Feeds:
Pos
Komentar

Archive for the ‘Manajemen’ Category

Dasar Hukum
Dasar hukum penilaian pelaksanaan pekerjaan PNS adalah:
•    PP 10 Tahun 1979 tentang Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan PNS
•    SE Kepala BAKN Nomor 02/SE/1980  Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan PNS

Pelaksanaan Penilaian
1.    Hasil Penilaian pelaksanaan pekerjaan PNS, dituangkan dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan.
2.    Dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan unsur-unsur yang dinilai adalah :
o    Kesetiaan
o    Prestasi Kerja
o    Tanggung Jawab
o    Ketaatan
o    Kejujuran
o    Kerjasama
o    Prakarsa, dan
o    Kepemimpinan
3.  Unsur kepemimpinan hanya dinilai bagi Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat Pengatur Muda golongan ruang II/a keata yang memangku suatu jabatan.
4.   Nilai Pelaksanaan pekerjaan dinyatakan dengan sebutan dan angka sebagai berikut :
o    Amat baik ………………= 91 – 100
o    Baik……………………….= 76 – 90
o    Cukup ……………………= 61 – 75
o    Sedang …………………..= 51 – 60
o    Kurang …………………..= 50 Ke bawah
5.   Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan adalah bersifat rahasia
6. Pejabat penilai baru dapat melakukan penilaian pelaksanaan pekerjaan, apabila ia telah membawahi PNS yang bersangkutan sekurang-kurangnya 6 bulan
7. Apabila PNS yang dinilai berkeberatan atas nilai dalam daftar penilaian pelaksanaan pekerjaan, maka ia dapat mengajukan keberatan disertai dengan alasan-alasannya, kepada atasan pejabat penilai melalui hierarki dalam jangka watu 14 hari sejak diterimanya daftar penilaian pelaksanaan pekerjaan tersebut
8. Daftar penilaian pelaksanaan pekerjaan bagi PNS yang sedang menjalankan tugas belajar, dibuat oleh pejabat penilai dengan menggunakan bahan-bahan yang diberikan oleh pimpinan perguruan tinggi, sekolah atau kursus yang bersangkutan.
9. Khusus bagi PNS yang menjalankan tugas belajar diluar negeri, bahan-bahan penilaian pelaksanaan pekerjaan tersebut diberikan oleh Kepala Perwakilan Republik Indonesia di negara yang bersangkutan.
10.  Khusus PNS yang diangkat menjadi anggota DPR RI dan DPRD, bahan-bahan penilaian pelaksanaan pekerjaan tersebut diberikan oleh Ketua Fraksi yang bersangkutan.
11. DP3 bagi PNS yang diperbantukan atau dipekerjakan pada perusahaan milik negara, organisasi profesi, badan swasta yang ditentukan, negara sahabat atau badan internasional dibuat oleh pejabat penilai dengan menggunakan bahan-bahan dari pimpinan perusahaan, organisasi, atau badan yang bersangkutan
12. Khusus bagi PNS yang diperbantukan atau dipekerjakan pada negara sahabat atau badan internasional bahan-bahan penilaian pelaksanaan pekerjaan tersebut diberikan oleh Kepala Perwakilan RI di negara yang bersangkutan  ( Sumber : website BKN )

Penilaian Kinerja PNS

Penilaian kinerja Pegawai Negeri Sipil, adalah penilaian secara periodik pelaksanaan pekerjaan seorang Pegawai Negeri Sipil. Tujuan penilaian kinerja adalah untuk mengetahui keberhasilan atau ketidak berhasilan seorang Pegawai Negeri Sipil, dan untuk mengetahui kekurangan-kekurangan dan kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dalam melaksana-kan tugasnya. Hasil penilaian kinerja digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pembinaan Pegawai Negeri Sipil, antara lain pengangkatan, kenaikan pangkat, pengangkatan dalam jabatan, pendidikan dan pelatihan, serta pemberian penghargaan. Penilaian kinerja Pegawai Negeri Sipil dilaksanakan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1979 tentang Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil

Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil
Unsur-unsur yang dinilai dalam melaksanakan penilaian pelaksanaan pekerjaan adalah :
1.    kesetiaan;
2.    prestasi kerja;
3.    tanggungjawab;
4.    ketaatan;
5.    kejujuran;
6.    kerjasama;
7.    prakarsa; dan
8.    kepemimpian.

Kesetiaan

Yang dimaksud dengan kesetiaan, adalah kesetiaan, ketaatan, dan pengabdian kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara, dan Pemerintah. Unsur kesetiaan terdiri atas sub-sub unsur penilaian sebagai berikut:
1.  Tidak pernah menyangsikan kebenaran Pancasila baik dalam ucapan, sikap, tingkah laku, dan perbuatan;
2. Menjunjung tinggi kehormatan Negara dan atau Pemerintah, serta senantiasa mengutamakan kepentingan Negara daripada kepentingan diri sendiri, seseorang, atau golongan;
3.  Berusaha memperdalam pengetahuan tentang Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, serta selalu berusaha mempelaiari haluan Negara, politik Pemerintah, dan rencana-renca Pemerintah dengan tujuan untuk melaksanakan tugasnya secara berdayaguna dan berhasilguna;
4. Tidak menjadi simpatisan/anggota perkumpulan atau tidak pernah terlibat dalam gerakan yang bertujuan mengubah atau menentang Pancasila Undang-Undang Dasar 1945, bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia, atau Pemerintah;
5.    Tidak mengeluarkan ucapan, membuat tulisan, atau melakukan tindakan yang dapat dinilai bertujuan mengubah atau menentang Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara, dan Pemerintah.

Prestasi Kerja
Prestasi kerja adalah hasil kerja yang dicapai seorang Pegawai Negeri Sipil dalam melaksana tugas yang dibebankan kepadanya. Pada umumnya prestasi kerja seorang Pegawai Negeri Sipil dipengaruhi oleh kecakapan, ketrampilan , pengalaman dan kesungguhan PNS yang bersangkutan Unsur prestasi kerja terdiri atas sub-sub unsur sebagai berikut:
1.    Mempunyai kecakapan dan menguasai segala seluk beluk bidang tugasnya dan bidang lain yang berhubungan dengan tugasnya;
2.    Mempunyai keterampilan dalam melaksanakan tugasnya;
3.    Mempunyai pengalaman di bidang tugasnya dan bidang lain yang berhubungan dengan tugasnya;
4.    Bersungguh-sungguh dan tidak mengenal waktu dalam melaksanakan tugasnya;
5.    Mempunyai kesegaran dan kesehatan jasmani dan rohani yang baik;
6.    Melaksanakan tugas secara berdayaguna dan berhasilguna;
7.    Hasil kerjanya melebihi hasil kerja rata-rata yang ditentukan, baik dalam arti mutu maupun dalam arti jumlah.

Tanggung jawab
Tanggung jawab adalah kesanggupan seorang Pegawai Negeri Sipil menyelesaikan pekerjaan yang diserahkan kepadanya dengan sebaik-baiknya dan tepat pada waktunya serta berani memikul risiko atas keputusan yang diambilnya atau tindakan yang dilakukannya. Unsur tanggung jawab terdiri atas sub-sub unsur sebagai berikut:
1.    Selalu menyelesaikan tugas dengan sebaik- baiknya dan tepat pada waktunya;
2.    Selalu berada di tempat tugasnya dalam segala keadaan;
3.    Selalu mengutamakan kepentingan dinas daripada kepentingan diri sendiri, orang lain, atau golongan;
4.    Tidak pernah berusaha melemparkan kesalahan yang dibuatnya kepada orang lain;
5.    Berani memikul risiko dari keputusan yang diambil atau tindakan yang dilakukannya;
6.    Selalu menyimpan dan atau memelihara dengan sebaik-baiknya barang-barang milik Negara yang dipercayakan kepadanya.

Ketaatan
Ketaatan adalah kesanggupan seorang Pegawai Negeri Sipil untuk menaati segala peraturan perundang-undangan dan peraturan kedinasan yang berlaku, menaati perintah kedinasan yang diberikan oleh atasan yang berwenang, serta kesanggupan untuk tidak melanggar larangan yang ditentukan. Unsur ketaatan terdiri atas sub-sub unsur sebagai berikut:
1.    Menaati peraturan perundang-undangan dan atau peraturan kedinasan yang berlaku
2.    Menaati perintah kedinasan yang diberikan oleh atasan yang berwenang dengan sebaik-baiknya;
3.    Memberikan pelayanan terhadap masyarakat dengan sebaik-baiknya sesuai dengan bidang tugasnya;
4.    Bersikap sopan santun

Kejujuran

Pada umumnya yang dimaksud dengan kejujuran, adalah ketulusan hati seorang Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan tugas dan kemampuan untuk tidak menyalah gunakan wewenang yang diberikan kepadanya. Unsur kejujuran terdiri atas sub-sub unsur sebagai berikut:
1.    Melaksanakan tugas dengan ikhlas;
2.    Tidak menyalahgunakan wewenangnya;
3.    Melaporkan hasil kerjanya kepada atasannya menurut keadaan yang sebenarnya

Kerjasama

Kerjasama adalah kemampuan seseorang Pegawai Negeri Sipil untuk bekerja bersama-sama dengan orang lain dalam menyelesaikan sesuatu tugas yang ditentukan, sehingga tercapai daya guna dan hasil guna yang sebesar-besarnya. Unsur kerjasama terdiri atas sub-sub unsur sebagai berikut:
1.    Mengetahui bidang tugas orang lain yang ada hubungannya dengan bidang tugasnya;
2.    Menghargai pendapat orang lain;
3.    Dapat menyesuaikan pendapatnya dengan pendapat orang lain, apabila yakin bahwa pendapat orang lain itu benar;
4.    Bersedia mempertimbangkan dan menerima usul yang baik dari orang lain;
5.    Selalu mampu bekerja bersama-sama dengan orang lain menurut waktu dan bidang tugas yang ditentukan;
6.    Selalu bersedia menerima keputusan yang diambil secara sah walaupun tidak sependapat.

Prakarsa

Prakarsa adalah kemampuan seorang Pegawai Negeri Sipil untuk mengambil keputusan, langkah-langkah atau melaksanakan sesuatu tindakan yang diperlukan dalam melaksanakan tugas pokok tanpa menunggu perintah dari atasan. Unsur prakarsa terdiri atas sub-sub unsur sebagai berikut:
1. Tanpa menunggu petunjuk atau perintah dari atasan, mengambil keputusan atau melakukan tindakan yang diperlukan dalam melaksanakan tugasnya, tetapi tidak bertentangan dengan kebijaksanaan umum pimpinan
2.  Berusaha mencari tatacara yang baru dalam mencapai dayaguna dan hasilguna yang sebesar besarnya;
3.  Berusaha memberikan saran yang dipandangnya baik dan berguna kepada atasan, baik diminta atau tidak diminta mengenai sesuatu yang ada hubungannya dengan pelaksanaan tugas.

Kepemimpinan

Kepemimpinan adalah kemampuan seorang Pegawai Negeri Sipil untuk meyakinkan orang lain sehingga dapat dikerahkan secara maksimal untuk melaksanakan tugas pokok. Unsur kepemimpinan terdiri atas sub-sub unsur sebagai berikut:
1.    Menguasai bidang tugasnya;
2.    Mampu mengambil keputusan dengan cepat dan tepat;
3.    Mampu mengemukakan pendapat dengan jelas kepada orang lain;
4.    Mampu menentukan prioritas dengan tepat
5.    Bertindak tegas dan tidak memihak;
6.    Memberikan teladan baik;
7.    Berusaha memupuk dan mengembangkan kerjasama;
8.    Mengetahui kemampuan dan batas kemampuan bawahan;
9.    Berusaha menggugah semangat dan menggerakkan bawahan dalam melaksanakan tugas;
10.    Memperhatikan dan mendorong kemajuan bawahan:
11.    Bersedia mempertimbangkan saran-saran bawahan.

Tata Cara Penilaian
Penilaian dilakukan oleh Pejabat Penilai, yaitu atasan langsung Pegawai Negeri Sipil yang dinilai, dengan ketentuan serendah-rendahnya Kepala Urusan atau pejabat lain yang setingkat dengan itu. Pejabat Penilai melakukan penilaian pelaksanaan pekerjaan terhadap Pegawai Negeri Sipil yang berada dalam lingkungannya pada akhir bulan Desember tiap-tiap tahun. Jangka waktu penilaian adalah mulai bulan Januari sampai dengan bulan Desember tahun yang bersangkutan. Nilai pelaksanaan pekerjaan dinyatakan dengan sebutan dan angka sebagai berikut:
a.    amat baik = 91 – 100
b.    baik = 76-90
c.    cukup = 61-75
d.    sedang = 51-60
e.    kurang = 50 ke bawah
Nilai untuk masing-masing unsur penilaian pelaksanaan pekerjaan, adalah rata-rata dari nilai sub-sub unsur penilaian. Setiap unsur penilaian ditentukan dulu nilainya dengan angka, kemudian ditentukan nilai sebutannya. Hasil penilaian pelaksanaan pekerjaan dituangkan dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan. Pejabat Penilai baru dapat melakukan penilaian pelaksanaan pekerjaan, apabila ia telah membawahkan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan. Apabila Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan diperlukan untuk suatu mutasi kepegawaian, sedangkan Pejabat Penilai belum 6 (enam) bulan membawahi Pegawai Negeri Sipil yang dinilai, maka Pejabat Penilai tersebut dapat melakukan penilaian pelaksanaan pekerjaan dengan mengunakan bahan-bahan yang ditinggalkan oleh Pejabat Penilai yang lama.

Penyampaian Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan
Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan yang telah diisi diberikan oleh Pejabat Penilai kepada Pegawai Negeri Sipil yang dinilai. Apabila Pegawai Negeri Sipil yang dinilai menyetujui penilaian terhadap dirinya seperti tercantum dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan, maka ia membubuhkan tanda tangannya pada tempat yang tersedia. Pegawai Negeri Sipil wajib mengembalikan Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan yang telah ditandatangani olehnya kepada Pejabat Penilai selambat-lambatnya dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal diterimanya Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan tersebut. Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan yang telah ditandatangani oleh Pejabat Penilai dan oleh Pegawai Negeri Sipil yang dinilai dikirimkan oleh Pejabat Penilai kepada Atasan Pejabat Penilai, yaitu atasan langsung dari Pejabat Penilai, selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari terhitung mulai diterimanya kembali Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan dari Pegawai Negeri Sipil yang dinilai.

Keberatan Terhadap Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan
Apabila Pegawai Negeri Sipil yang dinilai berkeberatan atas nilai dalam Daftar Penilaian Pekerjaan baik sebagian atau seluruhnya, maka ia dapat mengajukan keberatan secara tertulis kepada Atasan Pejabat Penilai. Keberatan tersebut dikemukakan dalam tempat yang tersedia dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan disertai alasan-alasannya. Keberatan tersebut di atas disampaikan melalui saluran hirarki dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal diterimanya Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan tersebut. Keberatan yang diajukan melebihi batas waktu 14 (empat belas) hari tidak dapat dipertimbangkan lagi. Pejabat Penilai memberikan tanggapan tertulis atas keberatan dari Pegawai Negeri Sipil yang dinilai pada tempat yang tersedia dan mengirimkan Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan tersebut kepada Atasan Pejabat Penilai selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari terhitung mulai saat ia menerima kembali Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan dari Pegawai Negeri Sipil yang dinilai.

Keputusan Atasan Pejabat Penilai
Atasan Pejabat Penilai memeriksa dengan saksama Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan yang disampaikan kepadanya. Apabila terdapat alasan-alasan yang cukup, Atasan Pejabat Penilai dapat mengadakan perubahan nilai yang tercantum dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan. Perubahan yang dilakukan oleh Atasan Pejabat Penilai tidak dapat diganggu gugat.
Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan baru berlaku sesudah ada pengesahan dari Atasan Pejabat Penilai Pejabat Penilai Yang merangkap Sebagai Atasan Pejabat Penilai Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat dan Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah adalah Pejabat Penilai dan Atasan Pejabat Penilai tertinggi dalam lingkungan masing-masing.
Daftar Penilaian Pekerjaan yang dibuat oleh Pejabat Penilai yang merangkap menjadi Atasan Pejabat Penilai tidak dapat diganggu gugat Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil Yang Menjabat Sebagai Pejabat Negara Atau Ditugaskan Di Luar Instansi Induknya
Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil dibuat oleh Pejabat Penilai dari instansi asal tempat Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan bertugas sebelum diangkat sebagai Pejabat Negara. Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil yang dipekerjakan/ diperbantukan pada instansi pemerintah lain dibuat oleh Pejabat Penilai pada instansi tempat Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dipekerjakan/diperbantukan.
Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil yang ditugaskan diinstansi/badan lain diluar instansi induknya dibuat oleh Pejabat Penilai dengan bahan-bahan yang diperoleh dari instansi/badan lain tempat Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan ditugaskan.
Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil menjalankan tugas belajar oleh Pejabat Penilai dengan bahan-bahan yang diperoleh dari pimpinan lembaga pendidikan tempat Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan menjalankan tugas belajar.
Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil yang menjalankan tugas belajar di luar negeri dibuat oleh Pejabat Penilai dengan bahan-bahan yang diperoleh dari Kepala Perwakilan Republik Indonesia setempat.
Penyampaian Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan
Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan merupakan dokumen kepegawaian yang bersifat rahasia. Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan disimpan untuk selama 5 (lima) tahun mulai tahun pembuatannya. Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan yang telah lebih dari 5 (lima) tahun tidak digunakan lagi dan dapat dimusnahkan menurut tata cara yang diatur dalam perundang-undangan yang berlaku.
Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat Penata Tingkat I golongan ruang III/d ke bawah dibuat dalam 1 (satu) rangkap. Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat Pembina golongan ruang IV/a ke atas dibuat dalam 2 (dua) rangkap, yaitu 1 (satu) rangkap dikirimkan kepada Kepala Badan Kepegawaian Negara dan l (satu) rangkap disimpan oleh instansi yang bersangkutan.

Bahan bacaan :
1.    Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1979, tentang Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil;
2.    Surat Edaran Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 02/SE/1980 tentang Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil

Read Full Post »

Robert Kaplan dan David Norton adalah nama duet maut di bidang strategic management. Bersama-sama, keduanya telah menelurkan beberapa buku best-seller yang menjadi patokan bagi para manajer dan pemimpin bisnis di seluruh dunia. Konsep-konsep yang mereka kembangkan telah menjadi salah satu kontribusi terpenting dalam bidang manajemen, terutama strategic management

Sekilas Mengenai Kaplan dan Norton
Robert S. Kaplan saat ini merupakan Baker Foundation Professor di Harvard Business School juga chairman di Palladium Group, Inc. Kaplan memperoleh gelar B.S. dan M.S. di jurusan Teknik Elektro M.I.T, serta Ph.D. jurusan Operations Research dari Cornell University. Sejauh ini, fokus dari riset, edukasi, dan aktivitas konsultan yang dilakukan Kaplan adalah seputar mengaitkan cost and performance management system ke dalam implementasi strategi dan operational excellence. Kaplan telah menulis, sendiri maupun bersama-sama, setidaknya 100 makalah serta 10 buku. Tahun 1988, ia memperoleh penghargaan Outstanding Accounting Educator dari American Accounting Association. Sementara itu, pada tahun 1994, ia memperoleh penghargaan Outstanding Contributions to the Accountancy Profession dari Chartered Institute of Management Accountants. Pada tahun 1994, ia juga mendapatkan gelar Doktor Kehormatan dari University of Stuttgart.

Sementara itu, David P. Norton merupakan pendiri sekaligus Direktur dari beberapa organisasi yang spesialisasinya pada sistem dan proses demi meningkatkan pelaksanaan strategi bisnis. Norton memperoleh gelar B.S. dari jurusan Teknik Elektro di Worcester Polytechnic Institute, M.S. dari jurusan Operation Research di Florida Institute of Technology; dan Doktor dari jurusan business administration di Harvard Business School. Sepanjang karirnya, Dr. Norton telah mendirikan berbagai jasa profesional yang bergerak di bidang manajemen, teknologi informasi, knowledge management, hingga strategic management.

Balanced Scorecard
Balanced Scorecard merupakan salah satu framework terpopuler yang dikembangkan oleh Kaplan dan Norton, yang merupakan perangkat untuk melakukan strategic planning dan manajemen sistem. BSC ini digunakan untuk menyelaraskan aktivitas bisnis dengan visi dan strategi, mengkomunikasikan strategi, sekaligus sebagai tolak ukur dari keberhasilan strategi.

Inti dari BSC ini sebenarnya adalah sebagai pendekatan dalam strategic planning, yang tidak hanya mempertimbangkan perspektif finansial saja, melainkan juga perspektif non-finansial. Perspektif-perspektif ini mempunyai hubungan yang saling mempengaruhi dalam keberhasilan suatu strategi.

BSC mengajak kita untuk memandang organisasi dari empat perspektif utama. Dari perspektif ini, maka organisasi menentukan metrik yang terpenting, serta menganalisa hubungannya satu sama lain.
– Perspektif Learning & Growth
– Perspektif Business Process
– Perpektif Pelanggan
– Perspektif Finansial

Strategy Map
BSC tidak hanya merupakan indikator-indikator dari empat perspektif. Keempat perspektif ini punya hubungan yang saling mempengaruhi satu sama lain, seperti yang dapat dilihat melalui Strategy Maps. Strategy maps menghubungkan antara elemen-elemen dalam strategi dengan empat perspektif. Sehingga, pihak yang melihat strategy maps, idealnya bisa langsung memahami strategi organisasi.

Strategy map ini merupakan hasil dari pengalaman selama nyaris 10 tahun dengan BSC. BSC diyakini punya peranan yang penting dalam melakukan formulasi dan implementasi strategi. Bahkan, BSC bisa menjadi titik awal dalam mengembangkan strategi.

Sustainability Scorecard
(Vibizmanagement – Strategic) – Dalam perkembangannya, Kaplan juga memperkenalkan Sustainability Scorecard, yakni penggunaan Balanced Scorecard dalam rangka mengimplementasikan strategi tiga bottom line, yang biasa disebut 3P: People, Planet, dan Profit. People, Planet dan Profit ini merupakan tolak ukur dari kesuksesan organisasi di bidang sosial, ekologi dan ekonomi.

People, atau human capital, yakni mempertimbangkan praktik bisnis yang adil dan menguntungkan bagi tenaga kerja dan masyarakat yang terletak di lingkungan bisnis tersebut.

Dalam perkembangannya, Kaplan juga memperkenalkan Sustainability Scorecard, yakni penggunaan Balanced Scorecard dalam rangka mengimplementasikan strategi tiga bottom line, yang biasa disebut 3P: People, Planet, dan Profit. People, Planet dan Profit ini merupakan tolak ukur dari kesuksesan organisasi di bidang sosial, ekologi dan ekonomi.

People, atau human capital, yakni mempertimbangkan praktik bisnis yang adil dan menguntungkan bagi tenaga kerja dan masyarakat yang terletak di lingkungan bisnis tersebut.

Read Full Post »

Robert Kaplan dan David Norton adalah nama duet maut di bidang strategic management. Bersama-sama, keduanya telah menelurkan beberapa buku best-seller yang menjadi patokan bagi para manajer dan pemimpin bisnis di seluruh dunia. Konsep-konsep yang mereka kembangkan telah menjadi salah satu kontribusi terpenting dalam bidang manajemen, terutama strategic management

Sekilas Mengenai Kaplan dan Norton
Robert S. Kaplan saat ini merupakan Baker Foundation Professor di Harvard Business School juga chairman di Palladium Group, Inc. Kaplan memperoleh gelar B.S. dan M.S. di jurusan Teknik Elektro M.I.T, serta Ph.D. jurusan Operations Research dari Cornell University. Sejauh ini, fokus dari riset, edukasi, dan aktivitas konsultan yang dilakukan Kaplan adalah seputar mengaitkan cost and performance management system ke dalam implementasi strategi dan operational excellence. Kaplan telah menulis, sendiri maupun bersama-sama, setidaknya 100 makalah serta 10 buku. Tahun 1988, ia memperoleh penghargaan Outstanding Accounting Educator dari American Accounting Association. Sementara itu, pada tahun 1994, ia memperoleh penghargaan Outstanding Contributions to the Accountancy Profession dari Chartered Institute of Management Accountants. Pada tahun 1994, ia juga mendapatkan gelar Doktor Kehormatan dari University of Stuttgart.

Sementara itu, David P. Norton merupakan pendiri sekaligus Direktur dari beberapa organisasi yang spesialisasinya pada sistem dan proses demi meningkatkan pelaksanaan strategi bisnis. Norton memperoleh gelar B.S. dari jurusan Teknik Elektro di Worcester Polytechnic Institute, M.S. dari jurusan Operation Research di Florida Institute of Technology; dan Doktor dari jurusan business administration di Harvard Business School. Sepanjang karirnya, Dr. Norton telah mendirikan berbagai jasa profesional yang bergerak di bidang manajemen, teknologi informasi, knowledge management, hingga strategic management.

Balanced Scorecard
Balanced Scorecard merupakan salah satu framework terpopuler yang dikembangkan oleh Kaplan dan Norton, yang merupakan perangkat untuk melakukan strategic planning dan manajemen sistem. BSC ini digunakan untuk menyelaraskan aktivitas bisnis dengan visi dan strategi, mengkomunikasikan strategi, sekaligus sebagai tolak ukur dari keberhasilan strategi.

Inti dari BSC ini sebenarnya adalah sebagai pendekatan dalam strategic planning, yang tidak hanya mempertimbangkan perspektif finansial saja, melainkan juga perspektif non-finansial. Perspektif-perspektif ini mempunyai hubungan yang saling mempengaruhi dalam keberhasilan suatu strategi.

BSC mengajak kita untuk memandang organisasi dari empat perspektif utama. Dari perspektif ini, maka organisasi menentukan metrik yang terpenting, serta menganalisa hubungannya satu sama lain.
– Perspektif Learning & Growth
– Perspektif Business Process
– Perpektif Pelanggan
– Perspektif Finansial

Strategy Map
BSC tidak hanya merupakan indikator-indikator dari empat perspektif. Keempat perspektif ini punya hubungan yang saling mempengaruhi satu sama lain, seperti yang dapat dilihat melalui Strategy Maps. Strategy maps menghubungkan antara elemen-elemen dalam strategi dengan empat perspektif. Sehingga, pihak yang melihat strategy maps, idealnya bisa langsung memahami strategi organisasi.

Strategy map ini merupakan hasil dari pengalaman selama nyaris 10 tahun dengan BSC. BSC diyakini punya peranan yang penting dalam melakukan formulasi dan implementasi strategi. Bahkan, BSC bisa menjadi titik awal dalam mengembangkan strategi.

Sustainability Scorecard
(Vibizmanagement – Strategic) – Dalam perkembangannya, Kaplan juga memperkenalkan Sustainability Scorecard, yakni penggunaan Balanced Scorecard dalam rangka mengimplementasikan strategi tiga bottom line, yang biasa disebut 3P: People, Planet, dan Profit. People, Planet dan Profit ini merupakan tolak ukur dari kesuksesan organisasi di bidang sosial, ekologi dan ekonomi.

People, atau human capital, yakni mempertimbangkan praktik bisnis yang adil dan menguntungkan bagi tenaga kerja dan masyarakat yang terletak di lingkungan bisnis tersebut.

Planet, atau natural capital, yakni menjalankan praktik bisnis dengan memperhatikan dampaknya terhadap lingkungan.

Terakhir Profit, yakni keuntungan ekonomis yang diperoleh, bukan hanya oleh organisasi, melainkan juga masyarakat dan lingkungan secara keseluruhan.

Sustainability Scorecard merupakan framework yang sangat penting, terutama jika organisasi memang ingin mewujudkan praktik bisnis dengan tanggung jawab sosial.

Menciptakan Strategy-Focused Organizations
Balanced Scorecard bermanfaat untuk menciptakan suatu organisasi yang berfokus pada strategi, atau strategy-focused organization.

Seperti yang terdapat pada buku karangan Kaplan dan Norton, yakni Strategy-Focused Organizations, untuk menciptakan organisasi yang berfokus pada strategi, maka terdapat lima prinsip utama, yakni:

1. mobilize change through executive leadership
Program BSC merupakan suatu proyek perubahan, bukannya metrik. Oleh karena itu, faktor yang paling penting dalam menentukan kesuksesannya adalah tingkat ownership dan partisipasi aktif dari pemimpin. Suatu proses perubahan bisa berjalan dengan baik jika tiap orang punya andil. Pemimpin harus mampu menggerakkan orang-orang supaya dapat menerima perubahan tersebut dan aktif di dalamnya.

Prinsip ini meliputi beberapa poin penting, yakni:
• menekankan pentingnya suatu perubahan
• membentuk tim yang memimpin proses ini
• mengembangkan visi dan strategi

2. translate strategy into operating terms
Untuk melibatkan strategi dalam suatu sistem manajemen, maka strategi ini harus bisa dipahami. Strategi ini harus dapat diterjemahkan ke dalam aktivitas yang bersifat operasional. Disinilah peran penting Strategy Map dan Balanced Scorecard. Jadi, Strategy Map merupakan suatu diagram yang menjelaskan mengenai bagaimana suatu organisasi dapat menciptakan nilai, yakni dengan menghubungkan antara tujuan-tujuan strategis dalam hubungan sebab-akibat satu sama lain, mengacu pada Balanced Scorecard. Dengan melihat diagram ini, seharusnya kita langsung bisa memahami strategi organisasi, dan bagaimana cara menjalankan strategi tersebut.

3. align organization with strategy
Strategi sudah ada, maka tugas selanjutnya adalah menyelaraskan organisasi dengan strategi tersebut. Ini bukanlah suatu hal yang mudah, karena masing-masing punya karakteristik yang berbeda. Komunikasi dan koordinasi yang baik antar unit, sehingga tercipta keselarasan, merupakan kunci dari keberhasilan implementasi strategi.

4. make strategy everyone’s job
Demi menjamin keberhasilan implementasi strategi, maka harus dipastikan bahwa seluruh karyawan punya partisipasi yang aktif dalam menjalankannya. Untuk mewujudkan hal tersebut, maka fokus pada 3 poin penting:
• menjamin terciptanya awareness terhadap strategi melalui komunikasi yang baik dengan seluruh karyawan
• membuat personal scorecard, sehingga masing-masing individu karyawan mempunyai tujuan yang harus dicapai dan strategi yang perlu dilakukan
• strategi kompensasi bagi karyawan harus terkait dengan strategi yang dijalankan

5. make formulating strategy a continual process
Dulunya, manajer biasa melakukan rapat hanya untuk membahas penyimpangan apa saja yang terjadi di lapangan, jarang sekali membahas mengenai strategi. Melalui balanced scorecard, maka perusahaan dapat menjadikan strategi suatu proses yang berkelanjutan. Caranya, adalah dengan menjalankan 3 proses kunci sebagai berikut:
• menyelaraskan antara strategi organisasi dengan pendanaan
• melakukan rapat untuk membahas strategi, sehingga tidak hanya membahas mengenai penyimpangan strategi saja melainkan juga tindakan untuk mengkoreksinya
• memanfaatkan proses yang terjadi sebagai sarana pembelajaran serta melakukan adaptasi terhadap strategi

Demikian adalah beberapa pemikiran utama dari Kaplan serta Norton, yang menjadi salah satu konsep terpopuler dan merupakan kontribusi penting di ilmu manajemen.

Read Full Post »

Inovasi harus selalu terjadi untuk meningkatkan keunggulan kompetitif. Salah satunya adalah inovasi dalam business model, yang bisa jadi faktor yang sangat menentukan kesuksesan dari perusahaan. Pemilihan business model yang tepat disertai strategi yang mumpuni merupakan kunci keberhasilan banyak perusahaan.

Contoh perusahaan yang melakukan perubahan terhadap business model adalah Apple, ketika pertama kali meluncurkan iPod dulu. iPod bukan hanya sekedar teknologi MP3, melainkan bagian dari business model yang besar, mulai dari hardware (iPod dan iPhone), software (iTunes) hingga service (Apple Store). Business model yang diadopsi Apple ini sukses besar dan hingga kini terus mencetak sejarah profitabilitas di Apple. Apple mampu melihat peluang besar dalam industri musik digital, yang waktu itu belum terlalu booming.

Untuk menciptakan business model yang inovatif, maka perusahaan harus dapat mencari celah dimana permintaan pasar belum dapat terpenuhi. Hanya segelintir yang benar-benar dapat melakukannya dengan sukses. Misalnya, Tata Motors yang sukses meluncurkan Nano, mobil yang harganya setara dengan $2,500 saja, untuk jutaan orang India yang sebelumnya tidak mampu membeli mobil.

Selain itu, Anda juga dapat memanfaatkan core competency yang dimiliki untuk meraih peluang bisnis yang lain. Misalnya, Marvel Entertainment yang pada tahun 90-an kemudian mendirikan Marvel Studios, yang kemudian memproduksi film-film blockbuster superhero termasuk Spiderman.

Krisis finansial global yang menghantam kali ini, menjadi salah satu faktor yang menyebabkan bisnis untuk mengubah business model mereka. Efisiensi biaya bukan lagi menjadi focus utama, melainkan inovasi yang diharapkan akan dapat mendorong growth di masa depan. Ketika krisis terjadi, maka terjadilah perubahan, termasuk pada pelanggan. Pelanggan punya preferensi yang berbeda, sehingga mungkin terdapat peluang baru yang sebelumnya tidak ada. Bisnis yang mampu memahami kebutuhan dan keinginan pelanggan dengan baik adalah yang akan keluar dari krisis sebagai pemenang.

Salah satunya adalah Chrysler yang merupakan salah satu perusahaan yang berusaha bangkit dari kebangkrutan. Saat ini Chrysler yang dipegang oleh Fiat sedang melakukan turnaround dan restrukturisasi besar-besaran. Sejumlah model tidak diproduksi lagi, dan bermaksud untuk mengembangkan kendaraan yang lebih kecil dan efisien. Hal ini berdasarkan kenyataan bahwa masyarakat kini lebih cost-conscious dibandingkan sebelumnya.

Menurut Johnson, Christesen dan Kagermann dalam artikel `Reinventing Your Business Model`, business model yang sukses pada intinya mempunyai sejumlah komponen berikut ini:
• Customer value proposition. Business model ini memberikan suatu value bagi pelanggan, yang tidak diberikan oleh offering lainnya. iPod misalnya, selain memberikan teknologi yang unggul, punya unsure style dan prestise yang kuat. Sesuai untuk pangsa pasarnya yang sebagian besar adalah anak muda.

• Profit formula. Model ini menghasilkan pendapatan untuk perusahaan Anda melalui faktor-faktor seperti pendapatan, struktur biaya, margin, hingga inventory turnover.

• Key resources & processes. Perusahaan memiliki SDM, teknologi, produk, fasilitas, perlengkapan dan brand yang dibutuhkan untuk memberikan value proposition kepada pelanggan. Kemudian perusahaan jg memiliki proses (manufaktur, training dan service) untuk memanfaatkan sumber daya tersebut.

Lalu bagaimana Anda dapat mengembangkan suatu inovasi dalam business model? Caranya adalah dengan menciptakan struktur organisasi yang memungkinkan orang untuk berinovasi terhadap business model tersebut, diantaranya:
• direksi memberikan mandate kepada manajemen untuk melakukan inovasi terhadap business model
• terdapat kerjasama cross-functional antar departemen dan antara hierarki yang berbeda
• ide mengenai bisnis tidak hanya dievaluasi oleh manajer, melainkan juga rekan kerja yang lain
• melibatkan pelanggan dalam proses inovasi business model
• ruangan fisik yang mendorong terjadinya inovasi

Read Full Post »

Teori Dasar Six Sigma

Definisi
Secara etimologi six sigma tersusun dari 2 kata yaitu : six yang berarti enam dan sigma yang merupakan simbol dari standard deviasi atau dapat pula diartikan sebagai ukuran satuan statistik yang menggambarkan kemampuan suatu proses dan ukuran nilai sigma dinyatakan dalam DPU (Defect Per Unit) atau PPM (Part Per Million). Dapat dikatakan bahwa proses dengan nilai sigma yang lebih tinggi (pada suatu proses) akan mempunyai defect yang lebih sedikit (baik jumlah defect maupun jenis defect). Semakin bertambah nilai sigma maka semakin berkurang Quality Cost dan Cycle time.
Secara epistimologi six sigma merupakan sebuah metodologi terstruktur untuk memperbaiki suatu proses dengan memfokuskan pada usaha-usaha untuk memperkecil variasi yang terjadi (process variance) sekaligus mengurangi cacat ataupun produk atau jasa yang keluar dari spesifikasi dengan menggunakan metode statistik dan tools quality lainnya secara insentif. Umumnya six sigma dituliskan dalam simbol 6 sigma.
Dan secara sederhana six sigma (6 sigma) dapat diterjemahkan sebagai suatu proses yang mempunyai kemungkinan cacat (defect opportunity) sebanyak 3,4 buah dalam satu juta produk (jasa). Mengenai penurunan nilai 3,4 sebenarnya banyak sekali kontroversi, tapi yang terpenting adalah kita memahami six sigma sebagai sebuah referensi tool untuk mengurangi jumlah cacat. Defect ialah Kegagalan dalam menghasilkan suatu produk sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan sedang yang dimaksud dengan opportunity (Kesempatan) antara lain : Kualitas produk; Kualitas komponen; Process Yield; Tes Destructive; Rejects – Repair; Visual Check (Appraisal); EHS – OSHA/LTA (Accidents); Ketidakhadiran; Perbedaan Material; Forecasting; Schedule Achievement; Kapasitas; CTQ – Critical to Quality; Scrap dan Rework; Organizational Development; Training; Inventory; Overtime; On-Time-Delivery; Order yang akurat; Transportasi; Down time; dll.
Dan dalam perkembangannya six sigma juga data diaplikasikan seluruh sistem bisnis, design, manufacturing, sales, service, dll.

Sejarah
Sebelum kita membahas lebih jauh terlebih dahulu marilah kita melihat kebelakang tentang sejarah six sigma. Six sigma dimulai oleh Motorola di era tahun 1980-an oleh salah seorang engineer bernama Bill Smith atas dukungan penuh dari CEO Bob galvin. Hal ini dilatarbelakangi oleh hilangnya market Motorola karena perbedaan kualitas dibandingkan dengan perusahaan Jepang. Pada tahun 1981 Motorola menghadapi tantangan tersebut dengan mengevaluasi kualitasnya hingga 5 kali dalam 5 tahun namun tetap saja tidak berhasil. Kemudian Motorola menggunakan statistical tools yang dipadukan dengan ilmu manajemen financial metrics yaitu Return on Investment (ROI) sebagai salah satu alat ukur (metrics) dari quality improvement process. Konsep ini kemudian dikembangkan oleh Dr. Mikel Harry dan Richard Schroeder secara lebih mendalam sehingga metode ini mendapat sambutan luas dari jajaran manajement Motorola dan perusahaan-perusahaan lain.
Perusahaan selain Motorola yang juga mengembangkan six sigma salah satunya yakni General electric (GE). Pada tahun 1995, GE menggulirkan six sigma disegala aspek bisnisnya guna menghadapi tantangan kualitas sebagai perusahaan kelas dunia. GE memperbaharui prosesnya seperti produktivitas, Inventory Return namun improvement tersebut tertunda karena adanya defect diprosesnya. Kemudian dikalangan GE muncul suatu pemikiran bahwa World Class Quality adalah suatu hal yang menantang sehingga di GE six sigma menjadi sebuah trend terlebih setelah mendapat dukungan penuh dari CEO Jack Welch. Hal inilah yang membuat perusahaan-perusahaan lain ingin mengetahui lebih jauh tentang six sigma dan mencoba mengimplementasikan metode ini ditempat kerjanya masing-masing.
Kemudian akan muncul sebuah opini, siapakah penemu ataupun penggagas sig sigma pertama kali? Apakah Motorola?
Hal inilah yang menarik untuk dibicarakan. Perlu diketahui bahwa konsep dasar six sigma sebenarnya diambil dari Total Quality Management (TQM) dan Statistical Process Control (SPC). Kedua konsep ini sudah lama dikembangkan oleh para ahli quality seperti Dr. Kaoru Ishikawa, Shewhart, Crossby, dll. Jadi ditinjau dari segi waktu dapat dikatakan bahwa six sigma merupakan hasil pengembangan dari quality improvement semenjak tahun 1940-an. Tapi yang jelas, bagi kita adalah seperti apapun metode yang terpenting adalah menerapkannya secara disiplin, berkesinambungan dan konsisten sehingga dapat menghasilkan suatu perbaikan (improvement).

Konsep Dasar Six Sigma
Secara umum ada 2 buah konsep dasar dari six sigma, yaitu :
Six sigma sebagai suatu aktivitas
Pada penjelasan sebelumnya telah disebutkan bahwa six sigma dapat diartikan sebagai suatu proses yang mempunyai defect opportunity atau kemungkinan cacat sebanyak 3,4 buah dalam satu juta produk atau jasa (DPPM). Untuk mencapai “target” angka tersebut maka ada beberapa rangkain aktivitas six sigma yang perlu dilakukan, misalnya :
a. Memahami dan mendefinsikan suatu proses design, manufacturing dan service secara jelas.
b. Aplikasi untuk six sigma statistic tools dan proses.
c. Mengidentifikasikan faktor penyebab defect.
d. Analisa dan improvement (perbaikan).
e. Melalui penurunan defect ratio akan meningkatkan yield dan total kepuasan pelanggan.
f. Management innovation tool memberikan kontribusi terhadap management out put.

Six sigma sebagai suatu strategi bisnis
Secara umum ada ada enam komponen utama konsep six sigma sebagai strategi bisnis (Peter S. Pande, 2002: 8), yaitu :
a. Customer service oriented (mengutamakan pelayanan kepada pelanggan).
Definisi customer (pelanggan) bukan hanya terbatas pada pembeli saja tetapi juga berarti rekan kerja kita, orang/ pihak yang akan menerima hasil kerja kita, masyarakat umum sebagai pengguna jasa, pemerintah, dll. Six sigma mampu memberikan informasi kepada kita mengenai seberapa bagus produk, service kita dan proses didalamnya serta membantu kita untuk menentukan langkah-langkah demi kepuasan customer secara total.
b. Manajemen yang bedasarkan data dan fakta.
c. Fokus pada proses, manajemen dan perbaikan.
Perlu diketahui bahwa six sigma sangat dipengaruhi dan bergantung pada seberapa jauh kita memahai suatu proses. Dan hal ini belum cukup apabila tidak didukung dengan appresiasi manajemen yang bagus dalam melakukan perbaikan.
d. Manajemen yang proaktif
e. Kerjasama tim yang bagus
f. Selalu mengejar kesempurnaan.
Sig sixma merupakan suatu tool yang lengkap yang dapat dipergunakan dan diaplikasikan pada bidang design, manufaktur, Sales, Service, dll. Six sigma dapat membantu kita dalam meraih keuntungan pada suatu persaingan. Bila kita dapat memperbaiki sigma level pada proses kita, berarti kualitas produk akan lebih baik dan biaya-biaya yang tidak perlu akan berkurang sehingga kita dapat memenuhi kepuasan customer.

Tahapan-tahapan Six Sigma
Sebagaimana telah dikemukakan dimuka bahwa six sigma merupakan suatu metode terstruktur. Terstruktur disini dapat diartikan karena six sigma mempunyai sedikitnya ada lima tahapan, yakni :
1. Define
Pada tahapan ini tim pelaksana akan mengidentifikasi masalah, menentukan target waktu, mendefinisikan specifikasi customer (critical to quality), mendefinisikan dan menggambarkan QC flow chart serta menentukan tujuan yang ingin dicapai (misal : pengurangan cacat, biaya, dll).
2. Measure
Pada tahapan ini bertujuan untuk memvalidasi permasalahan, mengukur atau menganalisa permasalahan dari data-data yang ada.
3. Analyze
Pada tahapan ini akan ditentukan faktor-faktor apa saja yang berpengaruh pada proses. Hal ini berarti bahwa jika ada empat faktor pokok yang apabila diperbaiki maka akan memperbaiki proses secara signifikan.
4. Improve
Pada tahapan ini kita akan mendiskusikan dan membicarakan tentang ide-ide untuk melakukan suatu improvement berdasarkana hasil analisa yang telah dilakukan. Selain itu juga dilakukan percobaan untuk melihat hasilnya apakah sudah efektif ataukah belum. Jika hasilnya efektif maka dapat dibakukan dalam suatu Standard Operasional Procedure (SOP).
5. Control
Setelah keempat tahapan diatas sudah dilakukan maka langkah selanjutnya adalah membuat suatu rencana dan merancang pengukuran atas hasil improvement yang sudah dilakukan agar dapat dikontrol dan diawasi secara berkesinambungan.
Sebenarnya kunci pokok agar tetap bertahan dalam sebuah persaingan bisnis yang semakin ketat ini adalah berusaha untuk lebih cepat, lebih baik (berkualitas) dan lebih murah. Kita ambil contoh misalnya membandingkan service pada jasa pengiriman paket barang dari Wonosobo (Jawa Tengah) ke Batam antara melalui Kantor Pos (BUMN) dan TIKI (swasta)
Pengiriman paket barang melalui Kantor Pos dipilih dengan beberapa pertimbangan misalnya murah dan hampir menjangkau seluruh wilayah Indonesia. Tetapi kadang-kadang Estimation Time Arrival (ETA) melebihi dari perkiraan semula, misalnya terlambat 1 minggu dan bahkan tidak jarang kondisi barang yang diterima sudah rusak.
Pengiriman paket barang dengan jasa TIKI akan dipilih jika kita akan mengirim barang dengan jaminan tidak rusak (aman) dan tepat waktu. Namun, kadang-kadang barang yang dipaketkan terlambat 1 hingga 2 hari saja dari ETA. Meskipun demikian biaya pengiriman melalui jasa TIKI jauh lebih mahal bila dibandingkan dengan jasa POS.
Intinya bahwa kedua biro jasa pengiriman tersebut mempunyai “variasi” dari proses dan service mereka. Saya tidak tahu apakah keduanya menerapkan six sigma ataukah tidak, tapi yang jelas manajemen keduanya pasti selalu memperbaiki proses dan service dengan metode yang sangat terstruktur dan rapi.

Filosofi dasar six sigma
1. Kelangsungan perusahaan bergantung kepada kemajuan bisnis.

2. Perusahaan bertambah besar berdasarkan kepuasan pelanggan (customer)
3. Kepuasan pelanggan ditentukan oleh quality, price dan delivery.
4. Quality, price dan delivery dikontrol oleh process capability.
5. Process capability tergantung dari variasi.
6. Variasi proses menentukan kenaikan defect, cost dan cycle time.
7. Untuk mengurangi variasi, kita harus mengaplikasikan pengetahuan yang benar.
8. Untuk mengaplikasikan pengetahuan yang benar, langkah pertama adalah dengan mengukur.
9. Dengan mengukur permasalahan, kita akan dapat pengetahuan yang benar.

Perbandingan antara 3 sigma dengan 6 sigma
Manfaat dan keunggulan-keunggulan six sigma
1. Menurunkan Cost of loss, perbaikan kualitas dan service produk serta kepuasan konsumen.
2. Dapat mengurangi secondary process [rework] dan claim.
3. Membuat keputusan berdasarkan data dan tidak hanya berdasar praduga saja.
4. Dapat diterapkan disegala bidang baik bidang Industri maupun bidang financial.
5. Fokus terhadap 3P (Product, Process, People).
Tidak hanya produk dan service saja, tapi juga proses dan kualitas sumber daya manusia dapat mencapai tujuan melalui pengukuran sigma level.
6. Sangat berdampak terhadap investasi.
7. Berdampak terhadap biaya.
8. Pengolahan data sangat mudah dengan menggunakan statistik.
Melalui analisa data eksperimen hal yang samar menjadi jelas. Tidak berdasarkan praduga dan pengalaman karena dibantu dengan statistic Software (Minitab)

Faktor-faktor Kunci keberhasilan Six Sigma
Ditinjau dari segi Sistem pengoperasian
a. Six sigma membutuhkan Top down drive atau dorongan dan dukungan penuh dari manajemen untuk menggerakan dan memotivasi subordinate-subordinat yang ada dibawahnya.
b. Six sigma membutuhkan partisipasi [harus] dari karyawannya khususnya untuk selalu customer oriented (berorientasi ke pelanggan).
c. Six sigma sebagai standar umum perusahaan, misalnya mensosialisasikan istilah (terminology) CTQ, Sigma, Cp, Z-level atau istilah statistik lainnya kepada para Operator (karyawan), Mencantumkan keterangan sigma level untuk setiap proses produksi dalam sebuah papan informasi yang besar dan mudah dilihat oleh siapa saja, dll.

Ditinjau dari segi Metodologi
1. Berasal dari voice of customer.
Pada pembahasannya sebelumnya sering disinggung istilah CTQ. CTQ ialah pemilihan faktor yang terpenting bagi konsumen atau dapat juga diartikan Customer Anda merasa bahwa karakteristik product, service atau proses adalah suatu hal yang kritikal. Pernyataan konsumen merupakan CTQ untuk suatu produk, proses ataupun service. Pengertian umum dari kontrol CTQ adalah pemilihan faktor yang terpenting bagi konsumen. Umumnya CTQ berasal dari konsumen, namun bisa juga dari resiko, ekonomi, dan Peraturan. Contoh yang mudah kita temukan yakni : Bakso harus bebas Formalin, Specifikasi external view untuk panjang Drive model DW224EV-VD3 adalah 132,18 +/- 0,3 [mm] atau contoh lainnya adalah adanya kebijakan RoHs compliance untuk semua Drive [part] yang akan memasuki wilayah Uni Eropa dan masih banyak lagi contoh-contoh CTQ. CTQ dapat diperoleh dengan alat-alat analisa (typical tool), misalnya: survey konsumen, interview, peta kebutuhan konsumen, Quality Function Deployment (QFD), Quick Market Intelligence, Pareto Diagram, dll.
2. Seluruh karyawan memerlukan training.
Training program six sigma secara intensif diperuntuk bagi seluruh karyawan agar karyawan dapat memahami dengan benar tentang metode six sigma. Hal ini diperlukan karena untuk menerapkan metode six sigma diperlukan investasi sumber daya manusia yang paham dengan 6 sigma.
3. Membutuhkan case study project, resource information untuk organisasi dan sistem, penilaian yang berdasar dan sistem penghargaan (reward system).

Istilah-istilah dalam Six Sigma

a. Defects Per Unit : Jumlah Defect per unit
Menentukan proses tidak bagus atau kita tidak dapat mengetahui bahwa bahwa proses tersebut mengandung defect. Six Sigma dapat mengatasi hal tersebut, contoh : Sebuah Laporan komplaint terdiri dari 10 halaman, 2 halaman diantaranya salah sehingga
DPU= Defect / Unit = 2 / 1 = 2

b. Defects Per Opportunity : Jumlah Defect disesuaikan dengan kesempatan defect per unit.DPO merupakan pengembangan dari konsep DPU ditambah dengan variabel opportunity (Kemungkinan). Contoh : Sebuah laporan komplaint terdiri dari 10 halaman, 2 halaman diantaranya salah sehingga :
DPO = 2 Defect / (1 unit X 10 opportunity) = 0,2
DPO = 0,2

c. Defect Per Million Opportunities : Nilai dari DPO X 1.000.000
Mengubah DPO menjadi sejuta unit karena dalam sigma biasanya menggunakan PPM (Part Per Million). Contoh :
DPMO = 0.2 DPO x 1.000.000 = 200.000

d. Z-Value
Z merupakan perbandingan Nilai Perbedaan antara X (USL atau LSL) dan target dibagi dengan standard deviation (sigma). Z-Value merupakan Standard terhadap nilai normal untuk Variasi Normal Distribusi sehingga memudahkan untuk analisa statistik. Z-Value adalah bagian dari sigma level. Bila nilai Z adalah 6, ini merupakan 6 sigma level.

e. Normal distribution : Menunjukkan suatu bentuk distribusi, sisi kanan dan sisi kiri jaraknya sama dengan sumbu Mean (M).

f. Standard normal distribution : Standard Deviasi 0 maka Normal Distribusinya adalah 1.

Sisi lain tentang Six Sigma
Dalam perkembangannya six sigma banyak mengandung kontroversi khususnya dikalangan praktisi dibidang quality. Disatu sisi banyak kalangan menganggap six sigma sebagai sebuah metode yang sederhana dan powerful tetapi tidak sedikit pula yang memandang sebelah mata tentang six sigma serta mempertanyakan tentang eksistensi dari metode six sigma, sebagai contoh artikel dari Arthur Schneiderman yang berjudul “Question : When is six sigma not six sigma? Answer : When it’s the six sigma metrics !!”. Dan masih banyak lagi artikel-artikel yang mengupas tentang sisi lain dari metode six sigma, baik yang sependapat, berbeda pendapat maupun yang mengupas secara berimbang. Dan perlu ditegaskan sekali lagi bahwa dalam artikel ini kita tidak memperdebatkan eksistensi six sigma tetapi kita lebih cenderung mempelajari dan mengenal six sigma lebih jauh sebagai suatu metode dan disiplin ilmu.

Read Full Post »

Budaya Organisasi

Pendahuluan

Sebagian para ahli seperti Stephen P. Robbins, Gary Dessler (1992) dalam bukunya yang berjudul “Organizational Theory” (1990), memasukan budaya organisasi kedalam teori organisasi. Sementara Budaya perusahaan merupakan aplikasi dari budaya organisasi dan apabila diterapkan dilingkungan manajemen akan melahirkan budaya manajemen. Budaya organisasi dengan budaya perusahan sering disalingtukarkan sehingga terkadang dianggap sama, padahal berbeda dalam penerapannya.

Kita tinjau Pengertian budaya itu sendiri menurut : “The International Encyclopedia of the Social Science” (1972) dpat dilihat menurut dua pendekatan yaitu pendekatan proses (process-pattern theory, culture pattern as basic) didukung oleh Franz Boas (1858-1942) dan Alfred Louis Kroeber (1876-1960). Bisa juga melalui pendekatan structural-fungsional (structural-functional theory, social structure as abasic) yang dikembangkan oleh Bonislaw Mallllinowski (1884-1942) dan Radclife-Brown yang kemudians dari dua pendekatan itu Edward Burnett Tylor (1832-1917 secara luas mendefinisikan budaya sebagai :”…culture or civilization, taken in its wide ethnographic ense, is that complex whole wich includes knowledge,belief, art, morals, law, custom and any other capabilities and habits acquired by man as a memmmber of society atau Budaya juga dapat diartikan sebagai : “Seluruh sistem gagasan dan rasa, tindakan serta karya yang dihasilkan manusia dalam kehidupan bermasyarakat yang dijadikan miliknya melalui proses belajar(Koentjaraningrat, 2001: 72 ) sesuai dengan kekhasan etnik, profesi dan kedaerahan”(Danim, 2003:148).

Akan tetapi dalam kehidupan sehari-hari kita lebih memahami budaya dari sudut sosiologi dan ilmu budaya, padahal ternyata ilmu budaya bisa mempengaruhi terhadap perkembangan ilmu lainnya seperti ilmu Manajemen Sumber Daya Manusia (SDM). Sehingga ada beberapa istilah lain dari istilah budaya seperti budaya organisasi (organization culture) atau budaya kerja (work culture) ataupun biasa lebih dikenal lebih spesifik lagi dengan istilah budaya perusahaan (corporate culture). Sedangkan dalam dunia pendidikan dikenal dengan istilah kultur pembelajaran sekolah (school learning culture) atau Kultur akademis (Academic culture)

Dalam dunia pendidikan mengistilahkan budaya organisasi dengan istilah Kultur akademis yang pada intinya mengatur para pendidik agar mereka memahami bagaimana seharusnya bersikap terhadap profesinya, beradaptasi terhadap rekan kerja dan lingkungan kerjanya serta berlaku reaktif terhadap kebijakan pimpinannya, sehingga terbentuklah sebuah sistem nilai, kebiasaan (habits), citra akademis, ethos kerja yang terinternalisasikan dalam kehidupannya sehingga mendorong adanya apresiasi dirinya terhadap peningkatan prestasi kerja baik terbentuk oleh lingkungan organisasi itu sendiri maupun dikuatkan secara organisatoris oleh pimpinan akademis yang mengeluarkan sebuah kebijakan yang diterima ketika seseorang masuk organisasi tersebut.

Fungsi pimpinan sebagai pembentuk Kultur akademis diungkapkan oleh Peter, Dobin dan Johnson (1996) bahwa :

Para pimpinan sekolah khususnya dalam kapasitasnya menjalankan fungsinya sangat berperan penting dalam dua hal yaitu : a). Mengkonsepsitualisasikan visi dan perubahan dan b). Memiliki pengetahuan, keterampilan dan pemahaman untuk mengtransformasikan visi menjadi etos dan kultur akademis kedalam aksi riil (Danim, Ibid., P.74).

Jadi terbentuknya Kultur akademis bisa dicapai melalui proses tranformasi dan perubahan tersebut sebagai metamorfosis institusi akademis menuju kultur akademis yang ideal. Budaya itu sendiri masuk dan terbentuk dalam pribadi seorang dosen itu melalui adanya adaptasi dengan lingkungan, pembiasaan tatanan yang sudah ada dalam etika pendidikan ataupun dengan membawa sistem nilai sebelumnya yang kemudian masuk dan diterima oleh institusi tersebut yang akhirnya terbentuklah sebuah budaya akademis dalam sebuah organisasi.

Pola pembiasaan dalam sebuah budaya sebagai sebuah nilai yang diakuinya bisa membentuk sebuah pola prilaku dalam hal ini Ferdinand Tonnies membagi kebiasaan kedalam beberapa pengertian antara lain :

a) Kebiasaan sebagai suatu kenyataan objektif sehari-hari yang merupakan sebuah kelajiman baik dalam sikap maupun dalam penampilan sehari-hari. Seorang pendidik sebagai profesionalis biasa berpenampilan rapi, berdasi dan berkemeja dan bersikap formal, sangat lain dengan melihat penampilan dosen institut seni yang melawan patokan formal yang berlaku didunia pendidikan dengan berpakaian kaos dan berambut panjang.

b) Kebiasaan sebagai Kaidah yang diciptakan dirinya sendiri yaitu kebiasaan yang lahir dari diri pendidik itu sendiri yang kemudian menjadi ciri khas yang membedakan dengan yang lainnya.

c) Kebiasaan sebagai perwujudan kemauan untuk berbuat sesuatu yaitu kebiasaan yang lahir dari motivasi dan inisatif yang mencerminkan adanya prestasi pribadi.

( Soekanto, loc.cit, P. 174)

Pengertian budaya yang penulis teliti lebih banyak berhubungan dengan kepribadian dan sikap dosen dalam menyikapi pekerjaannya (profesionality), rekan kerjanya, kepemimpinan dan peningkatan karakter internal (maturity character) terhadap lembaganya baik dilihat dari sudut psikologis maupun sudut biologis seseorang. Dimana budaya akademis secara aplikatif dapat dilihat ketika para anggota civitas akademika sudah mempraktikan seluruh nilai dan sistem yang berlaku di perguruan tinggi dalam pribadinya secara konsisten.

Budaya dan kepribadian

Oleh karena budaya secara individu itu berkorelasi dengan kepribadian, sehingga budaya berhubungan dengan pola prilaku seseorang ketika berhadapan dengan sebuah masalah hidup dan sikap terhadap pekerjaanya. Didalamnya ada sikap reaktif seorang pendidik terhadap perubahan kebijakan pemerintah dalam otonomi kampus sebagaimana yang terjadi, dimana dengan adanya komersialisasi kampus bisakah berpengaruh terhadap perubahan kultur akademis penididik dalam sehari-harinya.

Dilihat dari unsur perbedaan budaya juga menyangkut ciri khas yang membedakan antara individu yang satu dengan individu yang lain ataupun yang membedakaan antara profesi yang satu dengan profesi yang lain. Seperti perbedaan budaya seorang dokter dengan seorang dosen, seorang akuntan dengan seorang spesialis, seorang professional dengan seorang amatiran.

Ciri khas ini bisa diambil dari hasil internalisasi individu dalam organisasi ataupun juga sebagai hasil adopsi dari organisasi yang mempengaruhi pencitraan sehingga dianggap sebagai kultur sendiri yang ternyata pengertiannya masih relatif dan bersifat abstrak. Kita lihat pengertian budaya yang diungkapkan oleh Prof. Dr. Soerjono Soekanto mendefinisikan budaya sebagai : “Sebuah system nilai yang dianut seseorang pendukung budaya tersebut yang mencakup konsepsi abstrak tentang baik dan buruk. atau secara institusi nilai yang dianut oleh suatu organisasi yang diadopsi dari organisasi lain baik melalui reinventing maupun re-organizing”(Ibid, Soerjono Soekanto, P. 174)

Budaya juga tercipta karena adanya adopsi dari organisasi lainnya baik nilai, jargon, visi dan misi maupun pola hidup dan citra organisasi yang dimanefestasikan oleh anggotanya. Seorang pendidik sebagai pelaku organisasi jelas berperan sangat penting dalam pencitraan kampus jauh lebih cepat karena secara langsung berhadapan dengan mahasiswa yang bertindak sebagai promotor pencitraan di masyarakat sementara nilai pencitraan sebuah organisasi diambil melalui adanya pembaharuan maupun pola reduksi langsung dari organisasi sejenis yang berpengaruh dalam dunia pendidikan.

Sebuah nilai budaya yang merupakan sebuah sistem bisa menjadi sebuah asumsi dasar sebuah organisasi untuk bergerak didalam meningkatkan sebuah kinerjanya yang salah satunya terbentuknya budaya yang kuat yang bisa mempengaruhi. McKenna dan Beech berpendapat bahwa : „Budaya yang kuat mendasari aspek kunci pelaksaan fungsi organisasi dalam hal efisiensi, inovasi, kualitas serta mendukung reaksi yang tepat untuk membiasakan mereka terhadap kejadian-kejadian, karena etos yang berlaku mengakomodasikan ketahanan“( McKenna, etal, Terj. Toto Budi Santoso , 2002: 19)

Sedang menurut Talizuduhu Ndraha mengungkapkan bahwa “Budaya kuat juga bisa dimaknakan sebagai budaya yang dipegang secara intensif, secara luas dianut dan semakin jelas disosialisasikan dan diwariskan dan berpengaruh terhadap lingkungan dan prilaku manusia“( Ndraha, 2003:123).

Budaya yang kuat akan mendukung terciptanya sebuah prestasi yang positif bagi anggotanya dalam hal ini budaya yang diinternalisasikan pihak pimpinan akan berpengaruh terhadap sistem prilaku para pendidik dan staf dibawahnya baik didalam organisasi maupun diluar organisasi.

Sekali lagi kalau Budaya hanya sebuah asumsi penting yang terkadang jarang diungkapkan secara resmi tetapi sudah teradopsi dari masukan internal anggota organisasi lainnya. Vijay Sathe mendefinisikan budaya sebagai “The sets of important assumption (opten unstated) that member of a community share in common” ( Sathe, 1985: 18) Begitu juga budaya sebagai sebuah asumsi dasar dalam pembentukan karakter individu baik dalam beradaptasi keluar maupun berintegrasi kedalam organisasi lebih luas diungkapkan oleh Edgar H. Schein bahwa budaya bisa didefinisikan sebagai :

A pattern of share basic assumption that the group learner as it solved its problems of external adaptation anda internal integration, that has worked well enough to be considered valid and therefore, to be taught to new members as the correct way to perceive, think and feel in relation to these problems”.
( Schein
, 1992:16)

Secara lengkap Budaya bisa merupakan nilai, konsep, kebiasaan, perasaan yang diambil dari asumsi dasar sebuah organiasasi yang kemudian diinternalisasikan oleh anggotanya. Bisa berupa prilaku langsung apabila menghadapi permasalahan maupun berupa karakter khas yang merupakan sebuah citra akademik yang bisa mendukung rasa bangga terhadap profesi dirinya sebagai dosen, perasaan memiliki dan ikut menerapkan seluruh kebijakan pimpinan dalam pola komunikasi dengan lingkungannya internal dan eksternal belajar. Lingkungan pembelajaran itu sendiri mendukung terhadap pencitraan diluar organisasi, sehingga dapat terlihat sebuah budaya akan mempengaruhi terhadap maju mundurnya sebuah organisasi. Seorang professional yang berkarakter dan kuat kulturnya akan meningkatkan kinerjanya dalam organisasi dan secara sekaligus meningkatkan citra dirinya.

Organisasi dan budaya

Membahas budaya, jelas tidak bisa lepas dari pengertian organisasi itu sendiri dan dapat kita lihat beberapa pendapat tentang organisasi yang salah satunya diungkapkan Stephen P. Robbins yang mendefinisikan organisasi sebagai “…A consciously coordinated social entity, with a relatively identifiable boundary that function or relatively continous basis to achieve a common goal or set of goal”. ( Robbins, 1990: 4) Sedangkan Waren B. Brown dan Dennis J. Moberg mendefinisikan organisasi sebagai “…. A relatively permanent social entities characterized by goal oriented behavior, specialization and structure“(Brown,etal,1980:6) Begitu juga pendapat dari Chester I. Bernard dari kutipan Etzioni dimana organisasi diartikan sebagai “Cooperation of two or more persons, a system of conciously coordinated personell activities or forces“( Etzioni, 1961:14.)

Sehingga organisasi diatas pada dasarnya apabila dilihat dari bentuknya, organisasi merupakan sebuah masukan (input) dan luaran (output) serta bisa juga dilihat sebagai living organism yang memiliki tubuh dan kepribadian, sehingga terkadang sebuah organisasi bisa dalam kondisi sakit (when an organization gets sick). Sehingga organisasi dianggap Sebagai suatu output (luaran) memiliki sebuah struktur (aspek anatomic), pola kehidupan (aspek fisiologis) dan system budaya (aspek kultur) yang berlaku dan ditaati oleh anggotanya.

Dari pengertian Organisasi sebagai output (luaran) inilah melahirkan istilah budaya organisasi atau budaya kerja ataupun lebih dikenal didunia pendidikan sebagai budaya akademis. Untuk lebih menyesuaikan dengan spesifikasi penelitian penulis mengistilahkan budaya organisasi dengan istilah budaya akademis.

Menurut Umar Nimran mendefinisikan budaya organisasi sebagai “Suatu sistem makna yang dimiliki bersama oleh suatu organisasi yang membedakannya dengan organisasi lain”(Umar Nimran, 1996: 11)

Sedangkan Griffin dan Ebbert (Ibid, 1996:11) dari kutipan Umar Nimran Budaya organisasi atau bisa diartikan sebagai “Pengalaman, sejarah, keyakinan dan norma-norma bersama yang menjadi ciri perusahaan/organisasi” Sementara Taliziduhu Ndraha Mengartikan Budaya organisasi sebagai “Potret atau rekaman hasil proses budaya yang berlangsung dalam suatu organisasi atau perusahaan pada saat ini”( op.cit , Ndraha, P. 102) Lebih luas lagi definisi yang diungkapkan oleh Piti Sithi-Amnuai (1989) dalam bukunya “How to built a corporate culture” mengartikan budaya organisasi sebagai :

A set of basic assumption and beliefs that are shared by members of an organization, being developed as they learn to cope with problems of external adaptation and internal integration.( Pithi Amnuai dari kutipan Ndraha, p.102)

(Seperangkat asumsi dan keyakinan dasar yang dterima anggota dari sebuah organisasi yang dikembangkan melalui proses belajar dari masalah penyesuaian dari luar dan integarasi dari dalam)

Hal yang sama diungkapkan oleh Edgar H. Schein (1992) dalam bukunya “Organizational Culture and Leadershif” mangartikan budaya organisasi lebih luas sebagai :

” …A patern of shared basic assumptions that the group learned as it solved its problems of external adaptation and internal integration, that has worked well enough to be considered valid and, therefore, to be taught to new members as the correct way to perceive, think and feel in relation to these problems.( loc.cit, Schein, P.16)

(“… Suatu pola sumsi dasar yang ditemukan, digali dan dikembangkan oleh sekelompok orang sebagai pengalaman memecahkan permasalahan, penyesuaian terhadap faktor ekstern maupun integrasi intern yang berjalan dengan penuh makna, sehingga perlu untuk diajarkan kepada para anggota baru agar mereka mempunyai persepsi, pemikiran maupun perasaan yang tepat dalam mengahdapi problema organisasi tersebut).

Sedangkan menurut Moorhead dan Griffin (1992) budaya organisasi diartikan sebagai :

Seperangkat nilai yang diterima selalu benar, yang membantu seseorang dalam organisasi untuk memahami tindakan-tindakan mana yang dapat diterima dan tindakan mana yang tidak dapat diterima dan nilai-nilai tersebut dikomunikasikan melalui cerita dan cara-cara simbolis lainnya(McKenna,etal, op.cit P.63).

Amnuai (1989) membatasi pengertian budaya organisasi sebagai pola asumsi dasar dan keyakinan yang dianut oleh anggota sebuah organisasi dari hasil proses belajar adaptasi terhadap permasalahan ekternal dan integrasi permasalahan internal.

Organisasi memiliki kultur melalui proses belajar, pewarisan, hasil adaptasi dan pembuktian terhadap nilai yang dianut atau diistilahkan Schein (1992) dengan considered valid yaitu nilai yang terbukti manfaatnya. selain itu juga bisa melalui sikap kepemimpinan sebagai teaching by example atau menurut Amnuai (1989) sebagai “through the leader him or herself” yaitu pendirian, sikap dan prilaku nyata bukan sekedar ucapan, pesona ataupun kharisma.

Dari pengertian diatas bisa disimpulkan bahwa budaya organisasi diartikan sebagai kristalisasi dari nilai-nilai serta merupakan kepercayaan maupun harapan bersama para anggota organisasi dalam hal ini dosen di STIMIK Bani Saleh yang diajarkan dari generasi yang satu kegenerasi yang lain dimana didalamnya ada perumusan norma yang disepakati para anggota organisasi, mempunyai asumsi, persepsi atau pandangan yang sama dalam menghadapi berbagai permasalahan dalam organisasi.

Hal-hal yang mempengaruhi budaya organisasi

Menurut Piti Sithi-Amnuai bahwa : “being developed as they learn to cope with problems of external adaptation anda internal integration (Pembentukan budaya organisasi terjadi tatkala anggota organisasi belajar menghadapi masalah, baik masalah-masalah yang menyangkut perubahan eksternal maupun masalah internal yang menyangkut persatuan dan keutuhan organisasi).( Opcit Ndraha, P.76).

Pembentukan budaya akademisi dalam organisasi diawali oleh para pendiri (founder) institusi melalui tahapan-tahapan sebagai berikut :

1. Seseorang mempunyai gagasan untuk mendirikan organisasi.

2. Ia menggali dan mengarahkan sumber-sumber baik orang yang sepaham dan setujuan dengan dia (SDM), biaya dan teknologi.

3. Mereka meletakan dasar organisasi berupa susunan organisasi dan tata kerja.

Menurut Vijay Sathe dengan melihat asumsi dasar yang diterapkan dalam suatu organisasi yang membagi “Sharing Assumption”( loc.cit Vijay Sathe, p. 18) Sharing berarti berbagi nilai yang sama atau nilai yang sama dianut oleh sebanyak mungkin warga organisasi. Asumsi nilai yang berlaku sama ini dianggap sebagai faktor-faktor yang membentuk budaya organisasi yang dapat dibagi menjadi :

a). Share thing, misalnya pakaian seragam seperti pakaian Korpri untuk PNS, batik PGRI yang menjadi ciri khas organisasi tersebut.

b). Share saying, misalnya ungkapan-ungkapan bersayap, ungkapan slogan, pemeo seprti didunia pendidikan terdapat istilah Tut wuri handayani, Baldatun thoyibatun wa robbun ghoffur diperguruan muhammadiyah.

c). Share doing, misalnya pertemuan, kerja bakti, kegiatan sosial sebagai bentuk aktifitas rutin yang menjadi ciri khas suatu organisasi seperti istilah mapalus di Sulawesi, nguopin di Bali.

d). Share feeling, turut bela sungkawa, aniversary, ucapan selamat, acara wisuda mahasiswa dan lain sebagainya.

Sedangkan menurut pendapat dari Dr. Bennet Silalahi bahwa budaya organisasi harus diarahkan pada penciptaan nilai (Values) yang pada intinya faktor yang terkandung dalam budaya organisasi.( Silalahi,2004:8) harus mencakup faktor-faktor antara lain : Keyakinan, Nilai, Norma, Gaya, Kredo dan Keyakinan terhadap kemampuan pekerja

Untuk mewujudkan tertanamnya budaya organisasi tersebut harus didahului oleh adanya integrasi atau kesatuan pandangan barulah pendekatan manajerial (Bennet, loc.cit, p.43) bisa dilaksanakan antara lain berupa :

a) Menciptakan bahasa yang sama dan warna konsep yang muncul.

b) Menentukan batas-batas antar kelompok.

c) Distribusi wewenang dan status.

d) Mengembangkan syariat, tharekat dan ma’rifat yang mendukung norma kebersamaan.

e) Menentukan imbalan dan ganjaran

f) Menjelaskan perbedaan agama dan ideologi.

Read Full Post »

Definisi organisasi.
Pengorganisasian menyatukan berbagai macam sumber daya dan mengatur orang-orang dengan teratur, selain mempersatukan oran-orang pada tugas yang saling berkaitan. Pengorganisasian berasal dari istilah organism yang merupakan sebuah entitas dengan bagian-bagian yang terintegrasi dimana hubungan mereka satu sama lain saling berkaitan secara utuh. Bisa juga diartikan sebagai sebuah tindakan yang mengupayakan hubungan prilaku efektif antara orang-orang yang dapat bekerjasama secara efisien sehingga memperoleh kepuasan pribadi dalam melaksanakan tugas tertentu dalam lingkungan tertentu untuk mencpai tujuan dans sasaran tertentu.

Pentingnya pengorganisasian.
Adanya pengorganisasian akan menyebabkan lahirnya sebuah struktur organisasisebagai wadah yang bisa menggabungkan setiap aktiftas dengan teratur. Salah satu tugas pengorganisasian adalah mengharmoniskan suatu kelompok orang-orang berbeda, memperemukan bermacam-macam kepentingan dan memanfaatkan fotensi individu anggota oragnisasi kedalam suatu tujuan yang telah disepakati bersama.

Otoritas dalam organisasi.
Otoritas bisa diartikan kekuasaan resmi dan legal untuk menyurh fihak laian bertindak dan taat kepada pihak yang meilikinya. ketaaatan lahir bisa melalui persuasi, sanksi-sanksi, permohonanan, paksaan dan kekuatan. otoritas juga berkaitan dengan kekuasaan sebagai suatu pengaruh yangkuat yang bersifat mengendalikan atas pengarahan prialku seseorang. otoritas juga bisa diterima oleh bawahan dengan alasan untuk mencapai persetujuan dan diterima oleh pekerja lainnya. untuk memberikan sumbangsih kepada suatu tujuan yang dianggap berfaedah, gunamenghindari diterapkannya tidandakan disipliner, agar tidnakan sesuai dengan standar-standar moral yang berlaku selain untuk memperoleh balas jasa.
Ada berbagai macam otoritas yaitu
a).Otoritas garis (line authority)
hubungan otoitas atasan-baahan, dimana seorang atasan mengambil keputusan dan memberitahukannya kepada seorang bawahan yang kemudian membuat keputsuan dan memberitahukannya kepada seorang bawahan lagi dan seterusnya membnetuk sebuah gars dari puncak sampai tingkatterbawah sebuah struktur organisasi.
b) otoritas staft
perkataan staf secara arfiah berarti sebuah tongkat yang dipegang untuk menunjang tubuh. maka oleh karenanya otoritas staf semuala berarti otoritas yang dipergunakan untuk menunjang otoritas garis. staf diartikan bantan dan ia tujukan untuk membantu fihak yang memiliki otoritas.

Read Full Post »

Dikaitkan dengan konsep ‘globalisasi”, maka Michael Hammer dan James Champy menuliskan bahwa ekonomi global berdampak terhadap 3 C, yaitu customer, competition, dan change. Pelanggan menjadi penentu, pesaing makin banyak, dan perubahan menjadi konstan. Tidak banyak orang yang suka akan perubahan, namun walau begitu perubahan tidak bisa dihindarkan. Harus dihadapi. Karena hakikatnya memang seperti itu maka diperlukan satu manajemen perubahan agar proses dan dampak dari perubahan tersebut mengarah pada titik positif.

Masalah dalam perubahan

Banyak masalah yang bisa terjadi ketika perubahan akan dilakukan. Masalah yang paling sering dan menonjol adalah “penolakan atas perubahan itu sendiri”. Istilah yang sangat populer dalam manajemen adalah resistensi perubahan (resistance to change). Penolakan atas perubahan tidak selalu negatif karena justru karena adanya penolakan tersebut maka perubahan tidak bisa dilakukan secara sembarangan.

Penolakan atas perubahan tidak selalu muncul dipermukaan dalam bentuk yang standar. Penolakan bisa jelas kelihatan (eksplisit) dan segera, misalnya mengajukan protes, mengancam mogok, demonstrasi, dan sejenisnya; atau bisa juga tersirat (implisit), dan lambat laun, misalnya loyalitas pada organisasi berkurang, motivasi kerja menurun, kesalahan kerja meningkat, tingkat absensi meningkat, dan lain sebagainya. Mengapa perubahan ditolak? Untuk keperluan analitis, dapat dikategorikan sumber penolakan atas perubahan, yaitu penolakan yang dilakukan oleh individual dan yang dilakukan oleh kelompok atau organisasional.

Resistensi Individual

Karena persoalan kepribadian, persepsi, dan kebutuhan, maka individu punya potensi sebagai sumber penolakan atas perubahan.

KEBIASAAN, Kebiasaan merupakan pola tingkah laku yang kita tampilkan secara berulang-ulang sepanjang hidup kita. Kita lakukan itu, karena kita merasa nyaman, menyenangkan. Bangun pukul 5 pagi, ke kantor pukul 7, bekerja, dan pulang pukul 4 sore. Istirahat, nonton TV, dan tidur pukul 10 malam. Begitu terus kita lakukan sehingga terbentuk satu pola kehidupan sehari-hari. Jika perubahan berpengaruh besar terhadap pola kehidupan tadi maka muncul mekanisme diri, yaitu penolakan.

RASA AMAN, Jika kondisi sekarang sudah memberikan rasa aman, dan kita memiliki kebutuhan akan rasa aman relatif tinggi, maka potensi menolak perubahan pun besar. Mengubah cara kerja padat karya ke padat modal memunculkan rasa tidak aman bagi para pegawai.

FAKTOR EKONOMI, Faktor lain sebagai sumber penolakan atas perubahan adalah soal menurun-nya pendapatan. Pegawai menolak konsep 5 hari kerja karena akan kehilangan upah lembur.

TAKUT AKAN SESUATU YANG TIDAK DIKETAHUI.Sebagian besar perubahan tidak mudah diprediksi hasilnya. Oleh karena itu muncul ketidak pastian dan keraguraguan. Kalau kondisi sekarang sudah pasti dan kondisi nanti setelah perubahan belum pasti, maka orang akan cenderung memilih kondisi sekarang dan menolak perubahan.

PERSEPSI, Persepsi cara pandang individu terhadap dunia sekitarnya. Cara pandang ini mempengaruhi sikap. Pada awalnya program keluarga berencana banyak ditolak oleh masyarakat, karena banyak yang memandang program ini bertentangan dengan ajaran agama, sehingga menimbulkan sikap negatif.

Resistensi Organisasional

Organisasi, pada hakekatnya memang konservatif. Secara aktif mereka menolak perubahan. Misalnya saja, organisasi pendidikan yang mengenal-kan doktrin keterbukaan dalam menghadapi tantangan ternyata merupakan lembaga yang paling sulit berubah. Sistem pendidikan yang sekarang berjalan di sekolah-sekolah hampir dipastikan relatif sama dengan apa yang terjadi dua puluh lima tahun yang lalu, atau bahkan lebih. Begitu pula sebagian besar organisasi bisnis. Terdapat enam sumber penolakan atas perubahan.

INERSIA STRUKTURAL, Artinya penolakan yang terstrukur. Organisasi, lengkap dengan tujuan, struktur, aturan main, uraian tugas, disiplin, dan lain sebagainya menghasil- kan stabilitas. Jika perubahan dilakukan, maka besar kemungkinan stabilitas terganggu.

FOKUS PERUBAHAN BERDAMPAK LUAS, Perubahan dalam organisasi tidak mungkin terjadi hanya difokuskan pada satu bagian saja karena organisasi merupakan suatu sistem. Jika satu bagian dubah maka bagian lain pun terpengaruh olehnya. Jika manajemen mengubah proses kerja dengan teknologi baru tanpa mengubah struktur organisasinya, maka perubahan sulit berjalan lancar.

INERSIA KELOMPOK KERJA, Walau ketika individu mau mengubah perilakunya, norma kelompok punya potensi untuk menghalanginya. Sebagai anggota serikat pekerja, walau sebagai pribadi kita setuju atas suatu perubahan, namun jika perubahan itu tidak sesuai dengan norma serikat kerja, maka dukungan individual menjadi lemah.

ANCAMAN TERHADAP KEAKHLIAN, Perubahan dalam pola organisasional bisa mengancam keakhlian kelompok kerja tertentu. Misalnya, penggunaan komputer untuk merancang suatu desain, mengancam kedudukan para juru gambar.

ANCAMAN TERHADAP HUBUNGAN KEKUASAAN YANG TELAH MAPAN, Mengintroduksi sistem pengambilan keputusan partisipatif seringkali bisa dipandang sebagai ancaman kewenangan para penyelia dan manajer tingkat menengah.

ANCAMAN TERHADAP ALOKASI SUMBERDAYA, Kelompok-kelompok dalam organisasi yang mengendalikan sumber daya dengan jumlah relatif besar sering melihat perubahan organisasi sebagai ancaman bagi mereka. Apakah perubahan akan mengurangi anggaran atau pegawai kelompok kerjanya?.

Taktik Mengatasi Penolakan Atas Perubahan

Coch dan French Jr. mengusulkan ada enam taktik yang bisa dipakai untuk mengatasi resistensi perubahan.

1. Pendidikan dan Komunikasi. Berikan penjelasan secara tuntas tentang latar belakang, tujuan, akibat, dari diadakannya perubahan kepada semua pihak. Komunikasikan dalam berbagai macam bentuk. Ceramah, diskusi, laporan, presentasi, dan bentuk-bentuk lainnya.

2. Partisipasi. Ajak serta semua pihak untuk mengambil keputusan. Pimpinan hanya bertindak sebagai fasilitator dan motivator. Biarkan anggota organisasi yang mengambil keputusan

3. Memberikan kemudahan dan dukungan. Jika pegawai takut atau cemas, lakukan konsultasi atau bahkan terapi. Beri pelatihan-pelatihan. Memang memakan waktu, namun akan mengurangi tingkat penolakan.

4. Negosiasi. Cara lain yang juga bisa dilakukan adalah melakukan negosiasi dengan pihak-pihak yang menentang perubahan. Cara ini bisa dilakukan jika yang menentang mempunyai kekuatan yang tidak kecil. Misalnya dengan serikat pekerja. Tawarkan alternatif yang bisa memenuhi keinginan mereka

5. Manipulasi dan Kooptasi. Manipulasi adalah menutupi kondisi yang sesungguhnya. Misalnya memlintir (twisting) fakta agar tampak lebih menarik, tidak mengutarakan hal yang negatif, sebarkan rumor, dan lain sebagainya. Kooptasi dilakukan dengan cara memberikan kedudukan penting kepada pimpinan penentang perubahan dalam mengambil keputusan.

6. Paksaan. Taktik terakhir adalah paksaan. Berikan ancaman dan jatuhkan hukuman bagi siapapun yang menentang dilakukannya perubahan.

Pendekatan dalam Manajemen Perubahan Organisasi

Pendekatan klasik yang dikemukaan oleh Kurt Lewin mencakup tiga langkah. Pertama : UNFREEZING the status quo, lalu MOVEMENT to the new state, dan ketiga REFREEZING the new change to make it permanent.

Selama proses perubahan terjadi terdapat kekuatan-kekuatan yang mendukung dan yang menolak . Melalui strategi yang dikemukakan oleh Kurt Lewin, kekuatan pendukung akan semakin banyak dan kekuatan penolak akan semakin sedikit.

Unfreezing : Upaya-upaya untuk mengatasi tekanan-tekanan dari kelompok penentang dan pendukung perubahan. Status quo dicairkan, biasanya kondisi yang sekarang berlangsung (status quo) diguncang sehingga orang merasa kurang nyaman.

Movement : Secara bertahap (step by step) tapi pasti, perubahan dilakukan. Jumlah penentang perubahan berkurang dan jumlah pendukung bertambah. Untuk mencapainya, hasil-hasil perubahan harus segera dirasakan.

Refreezing : Jika kondisi yang diinginkan telah tercapai, stabilkan melalui aturan-aturan baru, sistem kompensasi baru, dan cara pengelolaan organisasi yang baru lainnya. Jika berhasil maka jumlah penentang akan sangat berkurang, sedangkan jumlah pendudung makin bertambah.

Read Full Post »