pengawas sekolah memiliki tugas dan wewenang sebagai berikut:

1. Mempelajari modul program induksi bagi guru pemula.

2. Menyiapkan instrumen evaluasi program induksi.

3. Melakukan evaluasi program induksi.

4. Mengolah data hasil evaluasi program induksi.

5. Menyusun laporan hasil evaluasi program induksi.

6. Memberikan rekomendasi atas hasil program induksi.

7. Merencanakan tindak-lanjut program induksi.

Tugas dan Tanggung Jawab Kepala Sekolah

Sebagai penanggungjawab sekolah dan penanggungjawab program induksi di sekolah maka kepala sekolah memiliki tugas dan wewenang sebagai berikut:

1. Menyambut guru baru/guru pemula.

2. Memperkenalkan guru pemula kepada guru/staf sekolah yang penting.

3. Menghubungkan guru pemula dengan guru mentor atau staf yang dapat membantu pada awal-awal masa tugas.

4. Secara berkala menemui/menyapa guru baru untuk menunjukkan perhatian

5. Secara berkala mengunjungi ruang kelas guru baru untuk memberikan rasa nyaman dan dukungan.

6. Memberikan rasa aman dan nyaman bagi guru baru.

7. Bersikap mendukung.

8. Melakukan evaluasi terhadap kemajuan pelaksanaan program indyuksi.

9. Menyusun laporan hasil evaluasi pelaksanaan program induksi.

10. Memberikan rekomendasi atas hasil program induksi.

11. Merencanakan tindak-lanjut program induksi.

Tugas dan Tanggungjawab Mentor

Seorang mentor sangat penting artinya untuk mendukung keberhasilan program induksi. Tugas dan tanggung jawab seorang mentor meliputi tugas minggu pertama, tugas harian, dan kegiatan pendukung.

Tugas Minggu Pertama :

1. Penyambutan guru baru

2. Memperkenalkan guru pemula/baru kepada guru/staf sekolah yang penting

3. Pengenalan lingkungan sekolah

4. Menghubungkan guru pemula/baru dengan guru mentor atau staff yang dapat membantu pada awal-awal masa tugas

5. Memberikan daftar siswa yang diajar guru pemula/baru

6. Menunjukkan ruang kelas tempat mengajar guru baru beserta perlengkapan pendukungnya.

Tugas Harian :

1. Mengenalkan guru baru dengan tugas-tugas administratif sehari-hari yang harus dilakukan semua guru .

2. Menemui/menyapa guru baru untuk menunjukkan perhatian

3. Mengunjungi ruang kelas guru baru untuk memberikan rasa nyaman dan dukungan :

Kegiatan pendukung :

1. Bertemu dengan guru baru/pemula tiap pagi sebelum pelajaran dimulai

2.  Berbicara pada guru pemula/baru pada akhir waktu pelajaran setiap hari dan membicarakan kesulitan-kesulitan yang mungkin dialami guru dan mencari jalan keluarnya.

3. Siap untuk mendengarkan

4. Bersikap positif dan konstruktif

5. Memberikan rasa aman dan nyaman bagi guru baru

6. Menjelaskan hal-hal yang diharapan

7. Bersikap mendukung

Mentor tentu memiliki pengetahuan tentang lingkungan sekolah yang perlu diberikan kepada guru pemula, yaitu pengetahuan tentang siswa, tempat asal mereka serta apa yang sedang terjadi di dalamnya. Setelah guru pemula terbiasa dengan kegiatan rutinnya, maka mentor sebaiknya meluangkan waktu untuk berbicara dengan guru baru tersebut tentang persoalan atau pertanyaan yang mungkin muncul.

 

Tugas dan Tanggungjawab Guru Pemula

Tugas dan tanggungjawab guru pemula dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu kegiatan minggu pertama, kegiatan awal, dan kegiatan pengelolaan kelas.

Kegiatan Minggu Pertama

1. Guru pemula/ baru melapor kepada kepala sekolah, tetapi apabila guru pemula/baru tersebut belum dapat bertemu dengan kepala sekolah, maka harus melapor ke petugas administrasi atau kantor kepala sekolah dan melengkapi dokumen-dokumen yang diperlukan sekolah.

2. Menemui mentor yang telah ditunjuk

3. Memastikan bahwa telah mengetahui jadwal sekolah dan waktu kerja.

4. Mendapatkan daftar siswa yang diajar.

5. Menyiapkan ruang kelas.

6. Memastikan siswa memiliki tempat duduk yang cukup

7. Mengatur tempat duduk siswa.

8. Mengumpulkan sumber-sumber yang diperlukan untuk pengajaran (buku-buku, kertas, alat-alat tulis).

9. Menyiapkan tata tertib kelas termasuk tata cara masuk dan keluar kelas.

10. Memahami kebijakan sekolah terkait dengan kesejahteraan dan pendisiplinan siswa.

11. Meminta tolong pada staff/pegawai sekolah bila diperlukan.

12. Mengatur dan menyiapkan pelajaran sebelum hari mengajar dan menyiapkan aktivitas tambahan yang mungkin diperlukan.

13. Bersikap fleksibel dan siap untuk melakukan perubahan.

 

Kegiatan pengelolaan kelas yang harus dilakukan adalah:

a. Memeriksa daftar siswa sesuai kehadrian.

b. Menjelaskan materi yang harus dimiliki siswa dan menanyakan ketentuan sekolah tentang materi tersebut kepada kepala sekolah atau mentor sebelumnya.

c. Menjelaskan tata tertib kelas kepada siswa, beberapa sekolah menggunakan tata tertib yang dibuat oleh guru bersama dengan murid. Pada tahap ini sebaiknya guru pemula menanyakan prosedur-prosedur yang berlaku di sekolah dan meminta saran kepada mentor atau kepala sekolah.

d. Membuat siswa selalu aktif belajar, kumpulkan dan periksala pekerjaan siswa seawal mungkin, jangan lupa memberikan masukan atas pekerjaan tersebut, dengan cara demikian akan ingat nama-nama siswa.

Bila guru pemula/baru mulai bertugas dan menggantikan guru di sekolah sementara kegiatan belajar semester itu telah berjalan maka guru pemula/baru tersebut harus mengikuti jadwal sekolah yang telah ada. Dalam hal ini guru pemula/baru tidak memiliki banyak waktu untuk menyesuaikan diri dan memahami berbagai prosedur sekolah tersebut. Oleh karena itu sebaiknya selalu minta saran dari mentor dan guru yang telah berpengalaman setiap kali Anda mendapat kesulitan.

 

Kegiatan Minggu ke 2 dan Minggu berikutnya

Bila guru pemula/baru tersebut adalah orang baru di masyarakat sekitar sekolah, maka sebaiknya memahami secara umum tentang masyarakat itu serta tempat tinggal siswa. Kehidupan anak di rumah memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap pembelajaran mereka. Pengetahuan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi siswa di rumah akan sangat membantu guru pemula/baru dalam mengajar di sekolah. Sebaiknya guru pemula/baru juga membicarakan dengan kepala sekolah dan mentor tentang masyarat lokal dan harapan guru pemula/baru tersebut terhadap siswa di kelas. Karena guru pemula/baru merupakan pendatang baru di sekolah, siswa terkadang “menguji” guru pemula/baru di kelas dengan menanyakan/melakukan hal-hal tertentu baik terkait dengan pelajaran maupun tidak, maka sebaiknya guru pemula/baru melakukan tindakan sebagai berikut:

a. menjelaskan harapan dan standard kerja siswa serta perilaku mereka, tuliskan dan pajanglah peraturan yang telah disepakati bersama.

b. menjelaskan apa yang Anda harapkan dari siswa tentang kegiatan dan tugas-tugas belajar siswa termasuk kegiatan membaca dan menulis.

c. menyiapkan sebaik-baiknya pelajaran yang diampu dan yang perlu diingat adalah persiapan merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam pembelajaran.

d. memastikan tahu nama semua siswa yang diajar.

e. memperhatikan bahwa manajemen siswa didasarkan pada konsep sekolah sebagai tempat belajar.

f. menegakkan disiplin siswa tetapi dengan cara-cara yang ramah. Selalu ingat akan posisi Anda sebagai guru.

g. menggunakan respon/feedback positif kepada para siswa karena lebih efektif dalam hal manajemen perilaku dibanding hukuman dan respon yang negatif.

h. meminta saran dari mentor dan kepala sekolah.

i. mengenali siswa sebaik mungkin.

 

Pemantauan dan Evaluasi

Keberadaan program induksi memiliki tujuan dalam rangka menyiapkan guru pemula agar menjadi guru profesional dalam mengelola pembelajaran di kelasnya. Dengan demikian program induksi perlu senantiasa dipantau dan dievaluasi agar dapat diperbaiki di masa depan sebagai salah satu bagian proses penjaminan mutu pendidikan agar terpenuhi ketentuan sebagaimana telah ditentukan dalam Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Selain itu, melalui program induksi diharapkan dapat meningkatkan kemampuan dan keterampilan guru dalam melaksanakan pembelajaran, sehingga dapat menunjang usaha peningkatan dan pemerataan mutu pendidikan sekaligus memecahkan permasalahan yang dihadapi dan dialami oleh guru pemula dalam pelaksanaan tugas sehari-hari sesuai dengan karakteristik mata pelajaran, siswau, kondisi sekolah, dan lingkungannya.

 

Pelaporan

Laporan ditulis oleh guru pemula, mentor, kepala sekolah dan pengawas sekolah. Masing-masing laporan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Laporan yang ditulis oleh guru pemula berisi tentang kemajuan pekerjaannya sehubungan dengan modul yang telah ditentukan untuk dipelajari dan dilaksanakan.

2. Laporan yang ditulis oleh mentor berisi tentang kemajuan hasil bimbingan yang dilakukkannya terhadap guru pemula.

3. Laporan yang ditulis oleh kepala sekolah berisi tentang hasil evaluasi terhadap guru pemula.

4. Laporan yang ditulis oleh pengawas sekolah berisi tentang hasil evaluasi terhadap guru pemula.

 

Penanganan Permasalahan

Hasil pemantauan dan evaluasi yang dituangkan dalam laporan dapat berisi hal-hal yang positif maupun hal yang negatif tentang keberhasilan program induksi yang dilakukan oleh guru pemula. Dengan demikian terdapat potensi adanya permasalahan yang ditemui dalam sebagai hasil pemantauan dan evaluasi. Untuk menangani permasalahan tersebut maka dapat diuraikan

1. Mentor, menangani masalah teknis yang berhubungan dengan kemajuan program induksi yang dilaksakan oleh guru pemula, termasuk penyediaan fasilitas penduikung bagi guru pemula dalam melaksanakan tugas awalnya.

2. Kepala Sekolah, menangani masalah pada level sekolah atau masalah teknis yang tidak dapat ditangani oleh mentor, termasuk perijinan, pelaksanaan evalluasi dan pelaporan.

3. Pengawas Sekolah, menangani masalah yang berhubungan dengan hasil evaluasi program induksi dan rekomendasi terhadap guru pemula, termasuk perbaikan pelaksanaan tugas apabila ditemukan terjadinya kekurangan dalam mencapai indikatoir keberhasilan program induksi.

4. Dinas nPendidikan, menangani masalah yang berhubungan dengan hasil evaluasi program induksi dan rekomendasi terhadap guru pemula, termasuk menangani keluhan atas pelaksanaan program induksi di sebuah sekolah.

5. Badan Kepegawaian Daerah, menangani masalah yang berhubungan dengan hasil evaluasi program induksi dan rekomendasi terhadap guru pemula, yang mana atas hasil evaluasi dan rekomendasi ditemukan bahwa seorang guru pemula dinilai gagal melaksanakan program induksi.

6. Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan, menangani masalah yang berhubungan dengan sosialisasi, regulasi, dan implementasi program induksi termasuk penyediaan program pendampingan bagi daerah yang belum mampu melaksanakan program induksi sepenuhnya sesuai ketentuan yang berlaku.

Read Full Post »

Informasi kali ini tentang tips mengembalikan file yang terhapus, baik di HardDisk maupun terutama di FlasDisk.

Anda bisa menggunakan SOFTWARE GRATIS yang bernama Turbo File Uneraser Ver. 1.1: si kecil jitu (556 KB) yang pintar mengembalikan data yang terhapus. Software ini memiliki kemampuan mengembalikan data yang terhapus meskipun tidak menjamin 100% data anda kembali lagi.

Coba kunjungi:

http://www.fdrlab.com

Silakan mengunduh software yang berlisensi freeware ini. Hanya saja walaupun GRATIS tetapi saat anda mau menggunakan aplikasinya maka KODE REGISTRASI tetap diminta, di mana kode tersebut dapat diperoleh SECARA GRATIS di:

http://www.fdrlab.com/software/register.php

TFU kelihatannya sederhana, tapi kerjanya cukup hebat sebab beberapa kali dpaat mengembalikan file anda yang terhapus. Cara menggunakannya:
1. Pilih drive yang sebelumnya menampung file yang terhapus
2. Klik tomobol Start Scan
3. Lihat hasil serta informasi lengkap file yang ditemukan termasuk status sang file. Kalau file tersebut misalnya berstatus \’bad\’, maka tetap bisa direstore walaupun nggak 100%
4. Pilih file yang mau di \’unerased\’ dengan klik tombol \”unerased seleted file\”
5. Sebuah box kode registrasi muncul. Masukkan registrasinya yang telah anda dapat di
http://www.fdrlab.com/software/register.php

Read Full Post »

Animasi sering yang bergerak.. tapi tidak bisa merubah bentuk, karena pake cara manual. Sekarang saya coba pake cara mengimport dari Layer .. jadi kita bisa ubah-ubah bentuknya sebelum dijadiin animasi. bingung ya? langsung aja deh..

Buka dokumen baru :

animasi13

Klik CUstom Shape tool , pake yang Heart  yaa.. biar bagus.. hehe

animasi21

Klik Path selection tool… Klik kanan gambar heart lalu pilih Make selection..

animasi31

Buat layer baru.. pake gradient tool untuk warnain Heart tadi.

Settingannya gini :

animasi41

DUplikat gambar heart dengan menekan tombol CTRL + J .. lalu Kecilin.. jangan lupa sambil tekan tombol SHIFT + ALT biar letak hasil pengecilan nya tetep. ( bahasanya ribet amat ya..)

animasi51

Duplikat lagi layer yang barusan jadi.. lalu kecilin lagi.. cara nya sama ya..

animasi61

Duplikat sekali lagi..dan kecilin

animasi71

Sekarang buat layer baru diatasnya layer background.

animasi81

Delete layer background. Klik kanan layer background > delete layer

Posisi terakhir di Layer Palette

animasi91

Sekarang buka jendela Animasi .. Klik Windows> animation

animasi101

Klik Tombol menu yang ada dipojok jendela animasi lalu Klik Make Frames from Layer.

animasi111

Semua layer terbagi rata berdasarkan Urutan dari layer bawah ke layer atas..

animasi121

Delay Time nya Jadiin 0,1 second semua.

Hapus Frame yang kosong.. alias gak ada gambar nya alias blank.

animasi131

Sekarang Save Hasilnya.. Klik File > Save for web & Devices

animasi14

Hasilnya :

hasil

Selamat mencoba..

Read Full Post »

Dalam modul ini kita akan belajar membuat animasi gif sederhana menggunakan Photoshop dan ImageReady.

Sebelumnya Anda pasti sudah mengetahu animasi GIF bukan? Animasi sederhana yang biasanya ada dalam ponsel Anda ataupun yang sering Anda lihat pada sebuah website, seperti banner. Cara membuat animasi GIF tidaklah sulit, ada banyak sekali software yang bisa Anda gunakan untuk membuat animasi GIF namun kali ini kita akan menggunakan perpaduan Photoshop dan ImageReady.Meskipun animasi yang akan kita buat sangat sederhana namun ini merupakan dasar dalam membuat animasi gif yang lain.

Ikuti langkah-langkah berikut ini :

  1. Buat file baru dengan ukuran 90 x 90 atau terserah selera Anda. Caranya pilih menu File > New atau tekan Ctrl + N.
  2. Buat lingkaran menggunakan Elliptical Marquee Tool atau tekan M. Jangan lupa menekan tombol Shift + Alt untuk membuat lingkaran.
    Membuat Animasi GIF
  3. Isi lingkaran tersebut dengan warna merah. Caranya : Tekan tombol Alt+Del untuk memasukkan warna yang sudah Anda pilih di Foreground Color.
  4. Duplikasi layer pertama ini dan buat 2 layer sejenis dengan warna kuning dan hijau sehingga nantinya kita akan memiliki 3 layer yang berisi lingkaran dengan warna merah, kuning dan hijau.
    Membuat Animasi GIF
  5. Buat agar ketiga layer terebut tidak terlihat/invisible. Caranya : Klik ikon mata yang ada di sebelah kiri layer.
  6. Setelah ini kita akan berlanjut menggunakan ImageReady. Pada toolbox bagian paling bawah, pilih Edit in ImageReady atau tekan Shift + Ctrl + M.
    Membuat Animasi GIF
  7. Setelah membuka ImageReady pastikan Anda sudah menampilkan Window Animation. Jika belum pilih menu Window > Animation atau tekan F7. Pastikan juga Window Layers telah muncul dan bila belum pilih menu Window > Layers atau tekan F11.
  8. Sekarang kita akan membuat animasi dari ketiga layer yang telah kita buat di Photoshop sebelumnya. Cara membuatnya tidak jauh beda dengan animasi pada umumnya namun disini kita akan membuat sebuah animasi sederhana. Perlu diketahui, inti dari apa yang akan kita lakukan adalah permainan layer.
    Sekarang lihat pada Window Animation, disana ada sebuah layer, pada layer pertama inilah kita akan memulai membuat animasi. Tampilkan layer lingkaran berwarna merah pada Window Layers, caranya tinggal klik untuk menampilkan ikon mata.
    Membuat Animasi GIF
    Maka tampilan frame pertama dalam Window Animation adalah seperti gambar berikut :Membuat Animasi GIF
  9. Sekarang kita akan menambahkan frame pada Window Animation, caranya klik icon Duplicates current frame dan sebuah duplikasi dari frame pertama telah terbuat. Selanjutnya pada Window Layers, tampilkan layer lingkaran berwarna kuning dan nonaktifkan layer berwarna merah.
  10. Langkah terakhir, buat lagi frame baru pada Window Animation, pada Window Layers aktifkan layer lingkaran berwarna hijau dan nonaktifkan layer lingkaran berwarna kuning.
  11. Atur timing dari masing-masing frame di Window Animation dengan meng-klik tulisan waktu yang ada di bagian bawah frame.
    Membuat Animasi GIF
  12. Coba Anda jalankan animasi sederhana yang telah Anda buat dengan cara klik ikon Plays/stops animation.
    Membuat Animasi GIF
  13. Setelah semuanya selesai jangan lupa untuk menyimpan hasil kerja Anda.

    Ingat!
    Untuk menyimpan file PSD dari latihan Anda kali ini, jalankan cara seperti biasa, File > Save.
    Untuk menyimpan hasil kerja Anda menjadi animasi GIF, jalankan File > Save Optimized As…

Setelah ini Anda bisa mencoba membuat animasi dengan melakukan perpindahan gerak, perubahan warna, perubahan ukuran, dan sebagainya.

Read Full Post »

Organisasi tradisonal dengan kerangka kerja planning, organizing, leading and controlling atau dapat disebut pendekatan manajemen fungsional dikenal

berhasil membantu pekerjaan para manajer di era tahun 1960 dan 1970. Namun, di era organisasi saat ini dan di masa mendatang yang menekankan topik-topik baru seperti diversity, globalization, quality, ethics, social responsibility, entrepreneurship and organizational learning (keanekaragaman, globalisasi, kualitas/mutu, etika, tanggungjawab sosial, kewirausahawanan dan perubahan organisasi) tidak cocok bila menggunakan organisasi tradisional tersebut. Perubahan organisasi tradisional memasuki organisasi baru ditandai dengan perubahan dari “command and control” ke berbagai visi, pemberdayaan, dan tim kerja (Primiana, 2001 : 51).

Sehubungan dengan situasi tersebut, sekaligus juga merupakan dorongan permasalahan di bidang pendidikan, maka visi pendidikan hendaknya diarahkan untuk menyesuaikan terhadap perubahan paradigma tersebut. Pelaksanaan pendidikan selama ini yang banyak diwarnai dengan pendekatan sarwa negara (state driven) di masa yang akan dating harus berorientasi pada aspirasi masyarakat (putting customers first). Pendidikan harus mengenali siapa pelanggan, dan dari pengenalan ini pendidikan memahami apa aspirasi dan kebutuhannya (need assessment). Setelah mengetahui asprirasi dan kebutuhan mereka, baru ditentukan sistem pendidikan, macam kurikulumnya, dan persyaratan pengajarnya (Hamzah B. Uno, 2007 : 5).

Pada tataran organisasi, maka keberadaan Kepala Sekolah sebagai seorang pimpinan menjadi sangat strategis perannya dalam rangka pengelolaan sekolah sesuai dengan tuntutan perubahan tersebut. Tuntutan masyaratkan sebagai pelanggan menjadi fokus utama dalam memberikan pelayanan yang terbaik bagi kebutuhan pendidikan masyarakat. Dalam kerangka ini, maka manajemen berbasis sekolah merupakan acuan yang didasarkan pada Standar Pelayanan Pendidikan (SPP).
Kepala Sekolah selaku supevisor pendidikan memiliki fungsi mengarahkan, membimbing dan mengawasi seluruh kegiatan pendidikan dan kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan guru yang ditujang oleh pegawai di sekolah. Kepala Sekolah hendaknya melakukan obeservasi yang terus menerus tentang kondisi-kondisi dan sikap-sikap di kelas, di ruangan guru, di ruang tata usaha dan pada pertemuan-pertemuan staf pengajar. Maksudnya untuk memberikan bantuan pemecahan atas kesulitan-kesulitan yang dialami guru dan pegawai serta melakukan perbaikan-perbaikan baik langsung maupun tidak langsung mengenai kekurangan-kekurangannya, sehingga secara bertahap kualitas dan produktivitas kegiatan belajar mengajar yang dilakukan staf kepala sekolah, guru di kelas, kinerja wali kelas, dan pegawai tata usaha akan menjadi semakin baik secara berkelanjutan.

Kepala Sekolah memiliki tugas dan tanggung jawab, serta wewenang yang berat dalam rangka mengelola sekolah. Keberhasilan sekolah yang dipimpinnya sangat ditentukan oleh kepemimpinannya. Supervisi merupakan peran yang strategis bagi Kepala Sekolah dalam melakukan fungsi manajemen dalam pengawasan (controlling), pembinaan dan pengembangan (development) bagi anggota organisasi. Kepala Sekolah sebagai pimpinan dalam menjalankan fungsinya perlu efektif dan efesien. Dalam hal ini, selama proses aktivitas organisasi sekolah tersebut dilakukan, maka Kepala Sekolah dituntut untuk dapat menjalankan supervisi sebagai salah satu peran strategisnya dalam melakukan pengelolaan sekolah.
Efektif berarti dampak positif yang dihasilkan dari melaksanakan supervisi, yang ditunjukkan dengan peningkatan kemampuan dalam organisasi. Hal ini diukur dengan : 1. Job satisfaction/kepuasan kerja, 2. Commitment/komitmen, 3. Job performance/kinerja pekerjaan, dan 4. Increased confidence/meningkatnya kepercayaan (Siagian, 2004 : 44).
Bertitik tolak dari penjelasan di atas, maka pentingnya melakukan supervisi oleh kepala sekolah perlu dilaksanakan secara efektif, agar kinerja sekolah yang dikelolanya dapat lebih meningkat.

Bagaimana Strategi Supervisi
Setiap kegiatan organisasi sekolah haruslah dilakukan pengawasan oleh kepala sekolah. Hal tersebut penting karena tanpa pengawasan maka seluruh kegiatan program sekolah tidak akan berhasil secara baik. Dalam hal ini, apabila terdapat penyimpangan-penyimpangan tidak dapat diketahui secara dini dan detail. Peran dari Kepala Sekolah dalam hal ini menjadi sangatlah penting, dengan kata lain bahwa keberhasilan dalam melaksanakan supervisi sangat ditentukan oleh keterampilan-keterampilan supervisor.
Supevisi berasal dari kata “super” dan “visi” yang mengandung arti melihat dan meninjau dari atas atau menilik dan menilai dari atas yang dilakukan oleh atasan terhadap aktivitas, kreativitas, dan kinerja bawaha (Mulyasa, 2003 : 154).
Dari pengertian ini, tampak bahwa fungsi pokok Kepala Sekolah dalam kedudukan sebagai supervisor adalah membantu guru-guru dalam memecahkan masalah-masalah pendidikan dan pengajaran serta membantu mengembangkan kemampuan profesionalnya, sehingga guru dapat tumbuh dan bertambah cakap dalam menerapkan metode dan teknik mengajar guna meningkatkan kualitas hasil belajar siswa. Fungsi supervisor diatas, mencakup pembinaan dan pengawasan efisiensi pelaksanaan tugas, efektifitas penggunaan metode dan teknik mengajar serta produktivitas pendayagunaan sarana prasarana belajar. Dengan demikian, supervisi bersifat memberikan bimbingan dan memberikan bantuan kepada guru maupun staf sekolah lainnya dalam mengatasi kesulitan. Supervisi bukan mencari-cari kesalahan akan tetapi dalam melakukan supervise Kepala Sekolah harus menitik beratkan perhatiannya pada segala langkah yang telah diputuskan bersama.
Namun demikian, dalam pelaksanaannya kepala sekolah dituntut untuk memiliki kemampuan dan keterampilan dalam melaksanakan supervisi, bukan karena atasan namun lebih kepada bagaimana bawahan mau melaksanakan kegiatan/aktivitas pekerjaanya sesuai prosedur-prosedur atau aturan, serta tanggung jawabnya sebagai bawahan. Oleh karena itu, agar pelaksanaan supervisi dapat mengembangkan kebersamaan seluruh anggota organisasi dalam upaya meningkatkan kinerja sekolah, maka supervisi perlu dilakukan secara efektif.
Dalam kaitannya dengan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), supervisi lebih ditekankan pada pembinaan dan peningkatan kemampuan dan kinerja tenaga kependidikan di sekolah dalam melaksanakan tugas. Oleh karena itu, diperlukan pemahaman yang lebih luas tentang supervisi.
Supervisi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari seluruh proses administrasi pendidikan yang ditujukan terutama untuk mengembangkan efektivitas kinerja personalia sekolah yang berhubungan dengan tugas-tugas utama pendidikan. Melalui perbaikan dan pengembangan kinerja profesional yang menangani para peserta didik. Melalui perbaikan dan pengembangan kinerja mereka diharapkan usaha pembimbingan, pengajaran dan pelatihan peserta didik juga dapat berkembang, serta secara langsung dapat meningkatkan efektivitas proses belajar mengajar (Pidarta, 1988 dalam Mulyasa, 2003 : 155).

Untuk dapat menghasilkan supervisi yang berkualitas, maka diperlukan strategi dalam pelaksanaan supervisi tersebut. Strategi yang diterapkan dalam rangka pelaksanaan supervisi yaitu :
plan (merencanakan)—-> do (melaksanakan)——–>cheq (umpan balik)—–>plan (rencanakembali)

Kesimpulan/Rekomendasi:
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka beberapa hal penting dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Supervisi merupakan kegiatan penting yang dilakukan oleh Kepala Sekolah, untuk mengetahui sejauhmana keberhasilan aktivitas organisasi/sekolah telah dilaksanakan
2. Untuk memberikan hasil yang optimal, maka supervisi perlu dilakukan secara efektif. Dimulai dengan langkah perencanaan (plan), pelaksanaan (do), dan evaluasi (cheq) atau umpan balik (feed back)
3. Dengan melaksanakan supervisi secara efektif, maka akan meningkatkan kinerja sekolah, yang pada gilirannya dapat
meningkatkan kepercayaan masyarakat (loyalitas orang tua kepada sekolah)
4. Pelaksanaan supervisi secara efektif, masih terdapat kendala, antara lain : adanya tugas kedinasan Kepala Sekolah yang mendesak dan urgen padahal program/schedul supervisi sudah dibuat.

B. Rekomendasi
Bertitik tolak dari penjelasan pembahahasan dan kesimpulan yang telah sebutkan, maka beberapa hal dapat direkomendasikan sebagai saran, sebagai berikut :
a. Supervisi efektif sangat penting, oleh karena itu sekolah-sekolah perlu mengembangkannya di tingkat MKS
b. Supervisi efektif masih perlu dikembangkan untuk mencari strategi dan metode yang lebih baik agar pelaksanaannya mencapai tujuan
secara efesien.

Read Full Post »

Supervisi berasal dari kata “Super” yang artinya atas dan “vision” artinya pandangan yang cermat. Supervisi berarti pandangan atau pengamatan dari atasan secara cermat dan teliti tentang apa yang sedang dilakukan bawahan. Supervisi bersifat memberikan bimbingan dan memberikan bantuan kepada guru maupun staf sekolah lainnya dalam mengatasi kesulitan. Supervisi bukan mencari-cari kesalahan akan tetapi dalam melakukan supervise Kepala Sekolah harus menitik beratkan perhatiannya pada segala langkah yang telah diputuskan bersama. Supervisi instruksional hendaknya mencerminkan adanya hubungan yang baik antara supervisor dengan disupervisi. Dengan kata lain dalam pelaksanaan supervise dapat tercipta suasana kemitraan yang akrab. Hal ini akan menciptakan suasana demokratis, sehingga orang yang disupervisi tidak merasa sungkan dan segan dalam mengemukakan pendapat dan menyampaikan berbagai kesulitan yang dihadapi atau kekurangan yang dimiliki untuk mendapatkan bimbingan dari supervisor instruksional.
Istilah supervisi sebenarnya banyak dipakai dalam berbagai bidang pekerjaan, sehingga yang disebut supervisor adalah orang yang memiliki jabatan lebih tinggi dan memiliki kewenangan untuk melakukan pembinaan dan pengawasan kepada bawahannya agar lebih produktif dalam melaksanakan pekerjaannya. Bila yang melakukan supervisi itu adalah Kepala Sekolah berarti yang diamatinya adalah guru dan tenaga kependidikkan lainnya. Oteng Sutisna (2001), menjelaskan bahwa supervisi adalah segala usaha Kepala Sekolah dalam memimpin guru dan tenaga kependidikan lain untuk melakukan perbaikan pengajaran, menstimulasi pertumbuhan profesional dan perkembangan diri para guru; serta menyeleksi dan merevisi tujuan-tujuan pendidikan, bahan pengajaran dan metode mengajar serta evaluasi pengajaran.
Tampak bahwa fungsi pokok Kepala Sekolah dalam kedudukan sebagai supervisor adalah membantu guru-guru dalam memecahkan masalah-masalah pendidikan dan pengajaran serta membantu mengembangkan kemampuan profesionalnya, sehingga guru dapat tumbuh dan bertambah cakap dalam menerapkan metode dan teknik mengajar guna meningkatkan kualitas hasil belajar siswa. Fungsi supervisor diatas, mencakup pembinaan dan pengawasan efisiensi pelaksanaan tugas, efektifitas penggunaan metode dan teknik mengajar serta produktivitas pendayagunaan sarana prasarana belajar.
Supervisi merupakan bantuan para Kepala Sekolah yang ditujukan kepada guru-guru dan tenaga kependidikan lainnya agar terjadi peningkatan kemampuan profesionalnya, bantam pendidikan dan pengajaran, memilih alat Bantu pengajaran dan metode-metode mengajar yang sesuai serta teknik penilaian yang tepat. Kegiatan pokok supervise adalah melakukan pmbinaan kepada guru agar kualitas pembelajarannya meningkat yang dapat dilihat dai prestasi belajar siswa dan kualitas lulusan sekolah itu (Suharmini, 2004). Supervisi ialah suatu aktivitas pembinaan yang direncanakan untuk membantu para guru dan guru sekolah lainnya dalam melakukan pekerjaan mereka secara efektif Supervisi bermaksud mengadakan pebaikan-perbaikan kearah peningkatan mutu pendidikan dengan cara mempengaruhi guru, demi mempertinggi kegiatan belajar siswa. Supervisi memiliki hubungan erat dengan kegiatan pembelajaran (instruksional), karena secara khusus bertujuan untuk meningkatkan kualitas hasil belajar siswa, akan tetapi tidak berhubungan langsung dengan siswa (Purwanto, 1990)

Supervisi merupakan salah satu tahap dalam melaksanakan fungsi manajemen pendidikan, yakni pengawasan (controlling) dan pembinaan terhadap unsure manusia yang terlibat dalam manajemen pendidikan. Dengan demikian, supervisi memiliki hubungan langsung dengan manajemen sumber daya manusia. Supervisi mengandung tiga hal penting yakni sebagai berikut :
1. Supervisi instruksional merupakan suatu kegiatan yang terprogram secara matang, bukan kegiatan asal-asal dan merupakan bagian dari kegiatan pokok organisasi pendidikan atau sekolah
2. Supervisi instructional merupakan perbuatan mempengaruhi guru-guru aga melakukan perubahan-perubahan dalam mengelola kegaitan mengajar, sehingga memberikan kemudahan belajar bagi para siswa, akan tetapi tidak langsung berhubungan dengan siswa.
3. Supervisi Kepala Sekoalah bertujuan untuk mempetinggi kualitas hasil belajar siswa dalam rangka mencapai tujuan organisasi pendidikan atau sekolah.

Instuctional Supervisoy behavioer is assumed to be an additional behavior formally provided by organization or the purpose of interacting with the teacher behavior system in such a way as to maintain change, and improve the provision and actualization of learningopportunitites for students Neagley dn Evan, 180, 2). Hal ini menunjukkan bahwa supervise instructional adalah kegiatan formal dari organisasi pendidikan sekolah) yang merupkan proses interaksi dengan memperbaiki kondisi-kondisi yang memungkinkan siswa dapat belajar lebih baik. Hal ini serpa dengan pendapat Purwanto yang mengatakan supervise pengajaran ialah kegiatan-kegiatan kepengawasan yang ditujukan untuk memperbaiki kondisi-kondisi baik personil maupun materil yang memungkinkan terciptanya tercapainya tujuan pendidikan (Purwanto,1990)
Kini jelas bahwa yang menjadi dasa pelaksanaan supervisi instruksional (supervise pembelajaran) adalah tujuan organisasi sekolah dan kebutuhan guru-guru. Sedangkan yang menjadi arahnya adalah perilaku mengajar guru dan seterusnya ditujukan untuk peningkatan perilaku belajar siswa demi tercapainya peningkatan kualitas hasil (output) organisasi yang lebih baik. Tujuan organisasi dan kebutuhan-kebutuhan guru diidentifikasikan sebagai sumber supervise instructional. Seoang supervisor, baik pengawasan ataupun Kepala Sekolah hendaknya lebih intelegen, sensitive, cermat, teliti dan terampil serta penuh pertimbangan dalam melakukan tugasnya. Kepala Sekolah sebagai supervisor senantiasa berhubungan dengan guru yang memiliki kemampuan, kepribadian dan karakter yang berbeda-beda, dalam melakukan peningkatan perilaku mengajarnya kearah yang lebih baik.
Tujuan akhir perilaku supevisi instruksional adalah perilaku belajar siswa. Perilaku supervisi instruksional merupakan sub sistem dari sistem organisasi pendidikan yang benar-benar direncanakan dan dilaksanakan dengan arah dan alur yang teratur.

Perilaku supervisi ————> PERILAKU ——>Perilaku BELAJAR
Intruksional

Gambar diatas, menunjukkan bahwa perilaku supervise instruksional langsung mempengaruhi perilaku guru dan perilaku guru mempengaruhi perilaku belajar siswa, agar mencapai hasil belajar yang optimal. Oleh karenanya, keberhasilan perilaku supervise instruksional dapat dilihat dai efektifitas perilaku guru dalam mengubah perilaku belajar siswa, apakah berhasil secara optimal sesuai tuntutan dan harapan organisasi pendidikan (sekolah).
Perilaku supervise instruksional dilaksanakan dengan berlandaskan pada barbagai teoi yang mapan. Menurut berbagai penelitian yang dikemukakan lfonso, teori-teori yang diimplikasikan pada perilaku supervise instruksional terdiri dari lima bidang disiplin ilmu pengetahun, yakni teori organisasi organization heory), teori kepemimpinan (leadership theory), teori komunikasi Communication heory), teori keputusan (decision theory) dan teori perubahan (Change theory).
Perilaku supervise instruksional (Instruction Supervision Behavior) merupakan salah satu sub sistem perilaku dari tujuh sub sistem perilaku lainnya yang kesemuanya merupakan perilaku utama pada sistem perilaku organisasi pendidikan.
Kepala Sekolah sebagai seorang supevisor, dengan mengimplikasikan kelima teori diatas, diharapkan dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawab dengan baik. Adapun tugas dan tanggung jawab Kepala Sekolah (Willian and Jhon, 1980 : 24). Mencakup :
a) Planning, secara individu maupun dalam kelompok membantu mengembangkan program dan kebijakan yang lain membuat keputusan dan petunjuk pelaksanaannya.
b) Adaministation; melalui kerjasama dengan yang lain membuat keputusan dan petunjuk pelaksanaannya.
c) Supervision; memperbaiki kualitas pembelajaran melalui pertemuan/konsultasi.
d) Curriculum Development; Berpartisipasi secar aktif dalam menentukan tujuan-tujuan, pedoman persiapan pembelajaran dan memilih alat bantu pembelajaran.
e) Demonstration Teaching; Mendemonstrasikan metode dan alat bantu pembelajaran dalam membantu guru dikelas.
f) Research; Melakukan survey yang teratur, mengadakan percobaan-percobaan, pnelitian, eksplorasi tentang masalah-masalah yang actual dan memberikan saran-saran perbaikan yang praktis.

Sementara Harris dalam Neagley dan Evans (1980:9) mengemukakan sepuluh tugas supervisor, yakni sebagai berikut :
1) Developing Curiculum; membuat petunjuk penjabaran kurikulum, menetapkan target yang harus dicapai, merencanakan satuan-satuan pengajaan dan mengupayakan adanya tempat-tempat pelatihan.
2) Organizing Instruction; menentukan tujuan pembelajaran, membentuk kelompok-kelompok belajar, merencanakan penjadwalan penggunaan kelas, merencanakan kegiatan-kegiatan dan membuat pengaturan jadwal mengajar.
3) Providing Staff; menyiapkan stas pengajar mulai penerimaan, pemeliharaan, penyeleksian sampai penempatan dalam tugasnya.
4) Providing Facilities; Menyiapkan fasilitas peralatan untuk pengajaran termasuk menyiapkan tempat khusus peralatan pengajaran tersebut.
5) Providing Materials; Menyiapkan bahan-bahan untuk pelaksanaan kurikulum.
6) Ranging for In-Service Education; Merencanakan dan melaksanakan pelatihan untuk meningkatkan kinerja para staf pengajar.
7) Orienting Staff Mambers; Memberikan informasi penting kepada para staf pengajar mengenai Fasilitas yang ada, teman sekerja dan lingkungan masyarakat.
8) Relating Special Pupil Service; mengadakan koordinasi yang baik dengan siswa untuk mendukung proses belajar mengajar yang optimal.
9) Develoving Public Relations; Mengadakan penjelasan kepada masyarakat khususnya orang tua murid mengenai pembelajaran.
10) Evaliating Instruction; merencanakan, menyusun instrument, mengatur, melakukan pencarian data, menganalisa, dan membuat keputusan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.

Terdapat rumusan 10 (sepuluh) tugas utama supervisor, yakni sebagai berikut :
1) Membantu guru agar mengerti para siswa
2) Membantu mengembangkan dan memperbaiki baik secar individu maupun bersama seluruh guru.
3) Membantu staf sekolah agar efektif dalam menyajikan materi
4) Membantu guru meningkatkan cara-cara mengajar yang lebih efektif.
5) Membantu guru secara individual
6) Membantu guru agar dapat menilai siswa lebih baik
7) Menstimulir guru agar dapat menilai dirinya dan pekerjaannya sendiri
8) Membantu guru agar mereka dapat bergairah dalam pekerjaan dengan penuh rasa aman.
9) Membantu guru dalam melaksanakan kurikulum di sekolah
10) Membantu guru agar mereka dapat memberi informasi yang seluas-luasnya kepada masyarakat tentang kemajuan sekolah.

Memperhatikan tugas-tugas seseorang supervisor termasuk Kepala Sekolah sebagaimana telah diuraikan diatas, sangatlah berat dan kompleks karena menyangkut seluruh aspek yang terkait dalam pencapaian tujuan organisasi sekolah. Untuk itu, seorang supervisor termasuk supervisor instruksional perlu dimiliki keteampilan-keterampilan dalam melaksanakan tugasnya. Keterampilan-keterampilan tersebut dikelompokkan ke dalam tiga dimensi yakni dimensi kemanusiaan (human), dimensi pengelolaan (Managerial) dan dimensi teknis (Technical). Ketiga dimensi keterampilan ini dalam pelaksanaannya tidak dapat bediri sendiri, akan tetapi satu sama lain saling berkaitan dan saling melengkapi sehingga merupakan satu kesatuan. Artinya supervise merupakan perbauran dari ketiga dimensi keterampilan tersebut. Ketiga dimensi keterampilan ini, tidak hanya diperlukan pada supervise instruksional saja akan tetapi juga diperlukan pada profesi atau pekerjaan lain dalam organisasi pendidikan (Sekolah) seperti Administrasi, pengembang/Pelatih staf, Guru, Direktur Kurikulum serta Petugas bimbingan dan penyuluhan.
Human Skills adalah kemampuan bekerja secara efektif di dalam kelompok dan kemampuan menciptakan kerjasama diantara anggota-anggotanya dalam kelompok tersebut. Termasuk dalam human skills ini adalah kemampuan memotivasi dan mempengaruhi orang lain untuk bekerjasama meningkatkan efektifitas kerja dan mau menerima pembaharuan. Dimensi keterampilan human skills pada perilaku spervisi instruksional dijabarkan sebagai berikut :
a) Memberikan respon berdasarkan perbedaan individu
b) Mengdiagnosa kemampuan dan potensi individu
c) Mengembangkan kemampuan dan potensi individu
d) Menyatakan kesepakatan tujuan
e) Membangkitkan kesepakatan tujuan
f) Melaksanakan diskusi kelompok
g) Memberi tanggapan terhadap kegiatan guru
h) Mengadakan rapat
i) Melaksanakan interaksi kooperatif
j) Menerima kesepakatan kelompok
k) Memecahkan konflik, merangsang kerjasama
l) Memberi contoh., model atau tauladan

Managerial skills adalah kemampuan untuk mengatur dan memelihara suasana uang kondusif dalam suatu unit kerja. Keterampilan ini mencakup kemampuan mengatur mekanisme kerja yang efektif diantara unit kerja yang lebih kecil dengan unit kerja induknya yang lebih besar. Fungsi-fungsi Managerial skills adalah merencanakan, mengatur staf, mengorganisasikan, mengontrol dan mengambil keputusan. Dimensi keterampilan managerial skills dalam supervise instruksional dijabarkan kedalam indikator-indikator sebagai berikut :
a) Mengenal karakteristik masyarakat sekitar
b) Mengakses kebutuhan guru
c) Mengadakan prioritas pengajaran
d) Menganalisa lingkungan pendidikan
e) Menggunakan sistem perencanan
f) Merancang alternative-alternatif yang berpasangan
g) Memonitor dan mengawasi kegiatan
h) Mendelegasikan tanggung jawab
i) Mengatur penggunaan waktu, mengalokasikan sumber-sumber
j) Mengurangi tekanan tugas-tugas
k) Mendokumentasikan kegiatan organisasi dan pengajaran

Technilcal Skills adalah kemampuan dan pengetahuan khusus supervisor dalam melaksanakan teknis supervise instruksional. Pekerjaan supervisor sangat lah erat kaitannya dengan sistem instruksional, berbeda dengan administrator dan manager yang bekerja pada tingkatan yang lebih tinggi dalam hirarki organisasi dan banyak menggunakan konsep umum serta keterampilan managerial. Supervisor bekerja menggunakan pengetahuan dan keterampilan-keterampilan khusus yang berkaitan dengan pembelajaan, yang diperoleh melalui pengalaman-pengalaman mengajar dan dilandasi teori-teori dan konse yang berkaitan dengan mengajar.
Dimensi keterampilan technical skills ini, merupakan keterampilan teknis instruksional yang mencakup :
a)Menentukan criteria untuk menyaring sumber-sumber pembelajaran
b)Menggunakan sistem observasi kelas
c)Menggunakan data hasil observasi
d)Merumuskan tujuan-tujuan pembelajaran
e)Mengkategorikan dan mengelompokkan tujuan-tujuan pembelajaran
f)Menerapkan hasil penemuan penelitian
g)Menganalisa pembelajaran
h)Mengembangkan sistem pembelajaran
i)Mengembangkan prosedur-prosedur evaluasi
j)Menganalisa tugas-tugas pembelajaran
k)Mendemonstrasikan keterampilan pembelajaran dan praktek

Mengacu kepada indikator setiap dimensi keterampilan yang merupakan indikator perilaku supervise sebagaimana telah diuraikan diatas, maka dapat dilihat apakah perilaku Supervisi Kepala Sekolah telah berjalan dengan efektif atau belum ?
Efektivitas Supervisi Kepala Sekolah dapat diukur dari seberapa banyak indikator-indikator tersebut dilaksanakan dengan baik.
Dalam hal ini, pola kepemimpinan supervisor yang efektif tercakup dalam cirri-ciri sebagai berikut :
1. Supervisi yang dilaksanakan umumnya bersifat terbuka dan membimbing bawahan secara rinci
2. Banyak waktu yang dicurahkan untuk kegiatan supervise dari pada tugas-tugas lain.
3. Sangat memperhatikan rencana kerja dan tugas-tugas khusus.
4. Banyak mempartisipasikan bawahan dalam mengambil keputusan
5. Melakukan pendekatan situasi yang memperhatikan bawahan secara individu dan sangat memperhatikan hasil kerja yang tinggi.

Sedangkan prinsip dan ciri-ciri supervise modern secara dirinci sebagai berikut :
a) Membangun dan memelihara hubungan antara yang baik diantara seluruh staf, dalam hal ini setiap individu diperhatikan sesuai dengan potensi yang dimilikinya.
b) Demokratis, artinya terbuka untuk menerima saran, pendapat dari bawahannya sepanjang pendapatnya sesuai dan mendukung tujuan organisasi. Demokratis bukan berarti acuh tak acuh, justru sangat dinamis, memahami dan peka terhadap bawahannya.
c) Menyeluruh, artinya mencakup seluruh program sekolah mulai dari Taman Kanak-kanak sampai sekolah yang lebih tinggi yang ada di Wilayah.

Berdasarkan uraian diatas, maka secara konseptual supervise instruksional Kepala Sekolah dapat didefinisikan sebagai aktivitas pembinaan, pembimbing dan pengawasan yang direncanakan untuk membantu para guru dan staf lainnya dalam melakukan tugasnya agar lebih berdayaguna dan berhasilguna. Perilaku seorang supervisor instrusional yang baik senantiasa berupaya untuk berbuat jujur, tegas, konsekuen, ramah, rendah hati, berkemauan keras dan rajin bekerja demi tercapainya tujuan instruksional yang telah ditentukan.
Memperhatikan teoi-teori diatas, maka dapat dirumuskan indikator supervise instruksional Kepala Sekolah sebagai berikut :
1. Hubungan manusiawi dengan guru mencakup: a. Memahami potensi guru, b. Mempartisipasikan guru, c. Membimbing guru, d. Memberikan kebebasan dalam mengemukakan pendapat, e. Mengakui prestasi dan hasil kerja guru, f. Mendorong untuk bekerja lebih baik, dan g. Memberi kesempatan promosi
2. Pengelolaan atau manajemen, mencakup: a. Merencanakan, b. Mengorganisasikan, c. Mengatur prosedur kerja, d. Memberikan arahan, e. Melaksanakan kegiatan, f. Mengontrol dan mengevaluasi
3. Kegiatan teknis, mencakup: a. Merumuskan program tahunan dan semester, b.Menyusun program pembelajaran, c. Melaksanakan kegiatan pembelajaran, d.Memilih buku sumber, e.Menentukan metoda dan media, f. Membuat program evaluasi, g.Menentukan program remidial, h. Membuat program tindak lanjut.

Read Full Post »

Peran Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Meningkatkan Kualitas Diri Guru, Sebuah Ancangan Kinerja Tinggi dengan Personal Quality Management Membangun Motivasi dan Kepuasan Kerja

Setiap Kepala Sekolah menghendaki sekolah yang dipimpinnya dapat mencapai kinerja yang tinggi, namun harapan ini tidak sedikit yang tidak tercapai. Hal ini dapat terjadi oleh karena berbagai alasan yang mendasarinya. Tantangan dan hambatan, serta kondisi lingkungan sekolah (fisik dan manusia) yang dipimpinnya merupakan faktor-faktor yang dapat menghambat tercapainya harapan yang dimaksud, apabila tidak dikelola dengan baik.
Sumber daya manusia guru, merupakan faktor terpenting dalam keberhasilan atau kegagalan dalam pencapaian tujuan tersebut. Guru yang memiliki motivasi yang tinggi merupakan harapan setiap Kepala Sekolah sebagai pemimpinnya. Namun, demikian harapan tersebut sangat ditentukan oleh kepiawaian Kepala Sekolah dalam memenejemeni sekolahnya. Sebab, guru adalah manusia yang dinamis, yang memerlukan ”perlakuan” atau perlu pengetahuan yang mumpuni yang dituntut oleh Kepala Sekolah dalam merencanakan, mengorganisir, mengarahkan dan mengontrol aktivitas sekolah secara keselutuhan.
Motivasi dan Kepuasan dalam bekerja menjadi sangat penting untuk mencapai keberhasilan kinerja guru dan sekolah. Keberadaan motivasi dan kepuasan kerja dalam diri seorang guru penting diketahui dan dipahami, untuk kemudian dikembangkan guna tujuan-tujuan organisasi. Tentu saja, pemanfaatan motivasi dan kepuasan kerja tersebut didasari atau dilandasi serta ditunjang dengan faktor-faktor pendukung lainnya, misalnya kedisiplinan, kesejahteraan, pemberdayaan, dan lain-lain. Bagaimana, motivasi dan kepuasan kerja tersebut dapat dibangun, inilah peran dan tanggung jawab Kepala Sekolah sebagai pemimpin, pembina dan pengayom di lingkungan sekolah.

Seperti kita tahu, manusia hidup diberikan berbagai kecerdasan untuk melaksanakan kehidupannya, yaitu berupa kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, kecerdasan menghadapi tantangan, kecerdasan spiritual, dan lain-lain. Semua kecerdasan tersebut, diyakini dapat mempengaruhi pembentukan kualitas pribadi manusia.
Dalam kehidupan, ada sementara orang yang merasa mempunyai banyak kecerdasan dalam merealisasikannya dalam hidup, ia justru banyak bersinggungan dengan banyak orang di tempatnya bekerja, membuat kehidupan orang lain tidak nyaman, tidak aman. Keberadaannya di dalam lingkungan kerja tidak menjadikan orang lain berkembang, justru sebaliknya hanya menjadi batu sandungan.
Tidak jarang pula, kecerdasan intelektual yang tinggi menjadikan seseorang sebagai aktor-aktor intelektual yang memperalat orang lain untuk memperkeruh suasana demi keuntungan pribadinya sendiri. Kepiawaian dalam mengelola kecerdasan emosi juga sering sengaja digunakan sebagai ”topeng-topeng” untuk melakukan ”manipulasi” perilaku yang berpotensi menghancurkan orang lain, ”menipu” pimpinan: berpura-pura baik, dan lain-lain.
Uraian tersebut merupakan bagian dari ”fitrah” manusia yang telah diberikan oleh Allah SWT tentang berbagai kecerdasan untuk manusia. Dalam dunia pendidikan, keadaan tersebut, juga dimiliki oleh setiap guru sebagai pribadi manusia. Semua hal-hal negatif dan berpotensi menjadi penghambat dalam melaksanakan pekerjaan mengajar selayaknya dihilangkan atau diminimalisir dengan kondisi dan perlakuan kepemimpinan Kepala Sekolah.
Kepala Sekolah sebagai pemimpin, memiliki kewenangan dan tanggung jawab untuk bagaimana mengelola dan membangun kecerdasan pribadi guru menjadi manusia yang ”piawai” mengelola dirinya untuk berkembang dan berkaryaguna bagi dirinya dan lingkungan organisasinya. Disinilah Kepala Sekolah, untuk berperan sebagai ”agent of change” dalam membentuk kepiawaian dalam meningkatkan ”Kualitas Pribadi” masing-masing guru, melalui Personal Quality Management to Development of Motivasi and Job Satisfaction” sehingga dapat mencapai High Performance.

Bagaimana Peran Kepala Sekolah?
Sebelum menjelaskan lebih jauh peran Kepala Sekolah dalam rangka meningkatkan kualitas pribadi setiap guru, sebagai titik awal perlu diketahuan dan dipahami tentang kualitas pribadi manusia, yaitu bahwa kita dapat mengembangakn kualitas pribadi manusia tidak hanya oleh peranan satu faktor saja. Ada banyak faktor yang dapat membuat kita dapat mengembangkan dan mengoptimalkan kualitas pribadi, yaitu pengetahuan, keterampilan, dan kehidupan mental yang meliputi sikap, sifat, karakter dan kepribadian. Namun demikian, perlu disadari bahwa kita merasa cukup puas apabila kita mempunyai aspek-aspek tersebut dengan sendirinya kita akan memperoleh kualitas dalam kehidupan pribadi. Kuncinya adalah keberanian untuk mencoba dan melakukan tindakan-tindakan positif secara nyata dari Kepala Sekolah, Go Action!!.
Untuk dapat mengimplementasikan aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap mental maka Kepala Sekolah harus membangkitkan pilar-pilar yang kuat yang dimiliki oelh setiap pribadi guru. Empat pilar tersebut meliputi: Kesadaran Diri, Pengaturan Diri, Pembiasaan Diri dan Evaluasi Diri. Keempat pilar tersebut merupakan suatu siklus yang saling terkait dan saling melengkapi satu sama lain, untuk kemudian membangun suatu motivasi diri masing-masing pribadi guru, sehingga memiliki ”Semangat kerja” dan ”Kepuasan kerja” yang tinggi, pada akhirnya mampu mencapai kinerja yang tinggi, ”High Performance”.

4 Pilar Membangun Kualitas Pribadi
PQM Motivasi 1Untuk membangun kualitas pribadi individu guru dalam upaya meningkatkan motivasi dan kerpuasan kerja dapat dilakukan dengan 4 pilar yaitu : Kesadaran Diri, Pengaturan Diri, Pembiasaan Diri dan Evaluasi Diri, diharapkan dengan terbentuknya pribadi yang berkualitas akan menghidupkan/mengungkit motivasi (Leverage to Motivation) dalam diri setiap guru yang pada akhirnya dapat memberikan semangat dan kepuasan dalam bekerja untuk mencapai hasil kerja yang tinggi (high performance).

PILAR 1: ”Kesadaran Diri”
Kesadaran diri yang dimiliki oleh setiap guru perlu dibangkitkan, melalui penyadaran ”kesadaran diri” tersebut, seseorang akan menyadarkan seseorang untuk mau melakukan introspeksi diri, bahwa kegagalan segala sesuatu harus dimulai dari diri sendiri, atas kehendak dirinya, dan berdasarkan pengendalian diri dalam diri sendiri. Dengan demikian, di dalam diri setiap individu guru ada kesadaran untuk memahami bahwa kualitas pribadi dapat berkembang dengan optimal apabila guru mempunyai kemauan untuk mewujudkannya.
Kesadaran diri yang dibangun seharusnya dapat membawa suatu pemahaman bahwa kualitas pribadi yang dimiliki merupakan hasil interaksi dari berbagai aspek yang ada di dalam diri setiap guru. Tidak hanya peranan dari aspek pengetahuan dan keterampilan saja, tetapi aspek kemauan yang merupakan kehidupan mentalitas justru lebih banyak akan menjadi dasar bagi pengembangan kualitas pribadinya. Jadi, apabila kesadaran mengenai berbagai aspek tersebut akan menentukan pengembangan kualitas dirinya, tentu saja diharapkan setiap guru juga mempunyai kesadaran bahwa setiap aspek tersebut harus selalu diasah supaya tetap dapat menyesuaikan diri dengan tuntutan perkembangan yang ada, baik di sekolah maupun di masyarakat.
Kesadaran diri untuk selalu memperbarui keadaan pengetahuan, dan kepribadian, merupakan suatu langkah untuk membangun kesadaran bahwa kesuksesan dalam bidang apapun tidak pernah akan tercapai apabila kita tidak mempunyai kesadaran tentang potensi-potensi yang dimiliki, baik berupa pengetahuan, keterampilan, ataupun kepribadian guru. Untuk mewujudkan kesuksesan tersebut Kepala Sekolah harus membangun kesadaran bahwa dibutuhkan suatu ”proses”, bukan semata-mata ditentukan oleh hasil akhir yang berhasil diraih oleh guru.

Pilar 2: ”Pengaturan Diri”
Pengaturan diri akan membawa konsekuensi bahwa setiap aktivitas yang dilakukan oleh guru senantiasa merupakan bagian dari kemampuannya melakukan pengaturan diri sendiri. Kita adalah subjek bagi diri sendiri, jadi tanggung jawab Kepala Sekolah adalah menyadarkan guru bahwa dia adalah subjek bagi dirinya sendiri. ”Sebelum mengatur orang lain, aturlah diri sendiri”, ungkapan yang sarat makna untuk menyadarkan guru bahwa untuk bisa mengatur siswa, maka kita harus mampu mengatur diri kita, dan bahwa segala sesuatu ada di tangan kita.
Pengaturan diri yang efektif dapat diukur apabila dalam diri kita ada kemampuan untuk menetapkan sasaran-sasaran yang akan dituju. Terutama sasaran-sasaran pribadi. Ini merupakan ”roh” yang akan membangkitkan kita untuk mau melakukan aktivitas-aktivitas konkret. Dengan adanya aktivitasp-aktivitas tersebut ini dapat terlihat dengan jelas bagaimana efektivitas guru dalam mengatur dirinya sendiri.
Kegagalan guru dalam mewujudkan sasaran-sasaran yang telah ditetapkan, kebanyakan bukan karena guru tidak mempunyai pengetahuan ataupun keterampilan. Banyak sasaran yang gagal dicapai oleh karena guru lebih banyak dikendalikan oleh berbagai macam emosi yang dimilikinya.
Jika demikian yang terjadi, aktivitas-aktivitas guru lebih banyak ditentukan oleh berbagai situasi emosi yang sedang dialami oleh guru. Sering terjadi, aktivitas-aktivitas yang dilakukan bukan berdasarkan tingkat kepentingan ataupun prioritas, tetapi lebih banyak hanya sebagai pelampiasan ekspresif dari keadaan emosi yang sulit dikelola dengan efektif. Memang tidak selamanya hal tersebut menghasilkan sesuatu yang buruk. Namun, apabila lebih banyak dikendalikan oleh keadaan emosional diri, hasilnya pun tentu saja tidak dapat dipertanggung jawabkan.
Kualitas pribadi akan terlihat dengan jelas ketika suatu tindakan ada sasaran yang jelas, dan tindakan tersebut dilakukan saat diri mampu mengelola emosi secara efektif, dan berdasarkan tingkat kepentingan melalui efektivitas kita dalam mengelola waktu yang ada.

Pilar 3: ”Pembiasaan Diri”
Pembiasaan diri akan membawa seseorang utnuk mengubah paradigma. Oleh karena itu, peran Kepala Sekolah mampu mengarahkan dan menuntun setiap guru untuk dapat melakukan pembiasan diri yang positif. Jadi, jika Kepala Sekolah menginginkan kualitas pribadi yang dimiliki guru berkembang, senantiasa harus bersedia melakukan perubahan-perubahan terhadap diri sendiri sebagai teladan sehingga guru akan mengikutinya, pada akhirnya guru dapat melakukan pembiasan dirinya, melalui penyesuaian diri dengan berbagai perkembangan yang terjadi di sekitarnya.
Semuanya dapat berjalan dengan baik apabila hal tersebut dijadikan oleh masing-masing guru sebagai kebiasan hidup. Persoalanya, dalam menyikapi perubahan seringkali hanya senang pada satu fokus untuk sekedar mengubah perilaku, sementara perubahan mentalitas yang dilakukannya belum sepenuhnya menjadi sasaran pembenahan.
Tidak mengherankan apabila perubahan yang terjadi di dalam diri seringkali hanya bertahan sementara waktu dan cenderung kembali ke pola-pola perilaku yang lama. Hal tersebut akan terjadi juga ketika setiap guru menyesuaikan diri hanya pada aspek perilaku, sementara aspek mentalitasnya belum siap menyesuaikan diri. Oleh karena itu, membiasakan diri dengan perubahan dan membiasakan diri untuk menyesuaikan diri harus terus diupayakan oleh Kepala Sekolah, sehingga akan menjadi suatu kebiasan.

Pilar 4: ”Evaluasi Diri”
Evaluasi diri merupakan aktivitas konkret yang seharunya dilakukan oleh setiap guru, untuk melihat sejauhmana efektivitas sikap dan tindakan guru, apakah menghasilkan sesuatu yang optimal bagi dirinya, orang lain, atau lingkungan kerja dan masyarakat.
Dalam evaluasi diri ini ada semacam kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap diri sendiri (self appraisal), meskipun harus juga melibatkan orang lain, tetapi intinya adalah masing-masing diri guru itu sendiri.
Dalam mengevaluasi diri, pertanyaan-pertanyaan yang seharusnya dikemukakan adalah: ”sudah optimalkah kita dalam menggunakan potensi-potensi yang dimiliki?, untuk itu di dalam setiap diri perlu ada keberanian untuk meminta umpan balik dari orang lain. Peranan kepala sekolah dalam hal ini, sangat berarti untuk memberikan umpan balik, karena dari orang lain sesungguhnya mereka dapat bercermin.
Kepala Sekolah perlu mengetahui dan ”pandai” untuk ”memancing” keberanian guru untuk membuka diri terhadap umpan balik, dalam bentuk kritikan pada dasarnya berguna untuk menumbuhkan kesadaran bahwa dengan itu guru berani mengevaluasi diri supaya potensi-potensi yang dimilikinya berkembang secara optimal.
Kemampuan evaluasi diri ini juga merupakan kesempatan bagi guru untuk kembali membangun kesadaran diri, melakukan pengaturan diri, dan melakukan pembiasaan diri dalam seluruh aspek yang ada di dalam diri, supaya dapat menjadi lebih berkembang untuk mewujudkan kualitas pribadi.

Pilar-pilar ini akan kuat apabila digunakan setiap saat, setiap sisi kehidupan. Peranan Kepala Sekolah dalam membangun dan mengembangkan kualitas pribadi melalui empat pilar tersebut dapat menciptakan guru yang memiliki kualitas pribadi yang kuat. Pada kebanyakan di sekolah, beberapa peran dan tugas penting hanya di”dominasi” oleh sekelompok kecil guru, misalnya oleh Staf dan Wakil Kepala Sekolah saja. Sedangkan, guru lain yang jumlahnya lebih banyak seringkali terabaikan.
Penelantaran ”kualitas pribadi” sebagian besar dari guru ini dapat menghambat pencapaian tujuan organisasi, oleh karena kerja secara team tidak dapat terjalin ”kompak”, seringkali justru memunculkan: sikap masa bodoh, saya tidak terlibat/dilibatkan, dan lain-lain. Sebaliknya, pilra-pilar ini akan menjadi kuat apabila Kepala Sekolah mau menggunakannya dalam setiap sisi kehidupan organisasi. Apabila hanya didiamkan saja padahal Kepala Sekolah mengerti dan tahu bahwa pilar-pilar itu sangat berperan dalam mengembangkan kualitas hidup, maka lambat-lambat laun pilar-pilar tersebut akan menjadi keropos dan menjadi rintangan dalam melaksanakan tugas-tugas yang diberikan oleh Kepala Sekolah kepada guru tersebut.
Pilar-pilar yang telah digambarkan dan dijelaskan tersebut, akan merupakan suatu siklus yang terus berjalan apabila terus dibangun dan dikembangkan oleh Kepala Sekolah untuk membangun dan mengerucut pada satu titik kulminasi yaitu motivasi. Jadi, apa yang dilakukan oleh Kepala Sekolah dalam mengembangkan ”kualitas diri” para guru tidak lain yaitu untuk membangun motivasi guru, melalui motivasi inilah akan dihasilkan aspek kepuasan kerja, dan keduanya akan mendorong guru untuk menghasilkan high performance (kinerja tinggi).

Read Full Post »

1. Pengertian dan Prinsip Belajar

a. Pengertian belajar

Pengertian belajar menurut Anita E. Woolfolk (1993) bahwa belajar terjadi ketika pengalaman menyebabkan suatu perubahan pengetahuan dan perilaku yang relative permanent pada individu.

Definisi Agih Syamsudin (1981) adalah perbuatan yang menghasilkan perubahan perilaku dan pribadi.

Santrock and Yussen (1994) menegaskan bahwa “learning is defined as a relatively permanent charge in behavior that occurs though experiences.” Ada 4 kata kunci dari definesi kata belajar yaitu perubahan, pengetahuan-perilaku-pribadi, permanent dan pengalaman. Secara komperhensif bahwa belajar merupakan aktifitas atau pengalaman yang menghasilkan perubahan pengetahuan, perilaku dan pribadi yang bersifat permanent.

Ada sejumlah karakteristik perbuatan belajar yang perlu diketahui yaitu:

1) Perubahan yang terjadi harus bertujuan (internasional) dalam arit disengaja atau disadari, bukan bersifat kebetulan.

2) Perubahn bersifat positif artinya bahwa perubahan itu menjadi lebih baik sebagaimana yang dikehendaki, sesuai dengan criteria yang telah disepakati baik siswa maupun guru.

3) Untuk dapat dikatakan sebagai belajar, perubahan harus benar-benar hasil pengalaman yaitu interaksi antara individu dengan orang lain sedangkan perubahan yang diakibatkan karena kematangan bukanlah dapat dikatakan sebagai belajar.

4) Perubahan bersifat efektif artinya bahwa belajar itu menghasilkan perubhan yang berarti secara fungsional baik untuk pemercahan masalah akademik maupun persoalan kehidupan sehari-hari bagi kelangsungan hidup individu.

Para ahli psikologi kognitif menekankan bahwa perubahan belajar adalah perubahan kognitif dan mereka yakin bahwa belajar adalah suatu aktivitas mental yang tidak dapat diamati secara langsung. Oleh karena itu ahli psikologi kognitif tertarik pada kegiatan-kegiatan yang tidak dapat diamati, seperti berfikir, mengingat, mencipta dan memecahkan masalah. Para ahli psikologi behavioral setuju bahwa perubahan akibat belajar adalah perubahan perilaku dan penekanan adanya factor eksternal terhadap individu. Sehingga perubahan individu dapat diamati begitu juga sebaliknya perubahan yang tidak dapat dilihat dan diamat tidak dapat digolongkan sebagai hasil dari aktifitas belajar. Para ahli psikologi gestalt menekankan bahwa perubahan akibat belajar adalah perubahan pribadi secara keseluruhan aritnya bahwa belajar tidak hanya dapat dilihat akibatnya hanya dari satu aspek tetapi secara keseluruhan aspek individu seperti pikiran, emosi, perilaku dan kepribadian secara total.

Dari pandangan diatas maka hasil perubahan belajar dapat diwujudkan dalam bentuk peningkatan pengetahuan (knowledge), penguasaan perilaku (kognitif, afektif, psikomotorik) dan perbaikan keseluruhan kepribadian.

2. Belajar sebagai Proses Terpadu

Belajar ini dipahami sebagai proses yang memungkinkan semua aspek yang meliputi aspek fisik, social, emosional, intelektual dan moral dapat terlibat secara aktif ketika kegiatan belajar itu berlangsung. Sehingga hal ini dapat memberikan sumbangan terhadap tujuan pendidikan nasional yaitu manusia yang berkualitas yang diwujudkan dengan tercapainya pembentukan manusia yang utuh.

Untuk dapat menampakkan keberadaan belajar sebagai proses terpadu ada hal-hal yang harus diperhatikan :

1) Belajar berfungsi secara penuh untuk membantu perkembangan individu seutuhnya. Individu dengan belajar dapat mencapai pertumbuhan dan perkembangan secara utuh tidak bersifat fragmentaris, memenuhi segala kebutuhan dirinya untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan irama perkembangan.

2) Belajar sebagai aktivitas pemerolehan pengalaman menempatkan individu sebagai pusat segala-galanya. Artinya bahwa pengalaman yang ada dilingkungan dapat dijaikan sebagai subyek belajar sehingga kegiatan belajar merupakan aktivitas yang menyenangkan dan memungkinkan semua aspek diri individu terundang untuk terlibat secara total dalam proses pembelajaran.

3) Belajar lebih menuntut kepada terciptanya suatu aktivitas yang memungkinkan adanya lebih banyak keterlibatan siswa secara aktif dan intensif yang dapat dilakukan dengan pemberian tugas proyek dan pendirian pusat-pusat belajar yang berperan sebagai pusat sumber belajar.

4) Belajar menempatkan individu pada posisi yang terhormat dalam suasana kebersamaan dalam penyelesaian persoalan yang dihadapi. Untuk itu diperlukan belajar kooperatif sebagai sub system dari system pengajaran dan pendidikan. Dengan belajar kooperatif akan merangsang individu mengoptimalkan dirinya dalam perkembangan intelektual.

5) Belajar sebagai proses terpadu mendorong setiap siswa untuk terus menerus belajar. Siswa belajar tidak hanya sebatas usaha mendapatkan informasi melainkan yang lebih penting adalah berusaha memproses informasi.

6) Belajar sebagai proses terpadu memberikan kemungkinan yang seluas-luasnya kepada siswa untuk memilih tugasnya sendiri, mengembangkan kecepatan belajarnya sendiri dan bekerja berdasarkan standar yang ditemukan sendiri. Siswa mendapat kebebasan sepenuhnya untuk menentukan posisi dan langkah yang tepat dan sesuai dengan kondisi obyektif dirinya. Siswa didorong untuk bertanggung jawab terhadap pengalaman belajarnya sendiri.

7) Belajar sebagai proses terpadu dapat berfungsi dan berperan secara efektif bila dapat diciptakan lingkungan belajar secara total yang tidak hanya memberikan dukungan fasilitas terhadap peningkatan pertumbuhan dan pengembangan semua aspek. Hal ini sangat didukung dengan keadaan lingkungan yang kondusif yang dapat memberikan kebebgasan siswa untuk melakukan berbagai explorasi dan kegiatan yang lebih berarti.

8) Belajar sebagai proses terpadu memungkinkan pembelajaran bidang studi tidak harus dilakukan secara terpisah, melainkan secara terpadu. Keterpaduan dilakukan antar komponen dalam suatu bidan studi tertentu dan antar bidang studi. Suasana keterpaduan diharapkan mampu membekali siswa kemampuan memecahkan masalah secara holistic.

9) Belajar sebagai proses terpadu memungkinkan adanya hubungan antara sekolah dan keluarga. Perlu disadari bahwa keberhasilan keseluruhan aspek anak tidak cukup hanya dengan sentuhan guru disekolah yang terbatas waktunya. Pendidikan anak dapat berhasil apabila proses pendidikan yang berlangsung terus menerus baik disekolah maupun diluar, terutama keluarga. Dengan demikian keterlibatan orangtua sangat berarti bagi keberhasilan pendidikan anak-anak.

3. Proses Psikologi Belajar Anak

Proses belajar anak merupakan sesuatu yang tidak mudah dipahami oleh orang lain (guru, maupun orang tua). Bias jadi saat anak bermain jual beli mereka belajar tentang matematika. Sebegitu misterinya sehingga tidak ada satu penjelasan yang sama. Ada beberapa teori yang mencoba memahami psikologis belajar anak, masing-masing teori berdasarkan filosofinya sendiri, teori-teori tersebut adalah

a. Teori Belajar Behavioral

Dalam teori ini terdapat sejumlah prinsip yaitu

1. Classical Conditioning

Adalah assosiasi respon yang otomatik terhadap stimulus yang baru. Yang diperoleh sebelumnya secara berulang-ulang. Disini bisa dikatakan bahwa prinsip continuity berperan penting, prinsip ini menegaskan bahwa apabila 2 peindraan terjadi bersama dan berulang-ulang maka keduanya menjadi saling terkait. Sehingga apabila 1 dari stimulus terjadi maka lainnya akan teringat pula sebagai hasilnya muncullah satu jawaban yang otomatis.

Melalui prinsip ini, manusia dan binatang dapat belajar merespon secara otomatik terhadap suatu stimulus yang sebelumnya tidak berefek/berefek yang berbeda. Respon sebagai hasil belajar dapat berupa: takut, senang dan respon fisiologis (ketegangan otot).

Contohnya pada experiment Ivan Pavlov tentang respon anjing untuk mengeluarkan air liur membuktikan bahwa anjing apabila diberi respon makanan maka anjing akan mengeluarkan air liur, disini makanan bisa dikatakan sebagai unconditional stimulus, air liur unconditional respons ketika hal itu terjadi secara otomatis. Experiment ke-2 pavlov membunyikan garpu tala saat itu juga anjing mengeluarkan air liur, tetapi disini anjing belum menerima makanan, dapat dikatakan suara garpu menjadi conditional stimulus, sedangkan air liur dikatakan conditioned respons.

Dengan prosedur classical conditioning dapat digunakan untuk membantu orang lain belajar menciptakan respon emosional yang adaptif, dengan cara :

§ Kaitkanlah kejadian yang positif dan menyenangkan dengan tugas belajar

§ Berikan bantuan kepada siswa untuk mengahadapi situasi yang penuh kecemasan secara sukarela

§ Bantulah siswa mengenal perbedaan dan kesamaan diantara situasi dimana mereka dapat mendiskriminasikan dan menggeneralisasikan

2. Operant Conditioning

Operant Conditioning adalah belajar dalam hal mana perilaku otomatis diperkuat atau diperlemah oleh consequence atau antecendence (santrock and Yussen;1992)

Penelitian operant conditioning menunjukkan bahwa perilaku dapat diubah melalui pengubahan antecendent, consequences atau keduannya.

Santrock dan Yussen menjelaskan bahwa ada perbedaan utama antara classical conditioning dengan operant conditioning.

1) Operant Conditioning selalu lebih baik daripada classical conditioning dalam menjelaskan respon yang voluntair (otomatis), sebaliknya classical conditioning lebih baik dalam menjelaskan respon yang tak otomatis.

2) Stimulus yang menguasai perilaku dalam classical conditioning menghulur perilaku, sementara stimulus yang menguasai perilaku dalam operant conditioning mengikuti perilaku.

Skinner menjelaskan operant conditioning sebagai bentuk belajar yang memungkinkan consequence perilaku mengarahkan perubahan terhadap kemungkinan kejadian perilaku.

Pengukuhan (reinforcement) untuk hadiah adalah suatu consequence yang meningkatkan kemungkinan suatu perilaku itu terjadi sebaliknya hukuman merupakan consequence yang menurunkan kemungkinan suatu perilaku itu terjadi. Pada dasarnya, pengukuhan itu kompleks dapat berbentuk positif dan berbentuk negative. Pengukuhan positif, frekuensi suatu respon meningkat karena respon itu diikuti oleh stimulus yang menyenangkan. Pengukuhan negative, frekuensi suatu respon meningkat disebabkan respon menghindar dari stimulus yang tidak mennyenangkan/membiarkan anak untuk menolah stimulus.

Ada beberapa susunan pengukuhan yang dapat meningkatkanefektifitas pengukuhan diantaranya interval waktu, pembentukan, penjadwalan, dan pengukuhan primer dan sekunder.

1) Belajar adalah lebih efisien dalam operant conditioning ketka interval stimulus dan 5responnya sangat singkat. Sejalan dengan aturan bahwaq belajar itu lebih memungkinkan ketika interval antara stimulus dan respon lebih berdasarkan detik daripada menit atau jam.

2) Pembentukan (shaping) adalah proses menghadiahi perkiraan perilaku yang dikehendaki. Shaping diharapkan untuk mengembangkan perilaku yang dikehendaki.

3) Penjadwalan pengukuhan adalah penjadwalan pengukuhan parsial dengan aturan-aturan yang menentukan kejadian ketika suatu respon akan dikukuhkan. Penjadwalan didasarkan sepenuhnya atas interval waktu dan frekwensi perilaku spesifik (pejadwalan rasio).pengukuhan parsial (partial reinforcement) adalah suatu penjadwalan pengukuhan dalam hal mana suatu respon tidak di kukuhkan setiap waktu ketika respon terjadi.

4) Pengukuhan primer dan sekunde. Pengukuhan primer melibatkan penggunaan pengukuhanyang dapai memuskansendiri tanpa melalui belajardari lingkungan. Adapun pengukuhan sekunder mendapatkan nilai positifnya melalui pengalaman, dengan demikian pengukuhan sekunder itu dapat dipelajari atau bersifat conditional.

Penggunaan hukun menurut Santrotock dan Yussen 1992;

a. Hukuman dapat mengarahkan kepada perilaku melarikan diri atau menghindar.

b. Ketikla suatu respon dikurangi dan dieliminer secara berhasil oleh hukuman dan tidak ada perilaku yang tidak disukai akan perilaku yang kena hukuman.

c. Seorang yang menjalankan hukuman yang berperan sebagai suatu model perilaku agresif.

d. Perilaku yang disukai mungkin dapat di eliminer sepanjang perilaku itu tidak disukai.

3. Pembentukan Kebiasaan (Habituation)

Santrock dan Yussen (1992) menegaskan bahwa pembentukan kebiasaan (habituation) adalah presentasi suatu stimulus yang terjadi berulang-ulang yang dapat menyebabkan kurangnya perhatian terhadap stimulus. Sebaliknya dishabitution adalah suatu minat bayi yang terbarui terhadap suatu stimulus.

Pengetahuan habituasi dan dishabituasi dapat bermanfaat bagi interaksi orang tua dan bayinya.

4. Peniruan (Imitation)

Konsep initasi yang dikemukakan oleh Albert Bandura yaitu bahwa imitasi terjadi ketika anak-anak belajar perilaku baru dengan melihat orang lain. Kemampuan belajar pola-pola perilaku mengobservasi dapat menghilangkan perilaku belajar yang trial dan error.

Eksperimen Bandura lainnya menggambarkan bagaimana belajar observasi dapat terjadi dengan melihat suatu perilaku model baik yang dikuatkan dengan hadiah maupun hukuman. Imitasi tidak akan secara otomatis terjadi padda setiap individu hanya dengan mengamati model perilaku tertentu. Tetapi perilaku yang disertai dengan pengukuhan cenderung memberikan pengaruh yang berarti bagi individu yang mengamati perilaku itu.

Proses spesifik yang mempengaruhi perilaku pengamat yang mengikuti perilaku model, antara lain:

Ø Perhatian (attention)

Atensi ke model sangat dipengaruhi oleh karakteristik pelaku perilaku model. Misalnya individu yang menarik, hangat, kuat, dan unik cenderung lebih menarik perhatian dari pada individu yang dingin, lemah, dan kurang menarik.

Ø Ingatan (retention)

Artinya bahwa untuk menghasilkan perilaku model. Menangkap suatu informasi dan menyimpannya baik-baik dalam ingatan, sehingga pada suatu saat dapat dengan mudah dimunculkan atau diingat kembali. Perbuatan deskripsi verbal secara sederhana dapat membantu upaya retensi.

Ø Reproduksi motorik

Individu yang menghadiri suatu perilaku model yang mengingatnya baik-baik apa yang ia amati, tetapi karena keterbaataasan dalam perkembangan motorik, maka mereka tidak mampu menghasilkan perilaku model.

Ø Kondisi pengukuhan atau insentif

Karena tidak ada pengukuhan yang tepat, kemungkinan gagal mengulang perilaku dapat terjadi walaupun tahu apa yang model katakana, dan menyimpan informasi yang didapatkan dengan sebaik-baiknya dan memiliki kemampuan motorik untuk melakukan hal yang sama

b. Teori Kognitif

1 Perbedaan pandangan Kognitif dan Behavioral

Pada dasarnya pandangan kognitif berbeda dengan pandangan behavioral dalam asumsinya tentang apa yang dipelajari. Berikut ini beberapa perbedaan antara pandangan kognitif dengan pandangan behavioral :

No.

Aspek Perbedaan

Pandangan Kognitif

Pandangan

Behavioral

1

Yang dipelajari

Pengetahuan dan perubahan dalam pengetahuan yang menyebabkan adanya perubahan perilaku

Perilaku baru itu sendiri yang dipelajari.

2

Pandangan terhadap pengukuhan

Pengukuhan sebagai umpan balik (feed back)

Pengukuhan memperkuat respon.

3

Fungsi pengukuhan

Mengurangi ketidakpastian dan mengarahkan pada rasa memahami dan mendalami

Memberi informasi tentang apa yang memungkinkan terjadi jika perilaku itu diulangi.

4

Metode yang digunakan untuk melakukan studi tentang belajar

Rentangan situasi belajar yang lebih luas.

Binatang yang dikontrol dalam laboratorium.

2 Pengetahuan dan Pandangan Kognitif

Woolfolk menyatakan bahwa pengetahuan adalahhasil belajar. Pendekatan kognitif menyaraqnkan bahwa salah satu elemen yang paling penting dalam proses belajar adalah apa yang individu bawa kedalam situasi belajar. Apa yang telah kita ketahuimenentukan apa yang akan kita pelajari, ingat, dan lupa. Pengetahuan menciptkan persepsi kita, memfokuskan perhatian kitaq dan merupakan penampang ingatan.

Pengetahuan penting untuk memahami dan mengingat informasi yang baru. Studi Recht Le4slie menyatakan bahwa pemilik dasar pengetahuan yang baik lebih penting daripada memiliki strategi belajar yang baik dalam memahami dan mengigat.

c. Teori Perkembangan Kognitif

Teori perkembangan ini menekankan pada pikiran rasional anak yang sedang berkembang dan tahap-tahap pikiran. Proses kognitif dipandang sebagai mediator penting daklam mengaitkan pengalaman lingkungan dengan perilaku anak. Pandangan Piaget, pikiran dipandang lebih penting dipandng sebagai mediator hubungan mediator dan perilaku. Dalam teori Piaget, ada beberapa konsep kunci yang perlu dipahami yaitu:

a) Adaptasi, dapat dilukiskan sebagai kecenderungan bahwa setiap setiap organisme untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan. Kecenderungan adaptasi ini mempunyai 2 komponen atau 2 proses yang komplementer yaitu:

o Asimilasi, yaitu kecenderungan organisme untuk mengubah lingkungan guna menyesuaikan dengan dirinya sendiri.

o Akomodasi, yaitu kecenderungan organisme untuk merubah dirinya sendiri dengan keliling.

b) Kecenderungan Organisasi

Hal ini dapat dilukiskan sebagai kecenderungan bawaan setiap organisme untuk mengintegrasi proses-proses sendiri menjadi sistem-sistem yang koheren. Untuk memaknai keberadaan dunia, anak-anak secara kognitif harus mengorganisasi pengalamannya. Organisasi menurut menurut Piaget yang mengelompokkan perilaku terpisah kedalam suatu aturan yang lebih tinggi, sistem kognitif yang berfungsi lebih tinggi

c) Equilibrium, adalah suatu mekanisme dalam teori Piaget yang menjelaskan bagaimanaanak berubah dari satu fase pikiran ke fase berikutnya. Prinsip equilibrium yang bersifat biologis ini menjaga agar perkembangn tidak merupakan hal yang tidak karuan, melainkan suatu proses yang teratur.

Hubungan antara adaptasi dan organisasi bersifat komplementer. Bila suatu organisme mengadakan organisasi aktifitasnya, maka ia mengasimilasikan kejadian baru pada struktur nyang sudah ada pada situasi baru.

i. Tahapan perkembangan pikiran Piaget

Tahapan perkembangan pikiran piaget terdiri atas :

§ Tahapan sensomotorik (0-2 : 0 th) bayi mengembangkan kemampuan untuk mengorganisasikan dan mengkoordinasikan sensasi dan persepsi dengan gerakan fisik dan perilakunya. Fase ini bermula dari saat kelahiran, saat bayi sedikit mampu mengkoordinasikan indra dengan tindakan dan berakhir pada usia dua tahun, saat dia mempunyai pola sensomotorik yang kompleks dan mulai mengadopsi sistem symbol primitive.

§ Tahap preoperasional (2 : 1 – 7 : 0) konsep-konsep yang stabil dibentuk, penalaran mental muncul, keakuan mulai secara menguat dan kemudian melemah dan kepercayaan magic dibangun.

Fase preoperrasional merupakan fase periode menunggu yang menyenangkan untuk datangnya fase operasional kongkrit.

Operasi adalah seperangkat tindakan yang terinternalisasikan, yang memungkinkan anak dapat berbuat secara mental tentang sesuatu sebelumnya telah dilakukan secara fisik.

Fase preoperasional adalah permulaan kemampuan untuk mengkonstruk pada level pikiran yang telah mapan dalam bentuk perilaku, yang juga mencakup suatu transisi dari penggunaan symbol-simbol yang primitive sampai yang lebih canggih.

Karakteristik fase preoperasional :

banyak muncul pikiran simbolik daripada sensomotorik

ketidakmampuan terlibat dalam operasi

tidak mampu membalik tindakan secara mental

kurangnya keterampilan berbicara

egosentrik atau ketidakmampuan membedakan antara perspektif dirinya sendiri dengan perspektif orang lain.

Tindakannya lebih bersifat intuitif daripada logic.

§ Fase operasional kongkrit (7 : 11 – 11 : 0) suatu tindakan mental yang dapat diputarbalikkan berdasarkan objek yang real dan kongkrit.

Dalam memahami pikiran operasional kongkrit sangat diperlukan ide tentang konservasi dan klasifikasi.

Konservasi melibatkan pengenalan bahwa panjang, jumlah, berat kuantitas, luas,berat, dan volum obyek dan substensinya tidak berubah oleh transformasinya yang merubah penampilannya.

Horizontal decalage adalah konsep Piaget yang menjelaskan bagaimana kemampuan yang sama tidak tampak pada waktu yang sama dalam suatu fase perkembangan.

Salah satu keterampilan penting sebagai karakteristik anak-anak pada fase operasional kongkrit adalah kemampuan mengklasifikasi atau membagi sesuatu kedalam himpunan atau subhimpunan dan mempertimbangkan saling keterhubungannya.

§ Fase operasional formal (11 : 1 – 15 : 0) memungkinkan kekuatan berpikir dapat mengembangkan wawasan kongnitif baru dan social. Pikiran anak pada fase ini mejadi lebih abstrak, logic dan idealistic; lebih mampu mengkaji pikirannya sendiri, pikiran orang lain dan apa yang orang lain pikirkan tentang dirinya, dan lebih memungkinkan dapat menginterpretasikan dan memantau dunia social.

Pada fase ini anak mulai perpikir lebih sebagai ilmuwan berpikir dalam merencanakan pemecahan masalah dan menguji alternative penyelesaian lebih sistematis.

ii. Teori perkembangan kognitif Vygotsky

Vygotsky (Santrock and Yussen : 1992) bahwa perkembangan kognitif anak tidak akan terjadi dalam tempat yang bebas dari kehidupan social.

§ Tingkat terendah ZPD adalah tingkat kemampuan memecahkan masalah yang dapat dicapai oleh anak dengan bekerja sendiri.

§ Tingkat tertinggi ZPD (zona of proximal development) adalah tingkat tanggung jawab tambahan yang dapat diterima anak-anak dengan bantuan instruktur yang mumpuni.

Penekanan teori vygotsky adalah pentingnya pengaruh social terhadap perkembangan kognitif dan peranan pengajaran terhadap perkembangan anak.

Vygotsky berpendapat bahwa struktur mental dan kognitif anak terbentuk melalui hubungan antara fungsi-fungsi mental. Bahasa dan pikiran dalam hal ini dipandang sangat penting.

Ada dua prinsip yang mempengaruhi bergabungnya bahasa dan pikiran yaitu:

1. semua fungsi mental berasal dari lingkungan eksternal dan social

2. anak-anak harus berkomunikasi secara eksternal dan menggunakan bahasa untuk sepanjang waktu sebelum transisi dari percakapan eksternal ke internal.

Vygotsky menekankan tingkat institusional dan interpersonal dalam konteks social pada tingkat institusional.

Interaksi institusional memberikan anak-anak norma-norma perilaku dan social yang luas untuk membimbing kehidupannya. Tingkat interpersonal memiliki pengaruh lebih langsung terhadap fungsi mental anak.

Vygotsky (Santrock and Yussen, 1992) menegaskan bahwa keterampilan fungsi mental berkembang melalui interaksi social yang bersifat segera.

d) Pemrosesan Informasi

Studi pemrosesan informasi anak berkembang dengan pemrosesan dasar seperti persepsi, perhatian,ingatan, dan berpikir.

1). Pendekatan pemrosesan informasi adalah suatu kerangka dasar untuk memahami anak belajar dan berfikir. Untuk memahaminya kita perlu menganalisa tatacara anak-anak mendapatkan informasi, menyimpan informasi, dan mengefaluasi untuk tujuan tertentu.

Prinsi belajar tradisional sedikit sekali menaruh perhatian terhadap peran mental dan pikiran anak, tetapi teori Piaget justru lebih banyak menemukan pentingnya peran mental dan pikiran dalam belajar. Oleh karena itu, diperlukan kerangka pikir pemrosesan informasi untuk mengoreksi pendapat teori belajar tradisional dan teori Piaget tentang perkembangan. Para ahli psikologi pemrosesan informasi mencoba untuk menulis program computer untuk menampilkan langkah-langkah yang diperlukan untuk memecahkan masalah.

2). Proses informasi data yang diperlukan anak ada dua, yaitu perhatian dan ingatan. Perhatian (attention) adalah konsentrasi dan pemusatan kegiatan mental yang bersifat selektif dan berubah. Ingatan ( memory) adalah bekerja dengan setiap langkah yang diambil dengan setiap ide yang dipikirkan dan dengan setiap kata yang diucapkan. Untuk belajar dan menalar yang sukses, anak-anak pelu memegang erat informasi yang didapatkan dan mencari kembali informasi yang telah disimpan lama. Sistem ingatan ada dua yaitu ingatan jangka panjang dan ingatan jangka pendek.

3). Dalam proses kognitif tingkat tinggi ada 3 tema yaitu:

– Pemecahan masalah (Problem solving) merupakan upaya menemukan suatu cara yang sesuai untuk mencapai tujuan ketika tujuan itu tak tersedia.

– Pemantauan kognitif (kognitif monitoring) adalah proses pengambilan bahan tentang apa yang baru saja dilakukan, apa yang akan dilaksanakan berikutnya dan sejauh mana efektifitas kegiatan itu dilaksanakan.

– Berpikir kritis (critical thinking) adalah mencoba mencari makna yang lebih mendalam tentang persoalan, menjaga keterbukaan atau kebebasan dalam merumuskan pendekatan dan perspektif yang berbeda dalam berpikir reflektif dari pada menerima pernyataan serta melaksanakan prosedur tanpa pemahaman yang berarti.

4). Memahami kehidupan anak sehari-hari sangatlah tergantung pada pengetahuan anak tentang orang, tempat dan yang lain. Efisien dan efektifitas kegiatan anak sangatlah tergantung pada pengetahuan awal yang dimiliki oleh anak tentang aktifitas itu. Jika pengetahuan terbatas maka mungkin individu mengalami kesulitan menghadapi persoalan kehidupannya.

Beberapa aspek yang sangat pentingdalam mengetahui peranan pengetahuan dalam aktifitas kognitif anak yaitu:

– Konsep merupakan suatu kategori yang digunakan untuk mengelompokkan obyek, peristiwa dan karakteristik berdasarkan sifat-sifat umum.

– Jaringan semantik adalah penyimpanan informasi umum yang diorganisasi seiring dengan bertambahnya besar dan usia serta bertambah kompleknya jaringan, membantu anak-anak menghubungkan beberapa idenya secara tepat dan semua ide yang ada harus diwujudkan untuk memenuhi apapun tugas yang dianggap perlu.

– Skema adalah informasi konsep peristiwa dan pengetahuan yang telah ada dalam jiwa individu. Skema mempengaruhi bagaimana seorang anak yang menginterpretasikan informasi baru. Skema berasal dari pertemuan yang terdahulu dengan lingkungan yang mempengaruhi cara anak-anak membuat kode, membuat kesimpulan tentang dan menelusuri informasi. Umumnya anak-anak telah memiliki skema untuk cerita, layout ruang dan kejadian umum.

– pengetahuan metakognitif adalah segmen pengetahuan dunia yang diperoleh yang melibatkan masalah-masalah kognitif. Berdasarkan salah satu tokoh psikologi perkembangan kognitif John Flavell (santrock and Yussen, 1992) bahwa pengetahuan kognitif dapat dibagi dalam pengetahuan tentang orang (dirinya sendiri dan semua manusia), tugas dan strategi.

5). Perbedaan individu dalam pemrosesan informasi adalah disadari bahwa terjadi perbedaan individu dalam suatu kelas tentang kemampuannya memproses informasi dan tergantung pada gaya kognitif (cognitive style) yaitu cara individu yang secara umum konsisten untuk memproses informasi.

e) Implikasi proses belajar anak terhadap pengembangan KBM (Developmentally Appropriate Practice)

Perbuatan belajar tidak hanya diorientasikan kepada pembentukan dan peningkatan salah saatu aspek tetapi keseluruhan aspek individu. Kebutuhan pengembangan anak tidak hanya pencapaian prestasi akademik saja tetapi aspek social dan emosional dengan ini mendorong guru untuk menjadikan belajar sebagai proses interaktif. Hal ini dapat dilakukan dengan lingkungan social dan fisik secara luas.

Read Full Post »

« Newer Posts