Feeds:
Pos
Komentar

Profil Pelajar Pancasila dinyatakan sebagai: Pelajar Indonesia adalah pelajar sepanjang hayat yang memiliki kompetensi global dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Dari pernyataan itu terlihat bahwa dalam Profil Pelajar Pancasila mengandung:

  1. Softskill: Pelajar sepanjang hayat.
  2. Hardskill: kompetensi global.
  3. Karakter: nilai-nila Pancasila.

Namun kalau disandingkan antara pernyataan (definisi) Profil Pelajar Pancasila dengan 6 dimensinya, rasanya masih kurang satu dimensi yaitu dimensi hardskill (6 dimensi yang ada baru mewadahi karakter dan softskills), sebagai salah satu kompetensi global yang diperlukan, yang selanjutnya diterjemahkan ke dalam kegiatan pembelajaran.

Profil pelajar Pancasila memiliki enam dimensi:

  1. Beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia, ini adalah dimensi karakter.
  2. Berkebinekaan global, ini adalah dimensi karakter.
  3. Bergotong royong, ini dapat menjadi dimensi karakter dan softskill.
  4. Mandiri, ini juga dapat menjadi dimensi karakter dan softskill.
  5. Bernalar kritis, ini adalah dimensi softskill.
  6. Kreatif. ini adalah dimensi softskill.

Dengan melihat dimensi-dimensi tersebut maka terlihat belum ada dimensi yang mewadahi hardskill. Hal ini sangat penting dari segi konsep, karena akan menjadi hambatan dalam pengembangan dan implementasi selanjutnya, terutama dalam pembelajaran,

PENDIDIKAN karakter sudah menjadi keniscayaan dalam dunia pendidikan. Keberadaannya haruslah memiliki arah dan tujuannya yang jelas. Sehingga implementasi di lapangan menjadi mudah dilaksanakan. Bila arah dan tujuannya tidak jelas, maka jangankan hasil dari proses pendidikan tersebut, implementasinya tentu akan mengalami kendala. Karena itu memahami pendidikan karakter menjadi hal yang sangat penting.
Pendidikan Islam merupakan upaya mengembangkan, mendorong, serta mengajak manusia untuk maju berlandaskan nilai-nilai yang tinggi dan kehidupan berakhlak mulia. Sehingga terbentuk pribadi yang lebih sempurna, baik yang berkaitan dengan akal, perasaan, maupun perbuatan yang menjadi tujuannya.
Pendidikan dalam perspektif Islam bisa dimaknai upaya manusia untuk melahirkan generasi yang lebih baik, generasi yang selalu menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.
Karakter menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti. Adapun makna berkarakter adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, dan berwatak. Bila hal itu dikaitakan dengan Islam, dapat disimpulkan bahwa individu yang berkarakter baik adalah seseorang yang berusaha melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Allah.
Melihat makna pendidikan dan karakter di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter merupakan sebuah proses pembentukan akhlak, kepribadian dan watak yang baik, bertanggung jawab akan tugas yang diberikan Allah kepadanya di dunia. Serta mampu menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
Dalam Islam, pendidikan karakter adalah pendidikan agama yang berbasis akhlak. Pembentukan akhlak generasi kini dan mendatang dapat terwujud melalui pendidikan karakter selaras dengan pendidikan Islam.

Akhlak adalah karakter yang sebenarnya, bukan karakter yang mudah berubah-ubah. Berubah-ubahnya watak dan kepribadian seseorang menunjukan lemahnya karakter dan lemahnya akhlak seseorang.
Perubahan-perubahan perilaku manusia ini disebabkan pendidikan yang didasarkan pada nilai-nilai relatif yang terus berkembang. Jika ingin menanamkan karakter yang tak tergilas oleh waktu, maka harus menggunakan referensi yang juga tak tergilaskan oleh nilai universal, dan ini adalah konsep akhlak dalam Islam.
Dengan demikian, hendaknya pendidikan karakter yang diterapkan di sekolah harus diintegrasikan ke dalam mata pelajaran maupun peraturan sekolah untuk pembiasaan, dengan tujuan agar terbetuknya generasi bangsa selain cerdas juga berakhlak mulia.

Pengertian  pendidikan
Secara literatur, pendidikan berarti sebagai proses pengubahan sikap  dan tingkah laku maupun perilaku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan diri manusia melalui upaya pembelajaran,pengajaran dan pelatihan. Adapun ide dasar dari pendidikan itu sendiri adalah suatu system kerja untuk membangun manusia supaya bias melindungi  diri terhadap alam lingkungannya maupun ruang lingkup kehidupannya,kemudian kita harus mengatur hubungan antar manusia,serta antara manusia dengan Tuhan-Nya. Kemudian melalui pendidikan terjadi proses yang dimana suatu kompleks pengetahuan dan kecakapan  diteruskan kepada generasi selanjutnya.

Kunjungi Toko Kami di Tokopedia Javania


Undang-undang Sistem pendidikan nasional (UU 20/2003)merumuskan bahwasannya pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik  secara aktif menyumbangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian diri, kecerdasan,ahlak mulia,serta keterampilan  yang di perlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Ki Hajar Dewantoro pun menegaskan bahwasannya pendidikan adalah suatu daya dan upaya untuk memajukan bertumbuhnya  budi pekerti (kekuatan batin karakter manusia),pikiran (intelek), dan tubuh anak. Ketiga-tiganya tidak boleh dipisah- pisahkan agar supaya kiata dapat memajukan kesempurnaan hidup,kehidupan dan peng hidupan anak-anak didik kita selaras dengan dunianya. Ada yang mengatakan bahwa apa yang kita lihat, apa yang kita dengar, apa yang kita rasakan itu semuanya adalah pendidikan. Dan dalam ilmu pendidikan, pendidikan diartikan sebagai proses transformasi budaya, pembentukan pribadi ataupun kepribadian, penyiapan warga Negara, dan yang terakhir sebagai penyiapan warga Negara .

Fungsi  pendidikan

Berdasarkan UU No. 20 Tahun 2003 fungsi  pendidikan ditujukan untuk mengembangkan peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa berahlak mulia, sehat , berilmu, cakap, kreatip, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Pendidikan pada dasarnya merupakan sarana proses dalam humanisasi, proses pemberdayaan, dan sosialisasi, dalam rangka proses pembangunan manusia yang inovatif, berdaya kritik, berpengetahuan luas, berkepribadian dan taat. Berdasarkan UU, fungsi dari pendidikan adalah untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak kita serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa ini.

Kunjungi Toko Kami di Shopee Frasya Butik

Siapakah yang berhak mendapatkan pendidikan Bila benar kita mau melaksanakan pendidika dan lifelong education, maka sebenarnya semua penduduk perlu mendapatkan kesempatan memperoleh pendidikan yang diperlukan. Misalnya semua anak antara umur 5 sampai dengan 16 tahun wajib belajar mengikuti jenis pendidikan tertentu. Anak-anak yang drop outs dalam rangka wajib belajar ini perlu mendapatkan  pendidikan yang amat khusus. Semua orang dewasa  pada suatu saat membutuhkan tambahan pengetahuan untuk dapat bekerja dengan hasil yang baik, karena  kita hidup pada zaman yang maju, dan seluruh dunia  sedang mengalami proses kemajuan yang amat cepat sekali. Hal ini memang sedang menjadi perhatian masyarakat, karena dengan kemajuan umat manusia, maka banyaknya orang yang sudah lanjut usia bertambah dan tetap sehat sehingga diupayakan tidak menganggur. Para tahanan dalam penjara pun perlu mendapatkan pendidikan supaya nanti, apabila di bebaskan dari tahanan atau sel penjara dapat diharapkan mendapatkan nafkah dalam kehidupan dan penghidupan secara terhormat.   

Pengertian karakter

Apa yang dimaksud dengan karakter?Karakter artinya adalah sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain misalnya tabi’at dan watak seseorang. Berkarakter maksudnya mempunyai kepribadian dan berwatak. Dapat dijelaskan bahwasannya karakter sama dengan virtue atau sesuatu kebaikan, kebajikan pokok. Virtue merupakan suatu nilai moral tertinggi yang hanya dapat tercapai ketika seseorang mengembangkan kekuatan karakternya (character strength) yang ada dalam diri dan jiwanya.Virtue bersifat laten yang lebih tinggi dan juga bersifat abstrak.karakter aslinya berasal dari bahasa inggris Character yang artinya adalah watak,sifat. Menurut JP. Chaplin ada tiga arti karakter, yang pertama karakter adalah satu kualitas atau sifat yang tetap dan kekal yang dapat dijadikan sebagai ciri khas untuk mengindentifikasikan  seorang pribada, objek ataupun suatu kejadian, kedua suatu integrasi atau sintesa dari sifat-sifat indifidual dalam bentuk satu unitas ataupun kesatuan, yang ketiga kepribadian seseorang dipertimbangkan dari titik dan segi pandangan etis atau moral.

Mengapa pendidikan karakter?  Karakter  dalam sebuah komunitas, tak terkecuali komunitas pendidikan, dapat dilihat dari dimensi lahir maupun batinnya. Karakter lahiriyah (character) tampak dalam tingkah laku, cara bicara, kesopanan berpakaian, dan kebiasaan-kebiasan yang muncul melalui penampilan fisik, melaui perilaku dan kebiasan seseorang. Sedangkan karakter yang bersifat batinniyah (virtue) itu tampak dalam sebuah kebiasaan yang mewujudkan dalam bentuk personal,kontruksi diri, dan pola kognitifnya. Dalam dunia persekolahan, yang di dalamnya ada guru, murid, dan karyawan, masalah penampilan yang patut dan layak, tidak kelihatan gembel dan tidak pula berlebihan, rapih dan bersih, mempunyai penilaian yang amat penting. Juga cara pikir dan berfikir, jiwa optimisme, teratur, tepat waktu dan tau waktu, semuanya itu sangat penting dan berpngaruh sangat besar dalam hidup maupun karir seseorang. Sifat-sifat kejiwaan, ahlak,ataupun budi pekerti yang membedakan seseorang dari pada yang lainnya, itulah yang disebut karakter (character). Tetapi bukan asal beda’ sebab karakter dilengkapi dengan perasaan risih dan malu. Sifat risih dan malu ini selanjutnya dapat menumbuhkan yang namanya karakter, dan dengan berkarakter seseorang itu akan merasa lebih tenang dan lebih percaya diri, kalau di banyak sekolah lalu di tulis buku tentang tata tertib sekolahan, janji murid, yang menjelaskan aturan-aturan bagi guru, murid dan karyawan sekolah tersebut dalam hal bagaimana seharusnya berperilaku, berpakaian, berkomunikasi antara murid dengan dengan para gurunya, antara guru dengan guru, serta antara sekolah dengan masayarakat sekitarnya.   
Untuk apa berkarakter? Berkarakter itu bertujuan untuk membedakan satu dengan yang lainnya (identifikasi identitas) sekaligus sebagai penegasan identittas. Untuk meraih hidup ataupun kehidupan yang terhormat dan dihormati, bahagi dan membahagiakan, untuk menumbuhkan kepercayaan diri dan mandiri, untuk mendapatkan dan mencapai ridho Allah SWT, karena ajaran karakter sebenarnya adalah ajaran dalam islam bernuansa dan bersifat  universal, sehingga sebetulnya berlaku bagi setiap orang dari kalangan agama,budaya, dan suku apa pun. Maka dari itu, disini dapat disimpulkan bahwasannya pendidikan karakter (akhlak dan budi pekerti) itu sangat penting sekali bagi kita dibandingkan pendidikan yang lainnya, karena pendidikan karakter itu bisa di ibaratkan sebagai pembangun pondasi, yang apabila suatu pondasi itu baik dan kokoh maka bangunan itupun akan ikut kokoh. 

Kunjungi Toko Kami di Shopee Frasya Butik

frasya 3

Daftar pustaka:

Santoso, Imam, Slamet, DR, Prof (Pendidikan Di Indonesia Dari Masa Ke Masa) CV. Haji MasagungKebudayaan dan Departemen Pendidikan,”Kamus Besar Bahasa Indonesia”Edisi (Jakarta,Balai Pustaka,1995)Zarkasyi, Syukri, Abdullah, “Gontor Dan Pembaharuan Pendidikan Pesantren”(Jakarta, PT Raja Grafindo Persada,2005)   

Secara proses, sebenarnya model pembelajaran modern ini sudah diatur dalam Permendikbud no. 22 tahun 2016 tentang Standar Proses dengan prinsip sebagai berikut:

1. Dari peserta didik diberi tahu menuju peserta didik mencari tahu
2. Dari guru sebagai satu-satunya sumber belajar menjadi belajar berbasis aneka sumber belajar
3. Dari pendekatan tekstual menuju proses sebagai penguatan penggunaan pendekatan ilmiah
4. Dari pembelajaran berbasis konten menuju pembelajaran berbasis kompetensi
5. Dari pembelajaran parsial menuju pembelajaran terpadu
6. Dari pembelajaran yang menekankan jawaban tunggal menuju pembelajaran dengan jawaban yang kebenarannya multi dimensi
7. Dari pembelajaran verbalisme menuju keterampilan aplikatif
8. Peningkatan dan keseimbangan antara keterampilan fisikal (hardskills) dan keterampilan mental (softskills)
9. Pembelajaran yang mengutamakan pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik sebagai pembelajar sepanjang hayat
10. Pembelajaran yang menerapkan nilai-nilai dengan memberi keteladanan (ing ngarso sung tulodo), membangun kemauan (ing madyo mangun karso), dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran (tut wuri handayani)
11. Pembelajaran yang berlangsung di rumah di sekolah, dan di masyarakat
12. Pembelajaran yang menerapkan prinsip bahwa siapa saja adalah guru, siapa saja adalah peserta didik, dan di mana saja adalah kelas
13. Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran
14. Pengakuan atas perbedaan individual dan latar belakang budaya peserta didik.

Apabila prinsip pembelajaran di atas diselaraskan dengan 4 pilar pendidikan yang disusun oleh UNESCO, yaitu Learning to Know (belajar untuk mengetahui), Learning to Do (belajar untuk melakukan sesuatu), Learning to Be (belajar untuk menjadi sesuatu), dan Learning to Live Together (belajar untuk hidup bersama), maka saat ini adalah kesempatan paling tepat untuk mengatur ulang arah dunia pendidikan kita yang selama sudah tersesat jauh dari tujuan.

Dunia pendidikan harus kembali mengajarkan cara belajar (Learning How to Learn), bukan Learning What to Learn (belajar tentang sesuatu). Semua ini tercermin dari isi pembelajaran daring seminggu ini di mana guru masih berkutat tentang konten atau materi yang dibuat untuk memberi tahu peserta didik daripada membiarkan mereka untuk mencari tahu sendiri.

Dengan adanya internet peserta didik dapat belajar untuk tahu, belajar untuk melakukan, belajar untuk menjadi sesuatu, dan belajar untuk hidup bersama dengan pendekatan yang sangat berbeda di masa pra internet di mana guru menjadi satu-satunya sumber belajar. Para pendidik cukup memfasilitasi bagaimana peserta didik dapat mencari tahu sumber belajar yang dapat dipercaya, bukan hoax, dan bukan sekedar opini seseorang yang kredibilitasnya masih diragukan.

Pada 2014 Bank Dunia meluncurkan sebuah kajian berjudul Developing Social-Emotional Skills for the Labor Market (Mengembangkan Keterampilan Sosial Emosional untuk Dunia Kerja) yang ditulis oleh Nancy Guerra, Kathryn Modecki, dan Wendy Cunningham. Ada 8 keterampilan yang paling dicari oleh perusahaan-perusahaan dalam merekrut pegawai; pertama, memecahkan masalah yang optimal perkembangannya di usia anak (6-12 tahun) dan remaja (12-18 tahun), namun dapat dikenalkan dasarnya sejak usia dini (0-5 tahun), dan dapat dikuatkan sampai usia dewasa (19-29 tahun).

Kedua, ketangguhan (tidak mudah menyerah) yang optimal perkembangannya di usia dini (0-5 tahun) dan usia anak (6-12 tahun), serta dapat dikuatkan sampai pada usia remaja (12-18 tahun). Ketiga, motivasi untuk berprestasi yang optimal perkembangannya anak (6-12 tahun) dan dapat dikuatkan sampai pada usia remaja (12-18 tahun). Keempat, pengendalian diri yang optimal perkembangannya di usia dini (0-5 tahun) dilanjutkan pada usia anak (6-12 tahun) hingga di usia remaja (12-18 tahun), dan dapat dikuatkan sampai usia dewasa (19-29 tahun).

Kelima, teamwork yang optimal perkembangannya di usia dini (0-5 tahun) dan usia anak (6-12 tahun), serta dapat dikuatkan sampai pada usia remaja (12-18 tahun). Keenam, prakarsa yang optimal perkembangannya dari usia dini sampai dengan dewasa (0-29 tahun). Ketujuh, kepercayaan diri yang optimal perkembangannya di usia anak (6-12 tahun) dan remaja (12-18 tahun), namun dapat dikenalkan dasarnya sejak usia dini (0-5 tahun), dan dapat dikuatkan sampai usia dewasa (19-29 tahun). Kedelapan, etika yang optimal perkembangannya di usia anak (6-12 tahun) dan remaja (12-18 tahun), namun dapat dikenalkan dasarnya sejak usia dini (0-5 tahun).

Jika para pendidik dan orangtua memahami bahwa keterampilan-keterampilan tersebut yang dibutuhkan untuk dikembangkan dalam diri para peserta didik dalam menghadapi tantangan di abad ke-21 ini, maka model pembelajaran dapat diarahkan agar bermuara ke sana. Misalnya selama masa belajar di rumah ini peserta didik dapat diarahkan untuk mencari pemecahan masalah yang berhubungan dengan Covid-19. Solusinya bisa dari sisi kesehatan, pangan, sosial, ekonomi, dan lain sebagainya.

Solusi yang ditawarkan harus memiliki landasan teori yang kuat dan bukan sekedar ide liar; di sinilah letak peserta didik akan belajar mencari tahu. Solusi tersebut harus dikerjakan secara kelompok walaupun tidak bertemu tatap muka. Solusi yang ditawarkan harus dipresentasikan dalam bentuk video dan diunggah ke media sosial seperti Youtube, Facebook, Linkedin, Line, ataupun yang lain. Penilaian akan berdasarkan jumlah views (berapa kali ditonton), berapa jempol (like), dan berapa banyak komentar/interaksi yang muncul dari unggahan tersebut.

Silakan konsep ini dicoba, saya yakin manfaatnya akan lebih terasa bagi peserta didik; jelas akan mengurangi tingkat stres para orangtua di rumah, menghilangkan kegagapan pendidik dalam pelaksanaan pembelajaran daring, dan yang pasti mengembalikan dunia pendidikan ke arah yang seharusnya dituju, yaitu belajar untuk belajar, bukan apa yang harus dipelajari.

Kita semua akan dikagetkan dengan kreativitas dan inovasi generasi penerus bangsa yang selama ini tidak diberi kesempatan karena waktu belajarnya habis untuk diberi tahu belajar apa. Dan, konsep ini akan mengubah pandangan para orangtua dan pendidik yang selama ini melihat gawai konsumsi semata, sekarang akan berubah menjadi alat produksi. Dan inilah proses pembangunan SDM unggul yang sesungguhnya.

Indra Charismiadji pemerhati dan praktisi edukasi 4.0, Direktur Eksekutif CERDAS (Center for Education Regulations & Development Analysis)

Pendidikan karakter memiliki tujuan untuk membentuk manusia utuh atau holistik yang berkarakter yakni dengan mengembangkan aspek fisik, sosial, emosi, spiritual, kreativitas dan juga intelektual yang nantinya diharapkan bisa membentuk manusia yang selalu mau belajar. Menurut Nel Noddings, selain peran sekolah dalam pendidikan karakter anak, pendidikan karakter memiliki tujuan untuk menanamkan nilai nilai kebajikan, membangun kepercayaan pengenalan dan menggambarkan contoh yang bisa ditiru. Pada intinya, pendidikan karakter memiliki tujuan untuk menanamkan nilai kebajikan dan membentuk mausia secara menyeluruh dan mengembangkan potensi yang dimiliki tidak hanya kepintaran dalam berpikir namun juga respek terhadap lingkungan serta melatih potensi diri anak agar bisa berkembang semakin positif. Sedangkan metode dalam pendidikan karakter yang paling penting terdapat beberapa jenis yang akan kami ulas secara lengkap pada artikel berikut ini.
1. Mengajarkan
Memahami konseptual tetap diperlukan sebagai bekal konsep nilai yang dijadikan rujukan untuk mewujudkan karakter tertentu yang memerlukan peran lingkungan dalam pendidikan karakter. Mengajarkan karakter berarti memberikan pemahaman pada anak mengenai struktur nilai tertentu, maslahat dan juga keutamaan. Mengajarkan nilai ini mempunyai dua faedah utama yakni memberikan pengetahuan konseptual baru dan juga dijadikan pembanding atas pengetahuan yang sudah dimiliki anak. Untuk itu, proses mengajarkan bukanlah monolog akan tetapi melibatkan peran serta dari anak.
2. Keteladanan
Seorang anak nantinya akan lebih banyak belajar dari apa yang dilihat dan keteladanan ada pada posisi penting dimana seorang guru harus lebih dulu memiliki karakter yang akan diajarkan. Seorang anak atau peserta didik akan melihat dan meniru yang dilakukan oleh guru dibandingkan dengan apa yang dilaksanakan oleh guru. Keteladanan ini tidak hanya bersumber dari guru namun juga dari semua manusia yang ada dalam lembaga pendidikan tersebut, orang tua, kerabat dan semua orang yang berhubungan dengan peserta didik tersebut. Dalam kondisi ini, seorang anak akan membutuhkan lingkungan pendidikan yang utuh agar bisa saling mengajarkan karakter.
3. Menentukan Prioritas
Menentukan prioritas yang jelas harus ditetapkan untuk cara membentuk karakter anak usia dini supaya proses evaluasi bisa berhasil atau tidak mengenai pendidikan karakter akan semakin jelas. Tanpa adanya prioritas, maka pendidikan karakter juga tidak bisa fokus sebab tidak bisa dinilai dari berhasil dan tidka berhasil. Pendidikan karakter menghimpun kumpulan nilai yang dianggap penting untuk pelaksanaan dan juga realisasi visi lembaga. Untuk itulah, lembaga pendidikan mempunyai kewajiban untuk menentukan tuntutan standar yang ditawarkan pada peserta didik dan juga semua pribadi yang ikut terlibat dalam lembaga pendidikan juga harus paham dengan baik mengenai nilai yang akan ditekankan pada lembaga pendidikan karakter ketiga. Apabila lembaga ingin menentukan perilaku standar yang menjadi ciri lembaga, maka karakter lembaga tersebut juga harus bisa dipahami oleh peserta didik, masyarakat dan juga orang tua.
4. Praksis Prioritas
Metode lain yang juga tidak kalah penting dalam pendidikan karakter adalah bukti dilaksanakannya prioritas karakter tersebut. Lembaga pendidikan haruslah bisa membuat verifikasi mengenai sejauh mana prioritas yang sudah ditentukan sudah bisa direalisasikan dalam lingkungan pendidikan lewat berbagai unsur yang ada dalam lembaga pendidikan tersebut.
5. Refleksi
Refleksi memiliki arti yang dipantulkan ke dalam diri pada etika dalam pendidikan karakter. Apa yang sudah dialami masih bisa terpisah dengan kesadaran diri sejauh ia belum dihubungkan dna dipantulkan dengan isi dari kesadaran seseorang. Refleksi ini juga bisa disebut dengan proses bercermin, mematutkan diri pada konsep atau peristiwa yang sudah dialami.
6. Metode Bercerita [Telling Story]
Ha l terpenting dalam metode ini adalah guru harus bisa membuat kesimpulan bersama dengan siswa karakter apapun yang diperankan dalam tokoh protagonis yang bisa ditiru oleh siswa dan karakter dari para tokoh antagonis harus bisa dihindari dan nantinya tidak ditiru oleh peserta didik. Dengan ini, maka para pengajar harus bisa mengambil hikmah dari cerita keberhasilan tokoh perjuangan, tokoh ternama dan juga pesohor yang berjuang sekuat tenaga sebelum mencapai keberhasilan.
7. Metode Diskusi
Metode diskusi dalam pengertian karakter menurut para ahli memiliki beberapa manfaat diantaranya untuk membuat sebuah masalah yang berhubungan dengan pendidikan karakter akan terlihat lebih menarik, membantu peserta didik agar terbiasa untuk mengutarakan pendapat, lebih mengenai dan mengalami sebuah masalah, menciptakan suasana yang lebih rileks dan informal namun tetap terarah dan yang terakhir untuk menggali pendapat dari peserta didik yang pemalu, tidak banyak bicara atau bahkan sangat jarang bicara.
8. Metode Simulasi
Metode simulasi atau bermain peran, role playing atai sosiodrama dilakukan agar peserta didik bisa mendapatkan keterampilan tertentu baik itu yang bersifat profesional atau yang berguna bagi kehidupan sehari hari. Selain itu, simulasi juga bisa ditujukan untuk memperoleh pemahaman mengenai sebuah konsep atau prinsip dan juga bertujuan untuk memecahkan sebuah masalah yang relevan dengan pendidikan karakter.
9. Metode Pembelajaran Kooperatif
Dari pendapat beberapa ahli, macam macam teori belajar dalam psikologi yakni kooperatif ini dianggap yang paling umum dan efektif untuk implementasi pendidikan karakter. Dalam implementasi metode, sejumlah nilai karakter bisa dikembangkan menjadi beberapa nilai seperti mandiri, kerja sama, terbuka, menghargai pendapat orang lain, tenggang rasa, analitis, santun, logis, kritis, dinamis dan juga kreatif.
10. Metode Percakapan
Metode percakapan atau hiwar merupakan percakapan silih berganti yang terjadi diantara dua pihak atau lebih lewat tanya jawab tentang sebuah topik pembahasan dan dengan sengaja memang diarahkan pada sebuah tujuan yang dikehendaki. Dalam metode percakapan pada pendidikan karakter ini akan berdampak pada pendengar atau pembaca yang mengikuti topik percakapan tersebut dengan seksama dan penuh akan perhatian. Hal tersebut bisa disebabkan karena berbagai faktor seperti:
 Permasalahan ditampilkan dengan dinamis sebab dua belah pihak yakni pendidik dan peserta didik akan langsung terlibat dalam pembicaraan secara timbal balik sehingga tidak terasa membosankan. Bahkan dialog tersebut akan mendorong kedua belah pihak untuk terus memperhatikan dan meneruskan pola pikir sehingga bisa menemukan sesuatu yang baru dan mungkin salah satu pihak nantinya berhasil untuk memberii keyakinan pada rekannya mengenai pandangan yang dikemukakan.
 Pembaca atau pendengar akan tertarik untuk mengikuti percakapan dengan tujuan agar bisa mengetahui kesimpulan yang bisa juga menghindarkan dari kebosanan dan bisa meningkatkan semangat.
 Membangkitkan perasaan dan kesan seseorang sehingga bisa memberikan dampak pendagogis yang bisa membantu ide tersebut dalam jiwa pembaca atau pendengar dan mengarahkannya pada tujuan akhir dari pendidikan.
11. Metode Perumpamaan
Dalam pendidikan karakter, ada banyak perumpamaan yang bisa digunakan dimana metode ini sangat baik digunakan guru atau pengajar dalam memberi pengajaran pada peserta didik khususnya dalam menanamkan karakter yang dikatakan sebagai cara belajar efektif menurut psikologi. Metode perumpamaan ini hampir serupa dengan metode kisah yakni dengan membacakan sebuah kisah atau teks. Ada banyak manfaat yang bisa didapatkan dari metode ini dan beberapa diantaranya adalah:
 Mendekatkan makna dengan pemahaman
 Merangsang kesan dan juga pesan yang berhubungan dengan makna tersirat dalam perumpamaan tersebut
 Mendidik akal agar bisa berpikir logis memakai logis yang sehat
 Motif yang bisa menggerakan perasaan menghidupkan naluri yang kemudian akan menggugah kehendak sekaligus mendorong agar bisa melakukan amal baik sekaligus menjauhi kemungkaran.
12. Metode Keteladanan
Dalam upaya menanamkan karakter pada peserta didik, keteladanan adalah metode yang efektif sekaligus efisien. Peserta didik khususnya siswa dengan usia pendidikan dasar dan menengah umumnya lebih meneladani atau meniru pendidik atau guru. Hal ini dikarenakan secara psikologis, siswa memang sangat senang meniru tidak hanya segala sesuatu yang baik namun terkadang yang buruk juga ikut ditiru. Guru atau pendidik merupakan orang yang dijadikan panutan peserta didik dan setiap anak awalnya akan mengagumi kedua orang tua mereka dan semua tingkah laku orang tua akan diikuti oleh anak.
Untuk itulah, seorang anak harus bisa memberikan teladanan yang baik pada anak seperti contohnya saat sedang makan membaca doa yang nantinya akan ditiru oleh anak. Namun saat sudah bersekolah, maka seorang anak akan mulai meniru semua yang dilakukan oleh guru sehingga seorang guru juga harus bisa memberikan keteladanan baik pada peserta didik agar juga bisa menanamkan karakter yang baik secara efektif dan efisien.
13. Metode Pembiasaan
Metode pembiasaan yang merupakan satu dari macam macam metode pembe-lajaran merupakan sesuatu yang secara sengaja dilakukan secara berulang kali supaya bisa dijadikan kebiasaan. Metode pembiasaan ini memiliki inti pengalaman sebab yang dibiasakan tersebut adalah sesuatu yang sedang diamalkan. Inti dari kebiasaan ini adalah pengulangan dan pembiasaan akan menempatkan manusia sebagai sesuatu yang istimewa, bisa menghemat kekuatan, bisa melekat dan spontan dan bisa dilakukan dalam setiap pekerjaan.
Untuk itu menurut para pakar, metode pembiasaan ini sangat efektif dalam pembinaan karakter dan juga kepribadian anak. Sebagai contoh, orang tua yang membiasakan anaknya untuk bangun pagi, maka seorang anak juga akan menjadi rutinitas bangun pagi tersebut menjadi sebuah kebiasaan.
Selain beberapa metode dalam pendidikan karakter yang sudah kami sebutkan diatas, masih ada dua metode penting lain yang harus diterapkan dalam pendidikan karakter yakni:
 Metode Live In: Agar seorang anak bisa memiliki pengalaman hidup bersama orang lain secara langsung dalam situasi yang sangat berbeda dengan kehidupan sehari hari.
 Metode janji dan ancaman: Janji terhadap kesenangan, kenikmatan akhirat yang disertai dengan bujukan dan ancaman karena dosa yang dilakukan dengan tujuan agar anak bisa mematuhi aturan Tuhan namun dengan titik penekanan yang berbeda.

==***==

Salah satu fungsi pendidikan adalah membentuk karakter peserta didik, yang meliputi karakter moral dan karakter kerja. Karakter moral dalam arti membentuk peserta didik agar menjadi manusia yang berakhlak mulia, sedangkan karakter kerja dimaknai karakter yang diperlukan dalam melakukan pekerjaan seperti bekerja keras, rajin, teliti dan sesuai dengan kesehatan dan keselamatan kerja. Tujuan pendidikan diantaranya adalah membentuk peserta didik agar tumbuh dewasa dengan memiliki karakter moral maupun karakter kerja, serta memiliki kemampuan memenuhi kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan pribadi maupun kebutuhan masyarakat. Dalam rangka menjalankan fungsi maupun mencapai tujuan pendidikan tersebut proses pendidikan harus diselenggarakan secara sistematis. Proses pendidikan tersebut berkaitan dengan pembentukan karakter dan kemampuan peserta didik sehingga mampu hidup bersama secara sosial, beretika, bermoral, dan memenuhi kebutuhan hidupnya.

Kunjungi Toko Kami di Shopee

Berdasarkan penelitian di Harvard University Amerika Serikat (Ali Ibrahim Akbar, 2000), ternyata kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill). Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20 persen oleh hard skill dan sisanya 80 persen oleh soft skill. Bahkan orang-orang tersukses di dunia bisa berhasil dikarenakan lebih banyak didukung kemampuan soft skill daripada hard skill. Hal ini mengisyaratkan bahwa mutu pendidikan karakter peserta didik sangat penting untuk ditingkatkan.
Karakter moral berhubungan dengan nilai-nilai perilaku yang berkaitan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat. Karakter kerja berhubungan dengan upaya memenuhi kebutuhan hidupnya melalui kegiatan bekerja secara tekun, teliti, hati-hati, cermat, bekerja sama dan kreatif.
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah melalui kegiatan pencapaian kompetensi yang ditentukan sesuai jenjang dan jenis sekolahnya. Dalam setiap upaya pencapaian kompetensi yang meliputi aspek afektif, kognitif, dan psikomotor maka di situ terletak materi-materi nilai-nilai karakter yang harus ditanamkan ke dalam diri peserta didik.
Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen dan semua pihak harus dilibatkan, yang meliputi isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, pengelolaan sekolah, pelaksanaan kegiatan ko-kurikuler dan ekstra-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan interaksi antar pihak yang terlibat dalam pendidikan.
Pembinaan karakter juga termasuk dalam materi yang harus diajarkan dan dikuasai serta direalisasikan oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Permasalahannya, pendidikan karakter di sekolah selama ini baru menyentuh pada tingkatan pengenalan norma atau nilai-nilai, dan belum pada tingkatan internalisasi dan tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari.

Sebagai upaya untuk meningkatkan kesesuaian dan mutu pendidikan karakter, Kementerian Pendidikan Nasional mengembangkan grand design pendidikan karakter untuk setiap jalur, jenjang, dan jenis satuan pendidikan. Grand design menjadi rujukan konseptual dan operasional pengembangan, pelaksanaan, dan penilaian pada setiap jalur dan jenjang pendidikan. Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosial-kultural tersebut dikelompokan dalam: Olah Hati (Spiritual and emotional development), Olah Pikir (intellectual development), Olah Raga dan Kinestetik (Physical and kinestetic development), dan Olah Rasa dan Karsa (Affective and Creativity development). Pengembangan dan implementasi pendidikan karakter perlu dilakukan dengan mengacu pada grand design tersebut.

Kunjungi Toko Kami di Tokopedia

Menurut UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 13 Ayat 1 menyebutkan bahwa Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan. Pendidikan informal sesungguhnya memiliki peran dan kontribusi yang sangat besar dalam keberhasilan pendidikan. Peserta didik mengikuti pendidikan di sekolah hanya sekitar 7 jam per hari, atau kurang dari 30%. Selebihnya (70%), peserta didik berada dalam keluarga dan lingkungan sekitarnya. Jika dilihat dari aspek kuantitas waktu, pendidikan di sekolah berkontribusi hanya sebesar 30% terhadap hasil pendidikan peserta didik.

Selama ini, pendidikan informal terutama dalam lingkungan keluarga belum memberikan kontribusi berarti dalam mendukung pencapaian kompetensi dan pembentukan karakter peserta didik. Kesibukan dan aktivitas kerja orang tua yang relatif tinggi, kurangnya pemahaman orang tua dalam mendidik anak di lingkungan keluarga, pengaruh pergaulan di lingkungan sekitar, dan pengaruh media elektronik ditengarai bisa berpengaruh negatif terhadap perkembangan dan pencapaian hasil belajar peserta didik. Salah satu alternatif untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah melalui pendidikan karakter terpadu, yaitu memadukan dan mengoptimalkan kegiatan pendidikan informal lingkungan keluarga dengan pendidikan formal di sekolah. Dalam hal ini, waktu belajar peserta didik di sekolah perlu dioptimalkan agar peningkatan mutu hasil belajar dapat dicapai, terutama dalam pembentukan karakter peserta didik .

Pendidikan karakter dapat diintegrasikan dalam pembelajaran pada setiap mata pelajaran. Materi pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai pada setiap mata pelajaran perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, pembelajaran nilai-nilai karakter tidak hanya pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada internalisasi, dan pengamalan nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di masyarakat.

Kegiatan ekstra kurikuler yang selama ini diselenggarakan sekolah merupakan salah satu media yang potensial untuk pembinaan karakter dan peningkatan mutu akademik peserta didik. Kegiatan Ekstra Kurikuler merupakan kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran untuk membantu pengembangan peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik dan atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan di sekolah. Melalui kegiatan ekstra kurikuler diharapkan dapat mengembangkan kemampuan dan rasa tanggung jawab sosial, serta potensi dan prestasi peserta didik.

Pendidikan karakter di sekolah juga sangat terkait dengan manajemen atau pengelolaan sekolah. Pengelolaan yang dimaksud adalah bagaimana pendidikan karakter direncanakan, dilaksanakan, dan dikendalikan dalam kegiatan-kegiatan pendidikan di sekolah secara memadai. Pengelolaan tersebut antara lain meliputi, nilai-nilai yang perlu ditanamkan, muatan kurikulum, pembelajaran, penilaian, pendidik dan tenaga kependidikan, dan komponen terkait lainnya.Dengan demikian, manajemen sekolah merupakan salah satu media yang efektif dalam pendidikan karakter di sekolah.

Pendidikan karakter seharusnya membawa peserta didik ke pengenalan nilai secara kognitif, penghayatan nilai secara afektif, dan akhirnya ke pengamalan nilai secara nyata. Permasalahan pendidikan karakter yang selama ini ada di sekolah perlu segera dikaji, dan dicari altenatif-alternatif solusinya, serta perlu dikembangkannya secara lebih operasional sehingga mudah diimplementasikan di sekolah.

Pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai standar kompetensi lulusan. Melalui pendidikan karakter diharapkan peserta didik mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari.

Pendidikan karakter pada tingkatan institusi mengarah pada pembentukan budaya sekolah, yaitu nilai-nilai yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh semua warga sekolah, dan masyarakat sekitar sekolah. Budaya sekolah merupakan ciri khas, karakter atau watak, dan citra sekolah tersebut di mata masyarakat luas.

Sasaran pendidikan karakter adalah seluruh sekolah di Indonesia negeri maupun swasta. Semua warga sekolah, meliputi para peserta didik, guru, karyawan administrasi, dan pimpinan sekolah menjadi sasaran program ini. Sekolah-sekolah yang selama ini telah berhasil melaksanakan pendidikan karakter dengan baik dijadikan sebagai best practices, yang menjadi contoh untuk disebarluaskan ke sekolah-sekolah lainnya.

Melalui program ini diharapkan lulusan memiliki keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berkarakter mulia, kompetensi akademik yang utuh dan terpadu, sekaligus memiliki kepribadian yang baik sesuai norma-norma dan budaya Indonesia. Pada tataran yang lebih luas, pendidikan karakter nantinya diharapkan menjadi budaya sekolah.

Keberhasilan program pendidikan karakter dapat diketahui melalui pencapaian indikator oleh peserta didik yang antara lain meliputi sebagai berikut:

• Mengamalkan ajaran agama yang dianut sesuai dengan tahap perkembangan remaja;
• Memahami kekurangan dan kelebihan diri sendiri;
• Menunjukkan sikap percaya diri;
• Mematuhi aturan-aturan sosial yang berlaku dalam lingkungan yang lebih luas;
• Menghargai keberagaman agama, budaya, suku, ras, dan golongan sosial ekonomi dalam lingkup nasional;
• Menunjukkan etika/sopan santun dalam bergaulan;
• Menunjukkan sikap ramah pada relasi;
• Saling menghargai pendapat orang lain;
• Mampu bekerja sama dalam bekerja;
• Mampu bekerja dengan cermat/teliti;
• Mampu bekerja dengan tekun/rajin;
• Mampu menata diri dan lingkungan dengan rapih.
• Mampu bekerja dengan hati-hati, memperhatikan keselamatan kerja.

Pada tataran sekolah, kriteria pencapaian pendidikan karakter adalah terbentuknya budaya sekolah, yaitu perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh semua warga sekolah, dan masyarakat sekitar sekolah harus berlandaskan nilai-nilai tersebut.

===***===

Kunjungi Toko Kami di Tokopedia

Pendahuluan

Pendidikan merupakan sebagian dari kehidupan masyarakat dan dinamisator masyarakat sendiri. Ada kecenderungan betapa sektor pendidikan selalu terbelakang dalam berbagai sektor pembangunan lainnya. Artinya, sektor pendidikan menjadi sektor marginal dibandingkan dengan sektor pembangunan yang lain walaupun sektor pendidikan merupakan sektor yang urgen dalam akselerasi pembangunan negara.

Salah satu contohnya adalah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah membawa perubahan di hampir semua aspek kehidupan manusia. Di satu sisi perubahan itu bermanfaat bagi kehidupan manusia, namun di sisi lain perubahan tersebut juga telah membawa manusia ke dalam era persaingan global yang semakin ketat. Agar mampu berperan dalam persaingan global, bangsa Indonesia perlu terus mengembangkan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia, khususnya kapasitas intelektual generasi penerus. Oleh sebab itu, peningkatan kualitas SDM merupakan kenyataan yang harus dilakukan secara terencana, terarah, intensif, efektif, dan efisien dalam proses pembangunan kalau tidak ingin bangsa ini kalah bersaing dalam menjalani era globalisasi tersebut.

Kunjungi Toko Kami di Tokopedia Javania

Kadar kualitas SDM yang terukur akan menjadi tolak ukur untuk menambal-sulam (rekonstruksi) atau bahkan mendekonstruksi pendidikan dari waktu ke waktu. Peranan guru sebagai pendidik yang andal dan berkualitas merupakan salah satu faktor yang strategis untuk mewujudkan tujuan pendidikan. Guru harus memenuhi persyaratan kualifikasi minimal (latar belakang pendidikan keguruan/umum dan memiliki akta mengajar). Setelah guru memenuhi persyaratan kualifikasi, maka guru akan dan sedang berada pada tahapan kompetensi. Namun, fenomena menunjukkan bahwa pendidik di sekolah masih banyak yang tidak memenuhi persyaratan tersebut. Hal ini mengindikasikan bahwa peningkatan mutu di sekolah dalam rangka menghasilkan peserta didik sesuai dengan yang diharapkan masih belum optimal.

Dalam hal ini Manajemen Mutu Sekolah atau Total Quality Management sangat berperan dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah yang diharapkan dapat memberikan perubahan yang lebih baik sesuai dengan perkembangan, tuntutan, dan dinamika masyarakat dalam menjawab permasalahan-permasalahan pengelolaan pendidikan pada tingkat sekolah. Komponen yang paling berperan dalam meningkatkan mutu ialah peran dan fungsi guru serta peran kepemimpinan kepala sekolah.

 

Ruang Lingkup

Ruang lingkup makalah ini adalah :

  1. Pengertian dari Mutu Pendidikan
  2. Indikator dalam Mutu Pendidikan
  3. Total Quality Management (TQM) di Lembaga Pendidikan
  4. Implementasi Manajemen Mutu Terpadu dalam Bidang Pendidikan
  5. Manajemen Peningkatan Mutu Sekolah
  6. Manajemen Mutu Terpadu di Sekolah
  7. Marketing Pendidikan dalam Upaya Memasarkan Mutu Sekolah

Kunjungi Toko Kami di Shopee Frasya Butik

Pengertian Mutu Pendidikan

Membicarakan tentang pengertian kualitas atau mutu dapat berbeda makna bagi setiap orang, karena mutu memiliki banyak kriteria dan sangat tergantung pada konteksnya. Dalam mendefinisikan mutu, ada empat pakar utama dalam TQM (Total Quality Management) yang saling berbeda pendapat, tetapi sebenarnya memiliki maksud yang sama.

Menurut Joseph Juran, seperti yang dikutip oleh M. N. Nasution, kualitas atau mutu diartikan sebagai kecocokan penggunaan produk (fitness for use) untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan pelanggan atau kualitas sebagai kesesuaian terhadap spesifikasi.[1] Sementara, W. Edwards Deming menyatakan bahwa kualitas atau mutu adalah kesesuaian dengan kebutuhan pasar atau apapun yang menjadi kebutuhan dan keinginan konsumen. Adapun menurut Philip B. Crosby, mutu adalah conformance to requirement, yaitu sesuai dengan yang disyaratkan atau distandarkan atau kualitas sebagai nihil cacat, esempurnaan, dan kesesuaian terhadap persyaratan. Feigenbaum juga mencoba untuk mendefinisikan bahwa mutu adalahkepuasan pelanggan sepenuhnya (full customer satisfication).

Dalam mendefinisikan mutu/kualitas memerlukan pandangan yang komprehensif. Dalam hal ini, ada beberapa elemen yang bisa membuat sesuatu dikatakan berkualitas.[2]Pertama, kualitas meliputi usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan. Kedua, kualitas mencakup produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan. Ketiga, kualitas merupakan kondisi yang selalu berubah (apa yang dianggap berkualitas saat ini mungkin dianggap kurang berkualitas pada saat yang lain). Keempat, kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan.

Jika dilihat dari segi korelasi mutu dengan pendidikan, sebagaimana yang dikemukakan oleh Dzaujak Ahmad, bahwa mutu pendidikan adalah kemampuan sekolah dalam pengelolaan secara operasional dan efisien terhadap komponen-komponen yang berkaitan dengan sekolah, sehingga menghasilkan nilai tambah terhadap komponen tersebut menurut norma/standar yang berlaku.[3]

Sudarwan Danim memiliki pandangan lain tentang pengertian mutu. Menurutnya, mutu pendidikan mengacu pada masukan, proses, luaran, dan dampaknya. Mutu masukan dapat dilihat dari beberapa sisi. Pertama, kondisi baik atau tidaknya masukan sumber daya manusia, seperti kepala sekolah, guru, laboran, staf tata usaha, dan siswa. Kedua, memenuhi atau tidaknya kriteria masukan material berupa alat peraga, buku-buku, kurikulum, prasarana, sarana sekolah, dan lain-lain. Ketiga, memenuhi atau tidaknya kriteria masukan yang berupa perangkat lunak, seperti peraturan, struktur organisasi, deskripsi kerja, dan struktur organisasi. Keempat, mutu masukan yang bersifat harapan dan kebutuhan, seperti visi, motivasi, ketekunan, dan cita-cita.

Berdasarkan deskripsi dari beberapa pakar di atas dapat disimpulkan bahwa mutu pendidikan adalah derajat keunggulan dalam pengelolaan pendidikan secara efektif dan efisien untuk melahirkan keunggulan akademis dan ekstrakurikuler pada peserta didik yang dinyatakan lulus untuk satu jenjang pendidikan atau menyelesaikan program pembelajaran tertentu. Dilihat dari definisi ini, maka mutu pendidikan bukanlah upaya sederhana, melainkan suatu kegiatan dinamis dan penuh tantangan. Pendidikan akan terus berubah seiring dengan perubahan zaman yang melingkarinya, sebab pendidikan merupakan buah dari zaman itu sendiri. Oleh karena itu, pendidikan senantiasa memerlukan upaya perbaikan dan peningkatan mutu sejalan dengan semakin tingginya kebutuhan dan tuntunan kehidupan masyarakat.

Indikator Mutu Pendidikan

Setelah memahami definisi mutu, maka harus diketahui pula apa saja yang termasuk dalam dimensi mutu. Gavin, seperti yang dikutip oleih M. N. Nasution[4] mendefinisikan delapan dimensi yang dapat digunakan untuk menganalisis karakteristik kualitas produk. Kedelapan dimensi tersebut adalah sebagai berikut:

  1. Kinerja/performa (performance), yaitu berkaitan dengan aspek fungsional dari produk dan merupakan karakteristik utama yang dipertimbangkan pelanggan ketika ingin membeli suatu produk yakni karakteristik pokok dari produk inti.
  2. Bentuk khusus(features), merupakan aspek kedua dari performa yang menambah fungsi dasar serta berkaitan dengan pilihan-pilihan dan pengembangannya, yaitu ciri-ciri/keistimewaan tambahan atau karakteristik pelengkap/tambahan.
  3. Keandalan(reliability), yaitu berkaitan dengan kemungkinan suatu produk yang berfungsi secara berhasil dalam periode waktu tertentu di bawah kondisi tertentu. Dengan demikian, keandalan merupakan karakteristik yang merefleksikan kemungkinan tingkat keberhasilan dalam penggunaan suatu produk.
  4. Konformitas (conformance), yaitu berkaitan dengan tingkat kesesuaian produk terhadap spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya berdasarkan keinginan pelanggan. Kalau menurut Tjiptono, konformitas berkaitan dengan sejauh mana karakteristik desain dan operasi memenuhi standar-standar yang telah ditetapkan sebelumnya.[5]
  5. Daya tahan(durability), yaitu berkaitan dengan berapa lama produk tersebut dapat terus digunakan.
  6. Kemampuanpelayanan (serviceability), merupakan karakteristik yang berkaitan dengan kecepatan/kesopanan, kompetensi, kemudahan, serta penanganan keluhan yang memuaskan.
  7. Estetika(aesthetics), merupakan karakteristik mengenai keindahan yang bersifat subjektif sehingga berkaitan dengan pertimbangan pribadi dan refleksi dari preferensi atau pilihan individual.
  8. Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality), yaitu karakteristik yang berkaitan dengan reputasi (brand name, image).

Adapun tolak ukur yang dapat dijadikan tolak ukur mutu pendidikan yaitu hasil akhir pendidikan, hasil langsung pendidikan (hasil langsung inilah yang dipakai sebagai titik tolak pengukuran mutu pendidikan suatu lembaga pendidikan, misal: tes tertulis, daftar cek, anekdot, skala rating, dan skala sikap), proses pendidikan, instrument input (alat berinteraksi denagn raw input, yakni siswa), serta raw input dan lingkungan.[6]

Dalam proses pendidikan yang bermutu, tercakup berbagai input, seperti bahan ajar (kognitif, afektif, atau psikomotorik), metodologi (bervariasi sesuai kemampuan guru), administrasi, sarana dan prasarana, sumber daya lainnya, serta penciptaan suasana yang kondusif. Antara proses dan pendidikan yang bermutu saling berhubungan. Akan tetapi, agar proses itu tidak salah arah, maka mutu dalam arti hasil output harus dirumuskan terlebih dahulu oleh sekolah, dan target yang akan dicapai untuk setiap tahun kurun waktu tertentu harus jelas. Selain itu, berbagai input dan proses harus selalu mengacu pada mutu hasil outputyang ingin dicapai.

Kunjungi Toko Kami di Shopee Frasya Butik

Total Quality Management (TQM) di Lembaga Pendidikan

Manajemen Mutu Terpadu sangat populer di lingkungan organisasi profit, khususnya di lingkungan berbagi badan usaha/perusahaan dan industri, yang telah terbukti keberhasilannya dalam mempertahankan dan mengembangkan eksistensinya masing–masing dalam kondisi bisnis yang kompetitif. Kondisi seperti ini telah mendorong berbagai pihak untuk mempraktekannya di lingkungan organisasi non profit termasuk di lingkungan lembaga pendidikan.

Menurut Hadari Nawari, TQM (Manajemen Mutu Terpadu) adalah manejemen fungsional dengan pendekatan yang secara terus menerus difokuskan pada peningkatan kualitas, agar produknya sesuai dengan standar kualitas dari masyarakat yang dilayani dalam pelaksanaan tugas pelayanan umum (public service) dan pembangunan masyarakat(community development).[7] Konsepnya bertolak dari manajemen sebagai proses atau rangkaian kegiatan mengintegrasikan sumber daya yang dimiliki, yang harus diintegrasi pula dengan pentahapan pelaksanaan fungsi–fungsi manajemen, agar terwujud kerja sebagai kegiatan memproduksi sesuai yang berkualitas. Setiap pekerjaan dalam manajemen mutu terpadu harus dilakukan melalui tahapan perencanaan, persiapan (termasuk bahan dan alat), pelaksanaan teknis dengan metode kerja/cara kerja yang efektif dan efisien, untuk menghasilkan produk berupa barang atau jasa yang bermanfaat bagi masyarakat.

Pengertian lain dikemukakan oleh Santoso yang dikutip oleh Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana bahwa “TQM merupakan sistem manajemen yang mengangkat kualitas sebagai strategi usaha dan berorentasi pada kepuasan pelanggan dengan melibatkan seluruh anggota organisasi”.[8] Di samping itu Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana (1998) menyatakan pula bahwa “ Total Quality Management merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus menerus atas produk, jasa, manusia, proses dan lingkungannya.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, Hadari Nawawi mengemukakan tentang karakteristik TQM sebagai berikut :[9]

  1. Fokus pada pelanggan, baik pelanggan internal maupun eksternal;
  2. Memiliki obsesi yang tinggi terhadap kualitas;
  3. Menggunakan pendekatan ilmiah dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah;
  4. Memiliki komitmen jangka panjang;
  5. Membutuhkan kerjasama tim;
  6. Memperbaiki proses secara kesinambungan;
  7. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan;
  8. Memberikan kebebasan yang terkendali;
  9. Memiliki kesatuan yang terkendali; dan
  10. Adanya keterlibatan dan pemberdayaan karyawan.

 

Implementasi Manajemen Mutu Terpadu dalam Bidang Pendidikan

Di lingkungan organisasi non profit, khususnya pendidikan, penetapan kualitas produk dan kualitas proses untuk mewujudkannya, merupakan bagian yang tidak mudah dalam pengimplementasian Manajemen Mutu Terpadu (TQM). Kesulitan ini disebabkan oleh karena ukuran produktivitasnya tidak sekedar bersifat kuantitatif, misalnya hanya dari jumlah lokal dan gedung sekolah atau laboratorium yang berhasil dibangun, tetapi juga berkenaan dengan aspek kualitas yang menyangkut manfaat dan kemampuan memanfaatkannya.

Demikian juga jumlah lulusan yang dapat diukur secara kuantitatif, sedang kualitasnya sulit untuk ditetapkan kualifikasinya. Sehubungan dengan itu di lingkungan organisasi bidang pendidikan yang bersifat non profit, menurut Hadari Nawari,[10] ukuran produktivitas organisasi bidang pendidikan dapat dibedakan menjadi dua. Pertama,Produktivitas Internal, yaitu berupa hasil yang dapat diukur secara kuantitatif, seperti jumlah atau prosentase lulusan sekolah, atau jumlah gedung dan lokal yang dibangun sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan. Kedua, Produktivitas Eksternal, yaitu berupa hasil yang tidak dapat diukur secara kuantitatif, karena bersifat kualitatif yang hanya dapat diketahui setelah melewati tenggang waktu tertentu yang cukup lama.

 

Tanda-Tanda Suksesnya Adaptasi Manajemen Mutu Terpadu

Menurut Hadari Nawawi bagi organisasi pendidikan, adaptasi manajemen mutu terpadu dapat dikatakan sukses, jika menunjukkan gejala – gejala sebagai berikut :

  1. Tingkat konsistensi produk dalam memberikan pelayanan umum dan pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan peningkatan kualitas SDM terus meningkat.
  2. Kekeliruan dalam bekerja yang berdampak menimbulkan ketidakpuasan dan komplain masyarakat yang dilayani semakin berkurang.
  3. Disiplin waktu dan disiplin kerja semakin meningkat.
  4. Inventarisasi aset organisasi semakin sempurna, terkendali dan tidak berkurang/hilang tanpa diketahui sebab – sebabnya.
  5. Kontrol berlangsung efektif terutama dari atasan langsung melalui pengawasan melekat, sehingga mampu menghemat pembiayaan, mencegah penyimpangan dalam pemberian pelayanan umum dan pembangunan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
  6. Pemborosan dana dan waktu dalam bekerja dapat dicegah.
  7. Peningkatan ketrampilan dan keahlian bekerja terus dilaksanakan sehingga metode atau cara bekerja selalu mampu mengadaptasi perubahan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sebagai cara bekerja yang paling efektif, efisien dan produktif, sehingga kualitas produk dan pelayanan umum terus meningkat.

 

Sumber-Sumber Mutu atau Kualitas

Manajemen Mutu Terpadu di lingkungan suatu organisasi non profit termasuk pendidikan tidak mungkin diwujudkan jika tidak didukung dengan tersedianya sumber–sumber untuk mewujudkan kualitas proses dan hasil yang akan dicapai. Di lingkungan organisasi yang kondisinya sehat, terdapat berbagai sumber kualitas yang dapat mendukung pengimplementasian TQM secara maksimal. Beberapa sumber kualitas tersebut akan kita perinci satu per satu dalam uraian berikut

1. Komitmen Pucuk Pimpinan (Kepala Sekolah) terhadap kualitas.

Komitmen ini sangat penting karena berpengaruh langsung pada setiap pembuatan keputusan dan kebijakan, pemilihan dan pelaksanaan program dan proyek, pemberdayaan SDM, dan pelaksanaan kontrol.

2. Sistem Informasi Manajemen

Sumber ini sangat penting karena usaha mengimplementasikan semua fungsi manajemen yang berkualitas, sangat tergantung pada ketersediaan informasi dan data yang akurat, cukup/lengkap dan terjamin kekiniannya sesuai dengan kebutuhan dalam melaksanakan tugas pokok organisasi.

3. Sumberdaya manusia yang potensial

SDM di lingkungan sekolah sebagai aset bersifat kuantitatif dalam arti dapat dihitung jumlahnya.Disamping itu SDM juga merupakan potensi yang berkewajiban melaksanakan tugas pokok organisasi (sekolah) untuk mewujudkan eksistensinya.

4. Keterlibatan semua Fungsi

Semua fungsi dalam organisasi sebagai sumber kualitas, sama pentingnya satu dengan yang lainnnya, yang sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Untuk itu semua fungsi harus dilibatkan secara maksimal, sehingga saling menunjang satu dengan yang lainnya.

5. Filsafat Perbaikan Kualitas secara Berkesinambungan

Realisasi TQM tidak boleh digantungkan pada individu kepala sekolah sebagai sumber kualitas, karena sikap dan perilaku individu terhadap kualitas dapat berbeda. Dengan kata lain sumber kualitas ini harus ditransformasikan pada filsafat kualitas yang berkesinambungan dalam merealisasikan TQM.

6. Dimensi Kualitas

Menurut Hadari Nawawi, dimensi kualitas yang dimaksud adalah :

a. Dimensi Kerja Organisasi

Kinerja dalam arti unjuk perilaku dalam bekerja yang positif, merupakan gambaran konkret dari kemampuan mendayagunakan sumber–sumber kualitas, yang berdampak pada keberhasilan mewujudkan, mempertahankan dan mengembangkan eksistensi organisasi (sekolah).

b. Iklim Kerja

Penggunaan sumber–sumber kualitas secara intensif akan menghasilkan iklim kerja yang kondusif di lingkungan organisasi. Di dalam iklim kerja yang diwarnai kebersamaan akan terwujud kerjasama yang efektif melalui kerja di dalam tim kerja, yang saling menghargai dan menghormati pendapat, kreativitas, inisiatif dan inovasi untuk selalu meningkatkan kualitas.

c. Nilai Tambah

Pendayagunaan sumber – sumber kualitas secara efektif dan efisien akan memberikan nilai tambah atau keistimewaan tambahan sebagai pelengkap dalam melaksanakan tugas pokok dan hasil yang dicapai oleh organisasi. Nilai tambah ini secara konkret terlihat pada rasa puas dan berkurang atau hilangnya keluhan pihak yang dilayani (siswa).

d. Kesesuaian dengan Spesifikasi

Pendayagunaan sumber–sumber kualitas secara efektif dan efisien bermanifestasi pada kemampuan personil untuk menyesuaikan proses pelaksanaan pekerjaan dan hasilnya dengan karakteristik operasional dan standar hasilnya berdasarkan ukuran kualitas yang disepakati.

e. Kualitas Pelayanan dan Daya Tahan Hasil Pembangunan

Dampak lain yang dapat diamati dari pendayagunaan sumber-sumber kualitas yang efektif dan efisien terlihat pada peningkatan kualitas dalam melaksanakan tugas pelayanan kepada siswa.

f. Persepsi Masyarakat

Pendayagunaan sumber–sumber kualitas yang sukses di lingkungan organisasi pendidikan dapat diketahui dari persepsi masyarakat (brand image) dalam bentuk citra dan reputasi yang positip mengenai kualitas lulusan baik yang terserap oleh lembaga pendidikan yang lebih tinggi ataupun oleh dunia kerja.

Ada tiga faktor yang menjadi penyebab rendahnya mutu pendidikan di negara kita. Pertama, kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan nasional menggunakan pendekatan educational production function atau input-input analisis yang tidak konsisten. Kedua, peyelenggaraan pendidikan dilakukan secara sentralistis. Ketiga, peran serta masyarakat khususnya orang tua siswa dalam penyelenggaraan pendidikan sangat minim.

Berdasarkan penyebab tersebut dan dengan adanya era otonomi daerah yang sedang berjalan, maka kebijakan strategis yang diambil Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah dalam meningkatkan mutu pendidikan untuk meningkatkan SDM adalah sebagai berikut:

a) Manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah (school based management), di mana sekolah diberikan kewenangan untuk merencanakan sendiri upaya peningkatan mutu secara keseluruhan.

b) Pendidikan yang berbasiskan pada partisipasi komunitas (community based education), di mana terjadi interaksi yang positif antara sekolah dan masyarakat (sekolah sebagai community learning center).

c) Dengan mengunakan paradigma belajar atau learning paradigma, akan menjadikan pelajar-pelajar atau learnermenjadi manusia yang diberdayakan.

 

Prinsip-Prinsip Manajemen Peningkatan Mutu

Manajemen peningkatan mutu sekolah adalah suatu metode peningkatan mutu yang bertumpu pada sekolah itu sendiri, mengaplikasikan sekumpulan teknik, mendasarkan pada ketersediaan data kuantitatif dan kualitatif, serta pemberdayaan semua komponen sekolah untuk secara berkesinambungan meningkatkan kapasitas dan kemampuan organisasi sekolah guna memenuhi kebutuhan peserta didik dan masyarakat.

Berdasarkan pengertian di atas, dapat dipahami bahwa manajemen peningkatan mutu memiliki prinsip-prinsip sebagai berikut:

a) Peningkatan mutu harus dilaksanakan di sekolah;

b) Peningkatan mutu hanya dapat dilaksanakan dengan adanyakepemimpinan yang baik;

c) Peningkatan mutu harus didasarkan pada data dan fakta, baik bersifat kualitatif maupun kuantitatif;

d) Peningkatan mutu harus memberdayakan dan melibatkan semua unsur yangada di sekolah; serta

e) Peningkatan mutu memiliki tujuan bahwa sekolah dapat memberikan kepuasan kepada siswa, orang tua, dan masyarakat.

 

Teknik Penyusunan Program Peningkatan Mutu

Adapun penyusunan program peningkatan mutu, dilakukan dengan pengaplikasian empat teknik, yaitu:

a) School Review

School Review adalah suatu proses di mana seluruh komponen sekolah bekerja sama, khususnya dengan orang tua dan tenaga professional (ahli) untuk mengevaluasi dan menilai efektivitas sekolah serta mutu lulusan. School review akan menghasilkan rumusan tentang kelemahan-kelemahan, kelebihan-kelebihan, dan prestasi siswa, serta rekomendasi untuk pengembangan program tahun mendatang.

b) Benchmarking

Benchmarking yaitu suatu kegiatan untuk menetapkan standar dan target yang akan dicapai dalam suatu periode tertentu. Adapun langkah-langkah yang dilaksanakan adalah sebagai berikut: 1) Tentukan focus, 2) Tentukan aspek/variable atau indikator, 3) Tentukan standar, 4) Tentukan gap (kesenjangan) yang terjadi, 5) Bandingkan standar dengan kita, 6) Rencanakan target untuk mencapai standar, 7) Rumuskan cara-cara program untuk mencapai target.

c) Quality Assurance

Adapun Quality Assurance akan menghasilkan  informasi yang merupakan umpan balik bagi sekolah serta memberikan jaminan untuk orang tua siawa bahwa sekolah senantiasa memberikan pelayanan terbaik bagi siswa.

Untuk melaksanakan quality assurance, menurut Bahrul Hayat dalam Hand Out Pelatihan Calon Kepala sekolah, sekolah harus:[14]

  • Menekankan pada kualitas hasil belajar;
  • Hasil kerja siswa dimonitor secara terus-menerus;
  • Informasi dan data dari sekolah dikumpulkan serta dianalisis untuk memperbaiki proses disekolah; dan
  • Semua pihak mulai kepala sekolah, guru, pegawai administrasi, dan juga orang tua siswa harus memiliki komitmen untuk secara bersama mengevaluasi kondisi sekolah yang kritis dan berupaya untuk memperbaiki.

 

d) Quality Control

Quality control merupakan suatu sistem untuk mendeteksi terjadinya penyimpangan kualitas output yang tidak sesuai dengan standar. Quality control memerlukan indikator kualitas yang jelas dan pasti, sehingga dapat ditentukan penyimpangan kualitas yang terjadi.

Karakteristik manajemen peningkatan mutu sekolah secara inklusif memuat elemen-elemen sekolah efektif yang dikategorikan menjadi input, proses dan output. Selanjutnya yang dikategorikan menjadi input, output dan proses yaitu;

  • Input (masukan), Secara umum input sekolah meliputi: visi, misi, tujuan, sasaran, manajemen, sumberdaya manusia, dan lainnya.
  • Proses, meliputi proses belajar mengajar, kepemimpinan, lingkungan sekolah, pengelolaan tenaga kependidikan, sekolah memilki budaya mutu, sekolah memilki tem work yang kompak, sekolah memilki kewenangan, partisipasi yang tinggi dari warga sekolah dan masyarakat, sekolah memilki transparansi manajemen, sekolah memiliki kemauan untuk berubah, melakukan evaluasi secara berkelanjutan, sekolah responsive, memiliki komunikasi yang baik, memiliki akuntabilitas, dan kemampuan menjaga sustainabilitas.
  • Output adalah prestasi yang diraih sekolah akibat dari proses belajar mengajar dan manajemen sekolah, baik berupa prestasi akademik maupun non akademik.[15]

Kunjungi Toko Kami di Tokopedia Javania

  1. Manajemen Mutu Terpadu di Sekolah

Manajemen Mutu Terpadu yang diterjemahkan dari Total Quality Management (TQM) atau disebut pula Pengelolaan Mutu Total (PMT) adalah suatu pendekatan mutu pendidikan melalui peningkatan mutu komponen terkait. M. Jusuf Hanafiah, dkk. Mendefinisikan PMT sebagai suatu pendekatan yang sistematis, praktis, dan strategis dalam menyelenggarakan suatu organisasi yang mengutamakan kepentingan pelanggan. Pendekatan ini bertujuan untuk meningkatkan dan mengendalikan mutu.

Sedangkan yang dimaksud dengan PMT pendidikan tinggi (bisa pula sekolah) adalah cara mengelola lembaga pendidikan berdasarkan filosofi bahwa meningkatkan mutu harus diadakan dan dilakukan oleh semua unsur lembaga sejak dini secara terpadu dan berkesinambungan, sehingga pendidikan sebagai jasa yang berupa proses pembudayaan sesuai dengan dan bahkan melebihi kebutuhan para pelanggan, baik masa kini maupun yang akan datang.

Komponen dan Prinsip-Prinsip dalam Mutu Pendidikan

Komponen yang terkait dengan mutu pendidikan yang termuat dalam buku Panduan Manajemen Sekolah ada lima macam. Pertama, siswa, meliputi kesiapan dan motivasi belajarnya. Kedua, guru, meliputi kemampuan professional, moral kerja (kemampuan personal), dan kerja sama (kemampuan sosial). Ketiga, kurikulum, meliputi relevansi konten (isi) dan operasionalisasi proses pembelajarannya. Keempat, sarana dan prasarana, meliputi kecukupan dan keefektifan dalam mendukung proses pembelajaran. Kelima, masyarakat (orang tua, pengguna lulusan, dan pengguruan tinggi), yaitu partisipasinya dalam pengembangan program-program pendidikan sekolah.

Ada delapan prinsip yang harus diterjemahkan dalam tataran praktis manajerial sekolah dalam rangka memanajemen pola organisasi demi meningkatkan mutu pendidikan. Kedelapan prinsip tersebut secara terperinci dijelaskan dalam uraian berikut:

1. Fokus pada Pelanggan

Dalam lingkup pendidikan, kepuasan pengguna jasa pendidikan merupakan faktor yang sangat penting dalam TQM. Oleh sebab itu, identifikasi pengguna jasa pendidikan dan kebutuhan mereka merupakan aspek yang krusial. Adapun langkah pertama TQM adalah memandang peserta didik sebagai pelanggan yang harus dilayani dengan baik.

2. Kepemimpinan

Pemimpin menetapkan kesatuan tujuan dan arah organisasi. Pemimpin puncak perlu menyusun visi sekolah dengan jelas dan dilengkapi dengan sasaran dan tujuan yang konsisten serta didukung pula dengan perencanaan taktis dan strategis.

3. Pelibatan Anggota

Anggota pada semua tingkatan merupakan inti suatu organisasi, dan pelibatan penuh mereka memungkinkan kemampuannya dipakai untuk manfaat organisasi.

4. Pendekatan Proses

Pendekatan proses ialah suatu pendekatan untuk perencanaan, pengendalian, dan peningkatan proses-proses utama dalam sekolah (trilogi proses mutu) dengan lebih menekankan terhadap keinginan pelanggan daripada keinginan fungsional.

5. Pendekatan Sistem pada Manajemen

Pendekatan sistem memandang suatu organisasi secara keseluruhan daripada bagian-bagian, yang diekspresikan sebagai holistik.

6. Perbaikan Berkesinambungan

Perbaikan berkesinambungan atas kinerja organisasi secara menyeluruh hendaknya dijadikan sebagai sasaran tetap dari organisasi. Proses berkesinambungan adalah prinsip dasar dimana mutu menjdi pusatnya.

7. Pendekatan Fakta pada Pengambilan Keputusan

Keputusan yang efektif didasarkan pada analisis data dan informasi. Pengambilan keputusan yang dilakukan berdasarkan pendapat atau informasi lisan sering kali menimbulkan bias.

8. Hubungan yang Saling Menguntungkan dengan Pemasok

Hubungan antara sekolah dan pemasoknya (masyarakat) yang saling bergantung dan saling menguntungkan akan meningkatkan kemampuan keduanya untuk menciptakan nilai.

 

Peran Kepemimpinan dalam Peningkatan Mutu Pendidikan

Kepemimpinan adalah unsur terpenting dalam TQM. Pemimpin harus memiliki visi dan mampu menerjemahkan visi tersebut ke dalam kebijakan yang jelas dan tujuan yang spesifik.

1. Gaya Kepemimpinan

Pemimpin harus menjalankan dan membicarakan mutu serta mampu memahami bahwa perubahan terjadi sedikit demi sedikit, bukan dengan secara merata. Namun, yang terpenting adalah kerja sama dalam organisasi. Sebab kerja sama tim/kerja tim dalam sebuah organisasi merupakan komponen penting dari implementasi TQM, mengingat kerja sama tim akan meningkatkan kepercayaan diri, komunikasi, dan mengembangkan kemandirian.

2. Langkah-Langkah dalam Menyukseskan Kepemimpinan Kepala Sekolah

Faktor-faktor yang terkait dengan keberhasilan kepala sekolah dalam mengembangkan prestasi belajar siswa:

3. Menciptakan misi yang terfokus pada upaya peningkatan prestasi belajar siswa melalui praktik kurikulum dan pembelajaran yang memungkinkan terciptanya peningkatan prestasi belajar siswa.

4. Ekspektasi yang tinggi bagi semua siswa dalam mempelajari bahan pelajaran pada level yang lebih tinggi.

5. Menghargai dan mendorong implementasi praktik dan pembelajaran yang baik, sehingga dapat memotivasi dan meningkatkan prestasi belajar siswa.

6. Memahami bagaimana memimpin organisasi sekolah, dimana seluruh guru dan staf dapat memahami dan peduli terhadap siswanya.

7. Memanfaatkan data untuk memprakarsai upaya peningkatan prestasi belajar siswa dan praktik pendidikan di sekolah maupun di kelas secara terus-menerus.

 

Kriteria Kepala Sekolah yang Efektif

Kepala sekolah yang efektif adalah kepala sekolah yang memenuhi kriteria sebagai berikut:

  1. Mampu memberdayakan guru-guru untuk melaksanakan proses pembelajaran dengan baik, lancer, dan produktif.
  2. Dapat menyelesaikan tugas dan pekerjaan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan.
  3. Mampu menjalin hubungan yang harmonis dengan masyarakat
  4. Berhasil menerapkan prinsip kepemimpinan yang sesuai dengan tingkat kedewasaan guru dan pegawai lain di sekolah.
  5. Bekerja dengan tim manajemen.
  6. Berhasil mewujudkan tujuan sekolah secara produktif sesuai dengan ketentuan yang telah ditentukan.

Apabila digambarkan dalam sebuah skema, maka komitmen kualitas dalam Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management) dalam pendidikan dapat dilihat dalam bagan berikut:

Marketing Pendidikan: Upaya Memasarkan Mutu Sekolah

Penggunaan istilah marketing saat ini sudah sangat berkembang di segala sektor kegiatan manusia. Sekarang istilah marketing terfokus pada sisi kepuasan konsumen. Penggunaan konsep marketing memberikan dasar pemikiran yang logis dalam pencapaian tujuan. Konsep marketing pendidikan memiliki tiga dasar. Pertama, dimulai dengan kebutuhan dan keinginan konsumen sebagai dasar tujuan bisnis. Kedua, mengembangkan pendekatan organisasi untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan. Ketiga, mencapai tujuan-tujuan organisasi dengan memberikan kepuasan kepada konsumen.

Promosi Jasa Pendidikan

Promosi merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan suatu program pemasaran.

1. Periklanan (Advertising)

Periklanan ialah bagian pemasaran yang dapat membuat produk atau jasa diketahui oleh konsumen. Iklan harus dapat mempengaruhi konsumen dan menarik konsumen agar dapat membeli produknya.

2. Publisitas

Publisitas merupakan bentuk komunikasi nonpersonal tentang suatu perusahaan produk atau jasa. Kegiatan publisitas ini adalah suatu kegiatan promosi melalui media massa tanpa biaya.

3. Kemasan

Kemasan merupakan satu bentuk promosi karena kemasan membuat produk kelihatan lebih menarik, sehingga dapat menciptakan kesan di benak konsumen yang akhirnya dapat membeli produk tersebut.

4. Penjualan Personal (Personal Selling)

Personal selling merupakan presentasi penyampaian pesan-pesan promosi secara lisan melalui tenaga penjual/salesman untuk mempengaruhi calon konsumen dengan tujuan membeli produk perusahaan. Tujuan utamanya ialah berusaha menemukan pembelian serta memuaskan konsumen.

 

People atau Sumber Daya Manusia (SDM)

Sebagai salah satu komponen utama dalam sistem pendidikan, sekolah sudah selayaknya memberikan kontribusi yang nyata dalam meningkatkan kualitas SDM. Hal ini tidak terlepas dari seberapa baik sekolah itu dikelola. Sedangkan SDM itu sendiri ialah personalia atau pegawai atau karyawan yang bekerja di lingkungan organisasi nonprofit.

 

Kerangka Berpikir Layanan Berkualitas

Kerangka berpikir meliputi Pelanggan dan Kepuasan.

1. Elemen-Elemen Layanan

Para pemasar dalam menciptakan layanan berkualitas perlu memperhatikan elemen-elemen layanan, yaitu kerendahan, cepat tanggap, kepastian, dan hal-hal yang terlihat.

2. Faktor-Faktor Penunjang Layanan Berkualitas

Berdasarkan hasil penelitian terhadap organisasi jasa, termasuk sekolah, didapati beberapa  ciri organisasi jasa yang baik, yaitu memiliki konsep strategis yang berfokus kepada konsumen, komitmen kualitas dari manajemen puncak, penetapan standar yang tinggi, sistem untuk memonitor kinerja jasa, dan sistem untuk memuaskan keluhan pelanggan, serta mampu memuaskan karyawan sama dengan pelanggan.

3. Produk Pendidikan: Meninjau Mutu Sekolah Perspektif Marketing

Produk merupakan kumpulan sifat-sifat fisik, jasa, dan simbolik yang menghasilkan kepuasan atau manfaat bagi seorang pengguna atau pembeli yang dapat ditawarkan ke pasar dan akan memperbaharui persepsi pelanggan dalam melakukan pembelian.

Kesimpulan

  1. Mutu pendidikan adalah derajat keunggulan dalam pengelolaan pendidikan secara efektif dan efisien untuk melahirkan keunggulan akademis dan ekstrakurikuler pada peserta didik yang dinyatakan lulus untuk satu jenjang pendidikan atau menyelesaikan program pembelajaran tertentu.
  2. Menurut Hadari Nawari, TQM (Manajemen Mutu Terpadu) adalah manejemen fungsional dengan pendekatan yang secara terus menerus difokuskan pada peningkatan kualitas, agar produknya sesuai dengan standar kualitas dari masyarakat yang dilayani dalam pelaksanaan tugas pelayanan umum (public service)dan pembangunan masyarakat(community development).
  3. Kesulitan penerapan TQM dalam bidang pendidikan adalah kesulitan dalam penentuan kualitas produknya (lulusan) yang lebih bersifat kualitatif.
  4. Manajemen peningkatan mutu sekolah adalah suatu metode peningkatan mutu yang bertumpu pada sekolah itu sendiri, mengaplikasikan sekumpulan teknik, mendasarkan pada ketersediaan data kuantitatif dan kualitatif, serta pemberdayaan semua komponen sekolah untuk secara berkesinambungan meningkatkan kapasitas dan kemampuan organisasi sekolah guna memenuhi kebutuhan peserta didik dan masyarakat.

Kunjungi Toko Kami di Tokopedia Javania

frasya 1

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Dzaujak. 1996. Petunjuk Peningkatan Mutu Pendidikan di Sekolah Dasar. Jakarta: Depdikbud.

Anonim. 2000. Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan/Kultur Sekolah. Depdiknas: Hand Out Pelatihan Calon Kepala Sekolah, Direktorat Sekolah Lanjutan Pertama.

Cravens, David W. 1996. Strategic Marketing. Jakarta: Erlangga.

Minarti, Sri. 2011. Manajemen Sekolah, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Mulyasa, E. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi ; Konsep, Karakteristik, dan Implementasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Nasution, M. N. 2000.  Manajemen Mutu Terpadu; Total Quality Management.  Jakarta: Ghalia Indonesia.

Nawawi, Hadari. 2003. Manajemen Strategik Organisasi Non Profit Bidang Pemerintahan dengan Ilustrasi di Bidang Pendidikan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Syafaruddin. 2008. Efektivitas Kebijakan Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Tjiptono, Fandy dan Anastasia Diana. 2009. Total Quality Management. Yogyakarta: Andi.

Umiarso dan Imam Gojali, 2010. Manajemen Mutu Sekolah di Era Otonomi Pendidikan. Jogjakarta: IRCiSoD.

Usman, Husaini. ‘Peran Baru Administrasi Pendidikan dari Sistem Sentralistik Menuju Sistem Desentralistik”. Jurnal Ilmu Pendidikan, Jilid 8/No.1/Februari 2001.

[1] David W. Cravens, Strategic Marketing (Jakarta: Erlangga, 1996), hlm. 23.

[2] Hadari Nawawi, Manajemen Strategik Organisasi Non Profit Bidang Pemerintahan  dengan Ilustrasi di Bidang Pendidikan (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2003), hlm. 274.

[1] M. N. Nasution, Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management) (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2000),  hlm. 15.

[2] Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana, Total Quality Management (Yogyakarta: Andi, 2009), hlm. 3-4.

 

[3] Dzaujak Ahmad, Petunjuk Peningkatan Mutu Pendidikan di Sekolah Dasar (Jakarta: Depdikbud, 1996), hlm. 8.

[4] M. N. Nasution, Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management) (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2000),  hlm. 17-18.

[5] Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana, Total Quality Management (Yogyakarta: Andi, 2009), hlm. 27.

[6] Sri Minarti, Manajemen Sekolah, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), hlm. 335-336.

[7] Hadari Nawawi, Manajemen Strategik Organisasi Non Profit Bidang Pemerintahan  dengan Ilustrasi di Bidang Pendidikan (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2003), hlm. 46.

[8] Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana, Total Quality Management (Yogyakarta: Andi, 2009), hlm. 4.

[9] Hadari Nawawi, Manajemen Strategik Organisasi Non Profit Bidang Pemerintahan  dengan Ilustrasi di Bidang Pendidikan (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2003), hlm. 127.

[10]Umiarso dan Imam Gojali, Manajemen Mutu Sekolah di Era Otonomi Pendidikan. (Jogjakarta: IRCiSoD, 2010), hlm. 138.

 

[11] Hadari Nawawi, Manajemen Strategik Organisasi Non Profit Bidang Pemerintahan  dengan Ilustrasi di Bidang Pendidikan (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2003), hlm. 138-141.

[12] Ibid., hlm. 141.

[13] Husaini Usman, ‘Peran Baru Administrasi Pendidikan dari Sistem Sentralistik Menuju Sistem Desentralistik”. Jurnal Ilmu Pendidikan, Jilid 8/No.1/Februari 2001.

[14] Anonim, Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan/Kultur Sekolah (Depdiknas: Hand Out Pelatihan Calon Kepala Sekolah, Direktorat Sekolah Lanjutan Pertama, 2000), hlm. 6.

[15] Syafaruddin, Efektivitas Kebijakan Pendidikan (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), hlm. 178-179.

[16] E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi ; Konsep, Karakteristik, dan Implementasi (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003), hlm. 126.

 

Manajemen Mutu Sekolah

  1. Pendahuluan

Dewasa ini pendidikan telah merebak hingga dipelosok negeri, namun memang tidak semua telah merasakan apa itu pendidikan. Pembangunan infrastruktur sekolah yang telah dilakukan oleh pemerintah maupun swasta semakin membantu perkembangan pendidikan, bahkan dikota-kota besar semakin banyak bermunculan sekolah-sekolah baik negeri maupun  swasta. Pembangunan infrastruktur yang pesat juga harus diimbangi oleh terpenuhinya kualitas sumber daya manusia yang ada. Sumber daya manusia yang dimaksud dapat meliputi komponen-komponen pendidikan yaitu guru, kepala sekolah, tenaga administrasi, peserta didik, dan lainnya. Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan kenyataan yang harus dilakukan secara terencana, terarah, intensif, efektif dan efisien dalam proses pembangunan, kalau tidak ingin bangsa ini kalah bersaing dalam menjalani era globalisasi.

Berbicara mengenai kualitas sumber daya manusia, pendidikan memegang peran yang sangat penting dalam proses peningkatan kualitas sumber daya manusia. Untuk itu perlu peran serta seluruh masyarakat dan pemerintah untuk mewujudkan hal tersebut. Hal tersebut dapat dilakukan dengan meningkatkan sumber daya manusia.  Berdasarkan data hasil survei tentang Human Development Index (HDI) oleh United Nation Development Program atau UNDP (Brodjonegoro, dalam Pikiran Rakyat, 28 Oktober, 2005),[1] menyatakan bahwa Indonesia menempati peringkat 113 dari 177 negara didunia. Rendahnya sumber daya manusia Indonesia berdasarkan hasil survei UNDP  tersebut sebagai akibat rendahnya mutu pendidikan diberbagai jenis dan jenjang pendidikan karena itu salah satu kebijakan pokok pembangunan pendidikan nasional sesuai dengan amanah Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 yaitu mengarah pada peningkatan mutu dan relevansi pendidikan.

Perbaikan mutu pendidikan harus segera dilakukan secara terus menerus dengan cara memperbaiki manajemen mutu pendidikannya. Organisasi-organisasi pendidikan memegang peranan awal dalam proses peningkatan mutu pendidikan. Untuk itu kami dalam makalah ini berusaha membahas mengenai mutu pendidikan melalui pendekatan manajemen mutu terpadu.

 

  1. Tujuan Penulisan
  2. Menjelaskan definisi mutu dan perbedaaannya menurut beberapa ahli.
  3. Menjelaskan karakteristik mutu pendidikan
  4. Menjelaskan mengenai pendekatan manajemen mutu terpadu (TQM)
  5. Menjelaskan mengenai kendala-kendala mutu.
  6. Menjelaskan beberapa pemecahan masalah mutu.

 

  1. Definisi dan Karakteristik Mutu
  2. Definisi Mutu

Beberapa konsep mutu yang diutarakan oleh Prof. Dr. H. Abdul Hadis, M.Pd, dan Prof. Dr. Hj. Nurhayati B, M. Pd, dalam bukunya Manajemen Mutu Pendidikan (2010:84) menurut para ahli yaitu:[2]

  1. Menurut Juran (1993), mutu produk ialah kecocokan  penggunaan produk (fitness for use) untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan pelanggan. Kecocokan pengguna produk tersebut didasarkan atas lima ciri utama yaitu (1) teknologi; yaitu kekuatan; (2) psikologis, yaitu rasa atau status; (3) waktu, yaitu kehandalan; (4) kontraktual, yaitu ada jaminan; (5) etika, yaitu sopan santun (Juran, 1993)
  2. Menurut Crosby (1979:58) mutu ialah conformance to requirement, yaitu sesuai dengan yang disyaratkan atau distandarkan. Suatu produk memiliki mutu apabila sesuai dengan standar atau kriteria mutu yang telah ditentukan, standar mutu tersebut meliputi bahan baku, proses produksi, dan produk jadi (Crosby, 1979:58)
  3. Menurut Deming (1982:176) mutu ialah kesesuaian dengan kebutuhan pasar atau konsumen. Perusahaan yang bermutu ialah perusahaan yang menguasai pangsa pasar karena hasil produksinya sesuai dengan kebutuhan konsumen, sehingga menimbulkan kepuasan bagi konsumen. Jika konsumen merasa puas, maka mereka akan setia dalam membeli produk perusahaan baik berupa barang maupun jasa.
  4. Menurut Feigenbaum (1986:7) mutu adalah kepuasan pelanggan sepenuhnya (full customer satisfication). Suatu produk dianggap bermutu apabila dapat memberikan kepuasan sepenuhnya kepada konsumen, yaitu sesuai dengan harapan konsumen atas produk yang dihasilkan.
  5. Garvi dan Davis (1994) menyatakan mutu ialah suatu kondisi yang berhubungan dengan produk , tenaga kerja, proses dan tugas serta lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan

Dari beberapa konsep mutu yang diutarakan oleh para ahli, maka dapat diambil kesimpulan bahwa mutu merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan kepuasan pelanggan terhadap sebuah produk.

 

  1. Perbedaan Konsep Mutu

Konsep mutu yang paling populer dikeluarkan oleh Juran, Crosby dan Deming. Beberapa perbedaan konsep mutu menurut ketiga ahli tersebut meliputi:[3]

 

Tabel 1. Perbedaan Mutu menurut Deming, Juran dan Crosby

No Aspek Deming Juran Crosby
1 Definisi Satu tingkat yang dapat diprediksi dari keseragaman dan ketergantungan  padabiaya yang rendah sesuai pasar. Kemampuan untuk digunakan (fitness for use). Sesuai persyaratan.
2 Tanggung jawab  manajemen senior 94% atas masalah mutu. Kurang dari 20% karena  masalah mutu menjadi tanggung jawab pekerja. 100%
3 Standar pres-tasi/motivasi Banyak skala se-hingga digunakan statistik untuk me-ngukur mutu  di semua bidang. Kerusakan nol sangat penting. Menghindari kampanye untuk melakukan pekerjaan secara sempurna. Kerusakan nol (Zero Defect)
4 Pendekatan umum Mengurangi ke-anekaragaman dengan perbaikan berkesinambungan dan menghentikan pengawasan massal. Manusiawi. Pencegahan bukan pengawasan
5 Cara memperbaiki mutu 14 butir 10 butir 14 butir
6 Kontrol proses statistik (SPC) Harus digunakan Disarankan karena SPC dapat mengakibatkan    Total Driven Approach. Menolak
7 Basis perbaikan Terus-menerus mengurangi penyimpangan. Pendekatan  ke-lompok, proyek-proyek, menetapkan tujuan. Proses bukan  program, tujuan perbaikan.
8 Kerja sama tim Partisipasi karyawan dalam membuat keputusan. Pendekatan tim dan Gugus Kendali Mutu (GKM atau QCC). Tim perbaikan mutu dan Dewan Mutu
9 Biaya mutu Tidak ada optimal perbaikan terus-menerus. Mutu tidak gratis (Quality is not free), terdapat batas optimal. Mutu gratis.
Pembelian dan  barang  yang  diterima Pengawasan terlalu lambat.Menggunakan standar mutu yang dapat diterima Masalah pembelian merupakan hal yang rumit sehingga diperlukan survei resmi Menyatakan persyaratan pemasok adalah perluasan
10 Penilaian pemasok Tidak, kritik atas banyaknya sistem. Ya, tetapi membantu pemasok memperbaiki.
11 Hanya satu sumber penyedia Ya Tidak, dapat di-abaikan untuk meningkatkan daya saing.

 

 

 

  1. Karakteristik Mutu

Menurut Husaini Usman (2009) dalam bukunya Manajemen: Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan, mengatakan bahwa mutu memiliki 13 karakteristik seperti berikut ini[4]:

  1. Kinerja (performa): berkaitan dengan aspek fungsional sekolah. Misalnya: kinerja guru dalam mengajar baik, memberikan penjelasan meyakinkan, sehat dan rajin mengajar, dan menyiapkan bahan pelajaran lengkap. Pelayanan administratif dan edukatif sekolah baik yang ditandai hasil belajar tinggi, lulusannya banyak, putus sekolah sedikit, dan yang lulus tepat waktu banyak. Akibat kinerja yang baik maka sekolah tersebut menjadi sekolah favorit.
  2. Waktu wajar (timeliness): selesai dengan waktu yang wajar. Misalnya: memulai dan mengakhiri pelajaran tepat waktu. Waktu ulangan tepat. Batas waktu pemberian pekerjaan rumah wajar. Waktu untuk guru naik pangkat wajar.
  3. Handal (reliability): usia pelayanan prima bertahan lama. Misalnya: pelayanan prima yang diberikan sekolah bertahan dari tahunke tahun, mutu sekolah tetap bertahan dari tahun ke tahun. Sebagai sekolah favorit bertahan dari tahun ke tahun. Sekolah menjadi juara tertentu bertahan dari tahun ke tahun. Guru jarang sakit. Kerja keras guru bertahan dari tahun ke tahun.
  4. Daya tahan (durability): tahan banting.Misalnya: meskipun krisis moneter, sekolah masih tetap bertahan, tidak tutup. Siswa dan guru tidak putus asa dan selalu sehat
  5. Indah (aestetics). Misalnya: eksterior dan interior sekolah ditata menarik. Taman ditanami bunga dan terpelihara dengan baik. Guru-guru membuat media pendidikan yang menarik. Warga sekolah berpenampilan rapi.

6.Hubungan manusiawi (personal interface): menjunjung tinggi nilai-nilai
moral dan profesionalisme.Misalnya: warga sekolah saling menghormati, baik warga intern maupun ektern sekolah, demokratis, dan menghargai profesionalisme.

  1. Mudah penggunaannya (easy of use). Sarana dan prasarana dipakai.Misalnya: aturan-aturan sekolah mudah diterapkan. Buku-buku perpustakaan mudah dipinjam dan dikembalikan tepat waktu. Penjelasan guru di kelas mudah dimengerti siswa. Contoh soal mudah dipahami. Demonstrasi praktik mudah diterapkan siswa.
  2. Bentuk khusus (feature): keunggulan tertentu.Misalnya: sekolah ada yang unggul dengan hampir semua lulusannya diterima di universitas bermutu. Unggul dengan bahasa Inggrisnya. Unggul dengan penguasaan teknologi informasinya (komputerisasi). Ada yang unggul dengan karya ilmiah kesenian atau olahraga.
  3. Standar tertentu (conformance to specification): memenuhi standar tertentu.Misalnya: sekolah sudah memenuhi Standar Pelayanan Minimal (SPM), sekolah sudah memenuhi standar minimal ujian nasional atau sekolah sudah memenuhi ISO 9001:2000 atau sekolah sudah memenuhi TOEFL dengan skor 650.
  4. Konsistensi (Consistency): keajegan, konstan, atau stabil.Misalnya: Mutu sekolah dari dahulu sampai sekarang tidak menurun seperti harus mengatrol nilai siswa-siswanya. Warga sekolah konsisten antara perkataan dengan perbuatan. Apabila berkata tidak berbohong, apabila berjanji ditepati, dan apabila dipercaya tidak mengkhianati.
  5. Seragam (uniformity): tanpa variasi, tidak tercampur.Misalnya: sekolah menyeragamkan pakaian sekolah dan pakaian dinas. Sekolah melaksanakan aturan, tidak pandang bulu atau pilih kasih.
  6. Mampu melayani (serviceability): mampu memberikan pelayanan prima.. Misalnya: sekolah menyediakan kotak saran dan saran-saran yang masuk
    mampu dipenuhi dengan sebaik-baiknya. Sekolah mampu memberikanpelayanan primanya kepada pelanggan sekolah sehingga semua pelanggan merasa puas.
  7. Ketepatan (Accruracy): ketepatan dalam pelayanan. Misalnya: Sekolah mampu memberikan pelayanan sesuai dengan yang diinginkan pelanggan sekolah, guru-guru tidak salah dalam menilai siswa-siswanya. Semua warga sekolah bekerja dengan teliti. Jam Belajar di sekolah berlangsung tepat waktu.

 

Mutu meliputi: 1) mutu produk, 2) mutu biaya, 3) mutu penyerahan, 4) mutu keselamatan, dan 5) mutu semangat/moril.

Secara sederhana mutu memiliki karakteristik: 1) spesifikasi, 2) jumlah, 3) harga, dan 4) ketepatan waktu penyerahan.

 

  1. Definisi dan Karakteristik Manajemen Mutu Terpadu (TQM)
  2. Definisi Manajemen Mutu Terpadu (TQM)

Beberapa definisi mengenai Manajemen Mutu Terpadu (TQM) Pendidikan menurut para ahli yaitu:[5]

  1. Manajemen Mutu Terpadu (TQM) Pendidikan menurut Edward Sallis adalah sebuah filosofi tentang perbaikan secara terus menerus, yang dapat memberikan seperangkat alat praktis kepada setiap institusi pendidikan dalam memenuhi kebutuhan, keinginan, dan harapan para pelanggannya, saat ini dan untuk masa yang akan datang.
  2. Manajemen Mutu Terpadu menurut Fandy Tjiptono & Anastasia Diana (1995) ialah suatu pendekatan dalam usaha memaksimalkan daya saing melalui perbaikan terus menerus atas jasa, manusia, produk, dan lingkungan.
  3. Menurut West – Burnham (1997) Manajemen Mutu Terpadu Pendidikan ialah semua fungsi dari organisasi sekolah kedalam falsafah holistis yang dibangun berdasarkan konsep mutu, kerja tim, produktivitas, dan prestasi serta kepuasan pelanggan.

 

  1. Karakteristik Manajemen Mutu Terpadu (TQM)

Goetsch dan Davis (1994) mengungkapkan sepuluh unsur utama (karakteristik) total quality management, sebagai berikut:[6]

  1. Fokus Pada Pelanggan. Dalam TQM, baik pelanggan internal maupun pelanggan eksternal merupakan driver. Pelanggan eksternal menentukan kualitas produk atau jasa yang disampaikan kepada mereka, sedangkan pelanggan internal berperan besar dalam menentukan kualitas manusia, proses, dan lingkungan yang berhubungan dengan produk atau jasa.
  2. Obsesi Terhadap Kualitas. Dalam organisasi yang menerapkan TQM, penentu akhir kualitas pelanggan internal dan eksternal. Dengan kualitas yang ditetapkan tersebut, organisasi harus terobsesi untuk memenuhi atau melebihi apa yang ditentukan tersebut.
  3. Pendekatan Ilmiah. Pendekatan ilmiah sangat diperlukan dalam penerapan TQM, terutama untuk mendesain pekerjaan dan dalam proses pengambilan keputusan dan pemecahan masalah yang berkaitan dengan pekerjaan yang didesain tersebut. Dengan demikian data diperlukan dan dipergunakan dalam menyusun patok duga (benchmark), memantau prestasi, dan melaksanakan perbaikan.
  4. Komitmen jangka Panjang. TQM merupakan paradigma baru dalam melaksanakan bisnis. Untuk itu dibutuhkan budaya perusahaan yang baru pula. Oleh karena itu komitmen jangka panjang sangat penting guna mengadakan perubahan budaya agar penerapan TQM dapat berjalan dengan sukses.
  5. Kerja sama Team (Teamwork). Dalam organisasi yang menerapkan TQM, kerja sama tim, kemitraan dan hubungan dijalin dan dibina baik antar karyawan perusahaan maupun dengan pemasok lembaga-lembaga pemerintah, dan masyarakat sekitarnya.
  6. Perbaikan Sistem Secara Berkesinambungan
  7. Setiap poduk atau jasa dihasilkan dengan memanfaatkan proses-proses tertentu di dalam suatu sistem atau lingkungan. Oleh karena itu, sistem yang sudah ada perlu diperbaiki secara terus menerus agar kualitas yang dihasilkannya dapat meningkat.
  8. Pendidikan dan Pelatihan. Dalam organisasi yang menerapkan TQM, pendidikan dan pelatihan merupakan faktor yang fundamental. Setiap orang diharapkan dan didorong untuk terus belajar, yang tidak ada akhirnya dan tidak mengenal batas usia. Dengan belajar, setiap orang dalam perusahaan dapat meningkatkan keterampilan teknis dan keahlian profesionalnya.
  9. Kebebasan Yang Terkendali. Dalam TQM, keterlibatan dan pemberdayaan karyawan dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah merupakan unsur yang sangat penting. Hal ini dikarenakan unsur tersebut dapat meningkatkan “rasa memiliki” dan tanggung jawab karyawan terhadap keputusan yang dibuat. Selain itu unsur ini juga dapat memperkaya wawasan dan pandangan dalam suatu keputusan yang diambil, karena pihak yang terlibat lebih banyak. Meskipun demikian, kebebasan yang timbul karena keterlibatan tersebut merupakan hasil dari pengendalian yang terencana dan terlaksana dengan baik.
  10. Kesatuan Tujuan. Agar TQM dapat diterapkan dengan baik, maka perusahaan harus memiliki kesatuan tujuan. Dengan demikian setiap usaha dapat diarahkan pada tujuan yang sama. Namun hal ini tidak berarti bahwa harus selalu ada persetujuan atau kesepakatan antara pihak manajemen dan karyawan mengenai upah dan kondisi kerja.
  11. Adanya Keterlibatan dan Pemberdayaan Karyawan. Keterlibatan dan pemberdayaan karyawan merupakan hal yang penting dalam penerapan TQM. Pemberdayaan bukan sekedar melibatkan karyawan tetapi juga melibatkan mereka dengan memberikan pengaruh yang sungguh berarti

 

  1. Kendala dan Implementasi Mutu Dalam Dunia Pendidikan

Salah satu masalah yang sangat dominan seperti yang telah diungkap dalam pendahuluan adalah kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumber daya manusia sangat erat kaitannya dengan pendidikan. Untuk itu peningkatan kualitas pendidikan merupakan suatu proses yang terintegrasi dengan proses peningkatan kualitas sumber daya manusia. Secara garis besar ada dua faktor utama yang menyebabkan perbaikan mutu pendidikan di Indonesia masih belum atau kurang berhasil yaitu:

  1. Strategi pembangunan pendidikan selama ini lebih bersifat input oriented. Strategi yang demikian lebih bersandar kepada asumsi bahwa bilamana semua input pendidikan telah dipenuhi, seperti penyediaan buku-buku (materi ajar) dan alat belajar lainnya, penyediaan sarana pendidikan, pelatihan guru dan tenaga kependidikan lainnya, maka secara otomatis lembaga pendidikan ( sekolah) akan dapat menghasilkan output (keluaran) yang bermutu sebagai mana yang diharapkan. Ternyata strategi input-output yang diperkenalkan oleh teori education production function (Hanushek, 1979,1981) tidak berfungsi sepenuhnya di lembaga pendidikan (sekolah), melainkan hanya terjadi dalam institusi ekonomi dan industri.
  2. Pengelolaan pendidikan selama ini lebih bersifat macro-oriented, diatur oleh jajaran birokrasi di tingkat pusat. Akibatnya, banyak faktor yang diproyeksikan di tingkat makro (pusat) tidak terjadi atau tidak berjalan sebagaimana mestinya di tingkat mikro (sekolah). Atau dengan singkat dapat dikatakan bahwa komleksitasnya cakupan permasalahan pendidikan, seringkali tidak dapat terpikirkan secara utuh dan akurat oleh birokrasi pusat.

Sebelum membahas lebih jauh, ada beberapa masalah mutu pendidikan yang diutarakan oleh Deming yang secara garis besar dikelompokkan menjadi dua hal yaitu[7]:

 

  1. Kendala mutu pendidikan secara umum
  2. Desain kurikulum yang lemah,
  3. Bangunan yang tidak memenuhi syarat,
  4. Lingkungan kerja yang buruk,
  5. Sistem dan prosedur yang tidak sesuai,
  6. Jadwal kerja yang serampangan,
  7. Sumber daya yang kurang, dan
  8. Pengembangan staf yang tidak memadai.

 

  1. Kendala mutu pendidikan secara khusus
  2. Prosedur dan aturan yang tidak diikuti atau ditaati,
  3. Anggota individu staf yang tidak memiliki skil, pengetahuan dan sifat yang dibutuhkan untuk menjadi seorang guru atau manajer pendidikan.
  4. Kurangnya pengetahuan dan keterampilan anggota,
  5. Kurangnya motivasi,
  6. Kegagalan komunikasi, dan
  7. Kurangnya sarana dan prasarana yang memenuhi.

Selain hal-hal di atas beberapa faktor lain yang menyebabkan mutu pendidikan tidak mengalami peningkatan secara merata.

  1. Pertama,kebijakan penyelenggaraan pendidikan nasional yangberori- entasi pada keluaran atau hasil pendidikan terlalu memusatkan pada masukan dan kurang memperhatikan proses
  2. Kedua,penyelengaraan pendidikan dilakukan secara sentralistik. Hal ini menyebabkan tingginya ketergantungan kepada keputusan birokrasi dan seringkali kebijakan pusat terlalu umum dan kurang menyentuh atau kurang s esuai dengan situasi dan kondisi sekolahsetempat. Di samping itu segala sesuatu yang terlalu diatur menyebabkan penyelenggara sekolah kehilangan kemandirian, insiatif, dan kreativitas. Hal tersebut menyebabkan usaha dan daya untuk mengembangkan atau meningkatkan mutu layanan dankeluaran pendidikan menjadi kurang
  3. Ketiga,peran serta masyarakat terutama orangtua siswa dalam penyeleng- garaan pendidikan selama ini hanya terbatas padadukungan  Padahal peranserta mereka sangat penting di dalam proses pendidikan antara lain pengambilan keputusan, pemantauan, evaluasi, dan akuntabilitas.

Berdasarkan hal-hal tersebut maka perlu adanya manajemen yang tepat untuk menangani hal-hal  tersebut. Berikut ini akan dibahas beberapa alternatif penanganan masalah pendidikan seperti yang telah dibahas diatas.

Deming (1986) menyatakan bahwa implementasi konsep mutu dalam sebuahorganisasi memerlukan perubahan dalam filosofi yang ada di sekitar manajemen.

Deming mengusulkan empat belas butir pemikiran yang dapat dipergunakan untuk meningkatkan mutu dan produktivitas suatu organisasi juga dalam bidang pendidikan. Keempat belas butir pemikiran tersebut adalah [8]:

  1. CiptakanTujuan yang Mantap Demi Perbaikan Produk dan  Sekolah memerlukan adanya tujuan akhir yang mampu mengarahkansiswa menghadapi masa depan secara mantap. Jangan membuat siswa sekedar memiliki nilai bagus tetapi juga harus mampu membuat siswa memiliki kemauan belajar seumur hidup.
  2. AdopsiFilosofi Baru. Siswa berhak mendapatkan pembelajaran yangberkualitas. Dengan kata lain, mereka tidak lagi sebagai siswa yang pasif dan rela diperlakukan seburuk apapun tanpa dapat berkomentar.
  3. HentikanKetergantungan pada Inspeksi  Dalam bidangpendidikan, evaluasi yang dilakukan jangan hanya pada saat ulanganumum ataupun ujian akhir, tetapi dilakukan setiap saat selama proses belajar mengajar berlangsung.

Selain itu, dalam menetapkan standar uji, maka perlu diperhatikan teori- teori kepemimpinan yang berkembang dalam Total Quality Management dan lainnya, seperti teori sifat, teori lingkungan, teori perilaku, teori humanistik, dan teori kontigensi.

Sejalan dengan masalah evaluasi, masalah rekrutmen dalam menentukanpimpinan kependidikan, beberapa prosedur “Fit and proper test” bisa dilakukan dalam pengambilan keputusan :

  • Melakukan“hearing” di depan tim, yaitu menyampaikan program, visi dan misi apabila terpilih menjadi pimpinan
  • Menjawabpertanyaan lisan dan tertulis yang telah didesain sedemikian  Adapun pertanyaan yang diajukan dapat menyangkut integritas,moralitas,profesionalisme, intelektualitas, keahlian.
  • Keharusanmengumumkan harta kekayaan dari para calon KepalaSekolah sebelum yang bersangkutan menduduki jabatan yang dipercayakan kepadanya. Kebohongan atas kekayaan ini dapat mengakibatkan pemecatan (impeachmant).
  • Harusmemahami sistem manajemen yang efektif dan efisien terhadap lembaga yang akan dipimpinnya. Termasuk dalamrekruitment karyawan, kesejahteraan, peningkatan kualitas hasil dan
  • Mengemukakanmasalah pribadi, seperti apakah calon itu pernah Masalah anak bagaimana. Mengapa sampai terjadiperceraian. Kemudian menyangkut  masalah kebebasan dari tekanan, intimidasi, teror atau ancaman.
  • Timseleksi melakukan investigasi   dan melacak semuakebenaran informasi yang disampaikan lisan maupun Apabila calon-calon tersebut tidak dapat memberikan jawaban secara memuaskan, atau setelah melakukan investigasi ternyataterdapat kebohongan-kebohongan, tentu saja yang bersangkutantidak dapat terpilih sebagai pimpinan.

 

  1. AkhiriKebiasaan Melakukan Hubungan Bisnis Hanya BerdasarkanBiaya

Dalam bidang pendidikan pernyataan di atas terutama dikaitkan dengan biaya pendidikan yang ada hubungannya dengan perbandingan junlah guru dan muridpada satu ruangan/kelas. Kelas besar memang akan membuat sekolahtersebut melakukan penghematan biaya, tetapi mutu yang dihasilkan tidakterjamin dan bukan tidak mungkin terjadi peningkatan biaya di bagian lainpada sistem tersebut.

 

  1. PerbaikiSistem Produksi dan Jasa Secara Konstan dan Terus Menerus

Dalam bidang pendidikan seorang guru harus berpikir secara strategik agar siswa dapat menjalani proses belajar mengajar secara baik, sehingga memperoleh nilai yang baik pula. Guru jangan hanya berpikir bagaimana siswamendapatkan nilai yang baik.

  1. LembagakanMetode Pelatihan yang Modern di Tempat Kerja

Hal ini perlu dilakukan agar terdapat kesamaan dasar pengetahuan bagi semua anggota stafdalam suatu lembaga pendidikan. Setelah itu barulahguru dan administrator mengembangkan keahlian sesuai yang diperlukan bagi peningkatan profesionalitas.

 

  1. LembagakanKepemimpinan

Kepemimpinan (leadership) berbeda dengan pemimpin (leader). Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi tingkah laku orang atau kelompok dengan maksud mencapai suatu tujuan yang dinginkan bersama. Sedangkanpemimpin adalah seseorang atau sekelompok orang seperti kepala, komandan,ketua dan sebagainya.

 

Secara umum, pada dasarnya terdapat delapan kunci tugas pimpinan untukmelaksanakan komitmen perbaikan kualitas terus menerus, yaitu:

  1. Menetapkansuatu dewan
  2. Menetapkankebijaksanaan
  3. Menetapkandan menyebarluaskan sasaran
  4. Memberikandan menyiapkan sumber-sumber
  5. Memberikandan menyiapkan pendidikan dan pelatihan yangberorientasi pada pemecahan masalah
  6. Menetapkantim perbaikan kualitas yang bertanggungjawab pada manajemen puncak untuk menyelesaikan masalah-masalah kualitas
  7. Merangsangperbaikan kualitas terus
  8. Memberikanpengakuan dan penghargaan atas prestasi dalamperbaikan kualitas terus-menerus (Vincent Gaspersz, 1997: 203-204).

Sementara itu, bagi kalangan follower/pengikut/bawahan seperti guru, karyawan dan lain-lain, perlu memperhatikan ketentuan berikut : (1) Mendukung program-program pimpinan yang baik dan benar. (2) Memiliki kebutuhan berprestasi. (3) Klarifikasi kemampuan, wewenang dan peran. (4) Memiliki organisasi kerja. (5) Kemampuan bekerja sama. (6) Kecukupan sumber daya (kuantitas). (7) Memiliki koordinasi eksternal.

 

Ditambahkan bahwa, untuk melaksanakan tugas dan fungsi kepemimpinan,maka kepala sekolah perlu memperhatikan dan mengontrol Variabel situasi,yaitu seperangkat keadaan atau kondisi yang harus dikelola dan diciptakan secara kondusif. Situasi ini antara lain : (1) kekuatan posisi, (2) keadaan bawahan, (3) tugas dan kemampuan menggunakan teknologi, (4) strukturorganisasi, (5) keadaan lingkungan lembaga (fisik dan non-fisik), (6) ketergantungan eksternal, (7) kekuatan sosial politik, (8) rasa aman dan demokratis. Keseluruhan proses interaksi kepemimpinan antara pemimpin, yang dipimpin dan situasi, ditujukan untuk mencapai variabel hasil akhir yaitu: (1) Kepuasan pelanggan. (2) Loyalitas pelanggan. (3) Profitabilitas. dan (4) kepuasan seluruh personil lembaga dan stakeholders.  

  1. HilangkanRasa Takut.

Perlu disadari bahwa rasa takut menghambat karyawan untuk mampumengajukan pertanyaan, melaporkan masalah, atau menyatakan ide padahalitu semua perlu dilakukan untuk menghasilkan kinerja yang maksimum. Oleh karena itu para pelaku pendidikan hendaknya jangan menerapkan sistem imbalan dan hukuman kepada siswa karena akan menghambat berkembangnyamotivasi internal dari siswa masing-masing.

 

  1. PecahkanHambatan di antara Area Staf

Hambatan antardepartemen fungsional berakibat menurunkan produktivitas.Hambatan ini dapat diatasi dengan mengembangkan kerjasama kelompok. Oleh karena itu para anggota staf harus bekerjasama dan memprioritaskan diri pada peningkatan kualitas.

 

  1. HilangkanSlogan, Nasihat, dan Target untuk Tenaga Kerja

Perbaikan secara berkesinambungan sebagai sasaran umum harus menggantikan simbol-simbol kerja.

 

  1. HilangkanKuota Numerik

Kuota cenderung mendorong orang untuk memfokuskan pada jumlah seringkali dengan mengorbankan mutu. Terlalu banyak menggunakan slogan dan terlalu berpatokan pada target dapat menimbulkan salah arah untuk pengembangan sistem yang baik. Tidak jarang patokan terget akan lebih terfokuspada guru dan siswa daripada sistem secara keseluruhan.

 

  1. Hilangkan Hambatan Terhadap Kebanggaan Diri atas Keberhasilan Kerja

Kebanggaan diri atas hasil kerja yang dicapai perlu dimiliki oleh guru dan siswa. Adanya kebanggaan dalam diri membuat guru dan siswa bertanggungjawab atas tugas dan kewajiban yang disandangnya sehingga mereka dapat menjaga mutu.

 

  1. Lembagakan ProgramPendidikan dan Pelatihan yang Kokoh.

Hal ini berlaku bagi para pelaku pendidikan karena memiliki dampak langsungterhadap kualitas belajar siswa.

  1. 1LakukanTindakan Nyata/Contoh Nyata

Manajer harus menjadi”lead manager” bukan “boss manager”. Seorang “lead manager” akan berusaha mengkomunikasikan pandangannya selalu berusahamengembangkan kerjasama, meluangkan waktu dan tenaga untuk sistem sehingga dengan adanya contoh nyata, pekerja menyadari cara untukmelakukan pekerjaan yang berkualitas.

 

Proses manajemen pendidikan akan tercermin dalam sebuah organisasi pendidikan. Upaya lain dalam peningkatan mutu pendidikan khususnya didalam lembaga pendidikan sesuai dengan Pasal 51 UU Sistem Pendidikan Nasional No. 20/2003 menyatakan bahwa “Pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikanmenengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah”.
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) pada hakikatnya adalah penyerasian sumber daya yang dilakukan secara mandiri oleh sekolahdengan melibatkan semua pemangku kepentingan yang terkait dengansekolah secara langsung dalam proses pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan peningkatan mutu sekolah atau untuk mencapaitujuan pendidikan nasional.

 

Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) memiliki karakteristik Apabilamanajemen berbasis lokasi lebih difokuskan pada tingkat sekolah, makaMBS akan menyediakan layanan pendidikan yang komprehensif dan tanggap terhadap kebutuhan masyarakat di mana sekolah itu berada. Ciri- ciri MBS bisa dilihat dari sudut sejauh mana sekolah tersebut dapat mengoptimalkan kinerja organisasi sekolah, pengelolaan sumber daya manusia (SDM), proses belajar-mengajar dan sumber daya sebagaimana digambar- kan dalam tabel berikut:[9]

 

Ciri-ciri sekolah yang melaksanakan MBS

Organisasi Sekolah Proses Belajar mengajar Sumber Daya Manusia Sumber Daya dan

Administrasi

Menyediakan manajemen/ organisasi/ kepemimpinan transformasional * dalam mencapai tujuan sekolah Meningkatkan kualitas belajar siswa Memberdayakan staf dan menempatkan personel yang dapat melayani keperluan siswa Mengidentifikasi sumber daya yang diperlukan dan mengalokasikan sumber daya tsb. sesuai dengan kebutuhan
Menyusun rencana sekolah dan merumuskan kebijakan untuk sekolahnya sendiri Mengembangkan kurikulum yang cocok dan tanggap terhadap kebutuhan siswa dan masyarakat Memiliki staf dengan

wawasan MBS

Mengelola  dana sekolah secara efektif dan efisien
Mengelola kegiatan

operasional sekolah

Menyelenggarakan pembelajaran yang efektif Menyediakan kegiatan untuk pengembangan profesi pada semua staf Menyediakan dukungan administratif
Menjamin adanya komunikasi yang efektif antara sekolah dan masyarakat Menyediakan program pengembangan yang diperlukan siswa Menjamin kesejahteraan staf dan siswa Mengelola  dan memelihara gedung dan sarana
Menggerakkan partisipasi masyarakat Berperanserta dalam memotivasi siswa Menyelenggarakan forum /diskusi untuk membahas kemajuan kinerja sekolah
Menjamin terpeliharanya sekolah yang bertanggung jawab kepada masyarakat dan pemerintah

Dikutip dari Focus on School: The Future Organization of Education Service for Student, Department of Education, Queensland, Australia*)

 

Melalui Manajemen Berbasis sekolah (MBS) ini diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan melalui lembaga sekolah. Beberapa hal yang diharapkan melalui penerapan MBS ini ialah[10]:

  1. Salah satu strategi adalah menciptakan prakondisi yang kondusif untuk dapat menerapkan MBS, yakni peningkatan kapasitas dan komitmen seluruh warga sekolah, termasuk masyarakat dan orangtua siswa. Upaya untuk memperkuat peran kepala sekolah harus menjadi kebijakan yang mengiringi penerapan kebijakan MBS. ”An essential point is that schools and teachers will need capacity building if school-based management is to work”. Demikian De grouwe menegaskan.
  2. Membangun budaya sekolah (school culture) yang demokratis, transparan, dan akuntabel. Termasuk membiasakan sekolah untuk membuat laporan pertanggungjawaban kepada masyarakat. Model memajangkan RAPBS di papan pengumuman sekolah yang dilakukan oleh Managing Basic Education (MBE) merupakan tahap awal yang sangat positif. Juga membuat laporan secara insidental berupa booklet, leaflet, atau poster tentang rencana kegiatan sekolah. Alangkah serasinya jika kepala sekolah dan ketua Komite Sekolah dapat tampil bersama dalam media tersebut.
  3. Pemerintah pusat lebih memainkan peran monitoring dan evaluasi. Dengan kata lain, pemerintah pusat dan pemerintah daerah perlu melakukan kegiatan bersama dalam rangka monitoring dan evaluasi pelaksanaan MBS di sekolah, termasuk pelaksanaan block grant yang diterima sekolah.
  4. Mengembangkan model program pemberdayaan sekolah. Bukan hanya sekedar melakukan pelatihan MBS, yang lebih banyak dipenuhi dengan pemberian informasi kepada sekolah. Model pemberdayaan sekolah berupa pendampingan atau fasilitasi dinilai lebih memberikan hasil yang lebih nyata dibandingkan dengan pola-pola lama berupa penataran MBS.

Peningkatan mutu pendidikan dalam pelaksanaannya perlu mendapat pengawasan yang intensif. Pelaksanaan peran dan tugas pengawasan di sekolah sebenarnya dapat diposisikan dalam upaya penjaminan mutu (quality assurance) yang diimbangi dengan peningkatan mutu (qualitity enhancement). Penjaminan mutu berkaitan dengan inisiatif superstruktur organisasi sekolah atau kepala sekolah dan pendekatannya bersifat top down, sementara peningkatan mutu terkaitan dengan pemberdayaan anggota organisasi sekolah untuk dapat berinisiatif dalam meningkatkan mutu pendidikan baik menyangkut peningkatan kompetensi individu, maupun kapabilitas organisasi melalui inisiatif sendiri sehingga pendekatannya bersifat bottom up

            
Dalam kaitan tersebut[11], maka pengawasan di sekolah perlu lebih menekankan pada mutu melalui tahapan quality assurance dengan pemantauan kesesuaian dengan standar-standar pendidikan (dalam konteks sistem nampak pada gambar 1)  yang kemudian diikuti dengan quality enhancement, sehingga peningkatan mutu pendidikan di sekolah dapat menjadi gerakan bersama dengan trigger utamanya adalah pengawas melalui pelaksanaan supervisi manajerial dan supervisi akademik, untuk kemudian lebih memberi peran dominan pada kepala sekolah melakukan hal tersebut apabila dua tahapan tersebut telah berjalan melalui implementasi MBS.

 

  1. Kesimpulan dan Saran
  2. Kesimpulan

Walaupun perkembangan TQM berasal dari dunia bisnis, namun konsep ini juga dapat diimplementasikan ke dalam dunia pendidikan atau biasa disebut TQE (Total Quality Education). Berbagai upaya perbaikan dalam manajemen sekolah menjadi titik awal dalam meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. TQE di indonesia diterjemahkan dengan mengadopsi model manajemen berbasis sekolah.
Mutu pendidikan memang hal yang sangat krusial dalam pembangunan sebuah negara disamping kesehatan dan ekonomi masyarakatnya. Karena dengan pendidikan dapat menciptakan sumber daya – sumber daya yang dapat diandalkan dalam pembangunan. Untuk memajukan pendidikan peranan sekolah haruslah memenuhi standar mutu yang diharapkan bagi masyarakat. Maka tidak heran saat ini terdapat berbagai macam pilihan sekolah seperti sekolah standar nasional,reguler,standar internasional dan lainnya.  Masyarakat dapat memilih pendidikan mana yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya.
Peningkatan mutu pendidikan secara khusus berorientasi pada peningkatan kualitas sumber daya manusia   . Kualitas sumber daya akan dipengaruhi oleh input, proses dan output pendidikan. Sehingga perlu adanya kesinergian antara ketiga hal tersebut. Mutu Pendidikan akan dapat baik jika baik organisasi pendidikan maupun pemerintah telah mampu menerapkan manajemen yang tepat dalam pelaksanaannya. Sehingga tidak ada kelemahan baik itu dalam hal kurikulum, sarana prasarana, proses pembelajaran, dan kualitas sumber daya manusianya. Mutu Pendidikan dalam pelaksanaannya perlu mendapat pengawasan yang intensif dari para penyelenggara pendidikan.

 

  1. Saran

Mengenai ketidakpercayaan sebagian masyarakat dalam menyekolahkan anak didalam negeri, mereka lebih cenderung percaya kepada pendidikan diluar yang mungkin lebih maju dalam teknologi. Untuk mengantisipasi hal tersebut telah banyak upaya yang dilakukan oleh pemerintah yang dalam hal ini menciptakan home scholling maupun sekolah internasional. Selain itu juga dengan meningkatkan sumber daya manusianya dalam hal ini peranan seorang guru. Pemerintah berusaha dengan menetapkan akreditasi bagi guru guna mengoptimalkan mutu pendidik di sekolah. Guru haruslah menguasai kompetensi-kompetensi seperti kompetensi bidang studi, kompetensi bidang pendidikan nilai dan bimbingan serta kompetensi bidang pelayanan / pengabdian masyarakat.
Kegagalan implementasi MBS di lapangan merupakan evaluasi bagi kita untuk melakukan sosialisasi secara terus menerus. Input, proses, serta output harus selalu disinergikan agar peningkatan mutu di indonesia dapat terealisasikan dalam waktu dekat, sehingga hasil dari pendidkan dapat melahirkan sumber daya manusia yang mampu berkompetitif dalam era globalisasi.
Organisasi pendidikan yang sangat berperan dalam peningkatan mutu pendidikan adalah sekolah harus mampu mengoptimalkan seluruh potensi yang ada. Dan pemerintah sebagai penjamin pendidikan harus memainkan peranannya sehingga pemerataan pendidikan dan pemerataan kualitas pendidikan semakin dirasakan oleh seluruh penyelenggara dan pemakai jasa pendidikan.

 

 

  1. Daftar Pustaka

Depdiknas. 2010. Manajemen Berbasis Sekolah. http://www.mgp-be.depdiknas.go.id. Diakses dari alamat http://www.mgp-be.depdiknas.go.id/cms/upload/ publikasi/m01u02a.pdf.

Fariadi, Ruslan. 2010. Total Quality Management (TQM) dan Implementasinya Dalam Dunia Pendidikan. http://aa-den.blogspot.com/2010/07/total-quality-management-tqm-dan.html, diakses 8 September 2010

Hadis, Abdul. Prof. Dr  & B, Nurhayati, Prof. Dr. 2010. Manajemen Mutu Pendidikan. Bandung: Penerbit AlfaBeta, hal 2

Kristianty, Theresia, Dr. 2005. Peningkatan Mutu Pendidikan Terpadu. Jurnal Pendidikan Penabur, http://www.bpkpenabur.or.id/files/Hal.106-112%20Peningkatan%20Mutu%20Pendidikan%20Terpadu%20 dengan%20Konsep%20Deming.pdf. diakses tanggal 28 September 2010

M Ihsan Dacholfany M.Ed & Evi Yuzana SKM. 2009. dikutip dari http://makalahkumakalahmu.wordpress.com/ 2009/05/15/ manajemen-berbasis-sekolah-mbs/. Diakses tanggal 20 September 2010.

Sallis, Edward. Alih Bahasa Ali riyadi, Ahmad & Fahrurozi. 2006. Total Quality Management in Edecation: Manajemen Mutu Pendidikan. Yogyakarta: Irchisod. Hal. 73

Usman, Husaini, Prof. Dr. 2009. Manajemen : Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara, hal. 512-513

  1. Pengertian Manajemen Mutu Pendidikan

Terry menjelaskan “manajemen adalah suatu proses atau kerangka kerja, yang melibatkan bimbingan atau pengarahan suatu kelompok orang kearah tujuan-tujuan organisasional atau maksud-maksud yang nyata. Manajemen adalah suatu kegiatan, pelaksanaannya adalah “managing” pengelolaan,   sedangkan   pelaksananya   disebut   dengan manager atau pengelola.

Manajemen sering diartikan sebagai ilmu, kiat dan profesi. Dikatakan ilmu karena manajemen dipandang sebagai suatu bidang pengetahuan yang secara sistemik berusaha memahami mengapa dan bagaimana  orang  bekerjasama.  Dikatakan  kiat  karena  manajemen mencapai sasaran melalui cara-cara dengan mengatur orang lain menjalankan dalam tugas. Dipandang sebagai profesi karena manajemen dilandasi oleh keahlian khusus untuk mencapai suatu profesi, manajer dan para profesional dituntut oleh suatu kode etik.

Stoner dikutip James A.F., menjelaskan manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber daya-sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.

Harold menjelaskan bahwa management knowledge is organized around the basic functions of managers planning, organizing, staffing, leading and controlling.(Pengetahuan manajemen adalah pengetahuan terorganisir di sekitar  fungsi  dasar  perencanaan  para  manajer,  pengaturan,  susunan kepegawaian, terkemuka dan mengendalikan).

Mutu secara umum adalah gambaran dan karakteristik menyeluruh dari bidang atau jasa yang menunjukkan dalam kemampuan memuaskan kebutuhan yang diharapkan atau tersirat. Dalam konteks pendidikan, pengertian mutu mencakup input, proses, dan atau output pendidikan.

Poewardarminta dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia “Mutu” berarti karat. Baik buruknya sesuatu, kualitas, taraf atau derajat (kepandaian,  kecerdasan). Pengertian  mutu  secara  umum  adalah gambaran atau karateristik menyeluruh dari barang atau jasa yang menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang diharapkan. Pendidikan yang  bermutu bukan sesuatu yang terjadi dengan sendirinya, dia merupakan hasil dari suatu proses pendidikan berjalan dengan baik, efektif dan efesien.

Menurut Joremo S. Arcaro mutu adalah gambaran dan karakteristik menyeluruh  dari  barang  atau  jasa  yang  menunjukkan  kemampuannya dalam  memuaskan  kebutuhan  yang  diharapkan.  Dalam  konteks pendidikan, pengertian mutu mencakup input, proses dan out put pendidikan. Ace Suryadi dan H.A.R Tilaar menjelaskan bahwa mutu pendidikan adalah merupakan kemampuan sistem pendidikan yang diarahkan  secara efektif  untuk  meningkatkan nilai  tambah  faktor  input agar menghasilkan out put yang setinggi-tingginya.

Istilah manajemen mutu dalam pendidikan sering disebut sebagai Total Quality Manajement (TQM). Aplikasi konsep manajemen mutu- TQM  dalam  pendidikan  ditegaskan  oleh  Sallis  yaitu  Total  Quality Management  adalah  sebuah  filosofi  tentang  perbaikan  secara  terus-menerus, yang dapat memberikan seperangkat alat praktis kepada setiap institusi pendidikan dalam memenuhi kebutuhan, keinginan, dan harapan para pelangganya, saat ini dan untuk masa yang akan datang. Definisi tersebut  menjelaskan  bahwa  manajemen  mutu-TQM  menekankan  pada dua konsep utama. Pertama, sebagai suatu filosofi dari perbaikan terus menerus (continous improvement) dan kedua, berhubungan dengan alat- alat dan teknik seperti “brainstorming ” dan “force field analysis” (analisis kekuatan  lapangan),  yang  digunakan  untuk  perbaikan  kualitas  dalam tindakan manajemen untuk mencapai kebutuhan dan harapan pelanggan.

Total Quality Management (manajemen kualitas total) adalah strategi manajemen yang ditujukan untuk menanamkan kesadaran kualitas pada semua proses dalam organisasi. Total Quality Management (TQM) adalah suatu pendekatan manajemen untuk suatu organisasi yang terpusat pada kualitas, berdasarkan partisipasi semua anggotanya dan bertujuan untuk  kesuksesan  jangka  panjang  melalui  kepuasan  pelanggan  serta memberi keuntungan untuk semua anggota dalam organisasi serta masyarakat.

TQM adalah sebagai suatu filosofi dan suatu metodologi untuk membantu mengelola perubahan. Inti dari TQM adalah perubahan budaya dari pelakunya. Sedangkan Slamet menegaskan bahwa TQM adalah suatu prosedur  di  mana  setiap  orang  berusaha  keras  secara  terus  menerus memperbaiki jalan menuju sukses. TQM bukanlah seperangkat peraturan dan ketentuan yang kaku, tetapi merupakan proses-proses dan prosedur- prosedur  untuk  memperbaiki  kinerja.  TQM  juga  menselaraskan  usaha-usaha  orang  banyak  sedemikian  rupa  sehingga  orang-orang  tersebut menghadapi tugasnya dengan penuh semangat dan berpartisipasi dalam perbaikan pelaksanaan pekerjaan.

Mutu atau kualitas memiliki definisi yang bervariasi dari yang konvensional sampai yang lebih strategik. Definisi konvensional dari kualitas biasanya   menggambarkan   karakteristik langsung dari suatu produk seperti: performansi (performance), keandalan (reliability), mudah dalam menggunakan (easy of use), estetika (esthetic) dan sebagainya. Definisi   strategik   dari   mutu   adalah  suatu  yang  mampu   memenuhi keinginan atau kebutuhan pelanggan (meeting the needs of customers). Gaspersz kualitas didefinisikan sebagai totalitas dari karakteristik suatu produk yang menunjang kemampuanya untuk memuaskan kebutuhan yang

dispesifikkan atau ditetapkan.

Kualitas seringkali diartikan sebagai kepuasan pelanggan (customer satisfaction), konformansi terhadap kebutuhan atau persyaratan (conformance   to   the requirements),   dan   upaya   perubahan   ke   arah perbaikan  terus  menerus  (continuous  improvement). Menurut Sallis definisi relatif tentang kualitas memiliki dua aspek yaitu pertama adalah menyesuaikan diri dengan spesifikasi dan kedua adalah memenuhi kebutuhan pelanggan. Aspek yang pertama merupakan definisi produsen tentang mutu, sedangkan aspek yang kedua adalah definisi mutu dari pelanggan.

Menurut Sallis peningkatan mutu menjadi semakin penting bagi institusi  yang  digunakan  untuk  memperoleh  kontrol  yang  lebih  baik melalui usahanya sendiri. Kebebasan yang baik harus disesuaikan dengan akuntabilitas yang baik. Institusi-institusi harus mendemonstrasikan bahwa mereka mampu memberikan pendidikan yang bermutu pada peserta didik. Mutu merupakan suatu hal yang membedakan antara yang baik dan sebaliknya. Hal tersebut berarti mutu dalam pendidikan merupakan sesuatu hal yang membedakan antara kesuksesan dan kegagalan. Mutu merupakan masalah pokok yang akan menjamin perkembangan sekolah dalam meraih status di tengah-tengah persaingan dunia pendidikan yang makin keras.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa yang  dimaksud  dengan  manajemen  mutu  adalah  suatu  proses  atau kerangka kerja dalam proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber daya-sumber daya organisasi lainnya dalam mencapai gambaran atau karateristik menyeluruh dari barang atau jasa yang menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang diharapkan.

 

  1. Ruang Lingkup Manajemen Mutu Pendidikan

Manajemen mutu pendidikan tidak lepas dari tiga model yaitu: input, proses dan output. Dalam usaha peningkatan mutu dengan menggunakan model ini, ada beberapa kriteria dan karakteristik sekolah yang harus dipenuhi sebagai berikut:

 

  1. a. Input Pendidikan

Input pendidikan meliputi aspek sebagai berikut:

1) Memiliki Kebijakan Mutu

Lembaga pendidikan secara eksplisit menyatakan kebijakannya  tentang  mutu  yang  diharapkan.  Dengan  demikian gerak  nadi  semua  komponen  lembaga  tertuju  pada  peningakatan mutu sehingga semua pihak menyadari akan pentingnya mutu. Kesadaran akan pentingnya mutu yang tertanam pada semua gerak komponen sekolah akan memberikan dorongan kuat pada upaya- upaya atau usaha-usaha peningkatan mutu.

2) Sumber Daya Tersedia dan Siap

Sumber daya merupakan input penting yang diperlukan untuk berlangsung proses pendidikan di sekolah. Tanpa sumber daya yang memadai, proses pendidikan di sekolah tidak akan berlangsung secara  memadai,   yang  pada  gilirannya  mengakibatkan  sasaran sekolah tidak akan tercapai. Sumber daya dapat dibagi menjadi dua, sumber daya manusia dan sumber daya selebihnya (uang, peralatan, perlengkapan, bahan dan lain sebagainya) dengan penegasan bahwa sumber daya selebihnya tidak akan mempunyai arti apapun bagi perwujudan sasaran  sekolah tanpa adanya campur tangan sumber daya manusia.

3) Memiliki Harapan Prestasi Tinggi

Sekolah  mempunyai  dorongan  dan  harapan  yang  tinggi untuk meningkatkan prestasi peserta didik dan sekolahnya. Kepala sekolah memiliki komitmen dan motivasi yang kuat untuk meningkatkan mutu sekolah secara optimal. Demikian juga dengan guru dan peserta didik, harus memiliki kehendak kuat untuk berprestasi sesuai dengan tugasnya.

4) Fokus Pada Pelanggan (Khususnya Peserta Didik)

Pelanggan, terutama peserta didik, harus merupakan fokus dari semua kegiatan sekolah. Artinya, semua input dan proses yang dikerahkkan di sekolah, tertuju utamanya untuk meningkatkan mutu dan kepuasan peserta didik. Konsekuensi logis dari ini semua adalah bahwa penyiapan input dan proses belajar mengajar harus benar- benar mewujudkan sosok utuh mutu dan kepuasan yang diharapkan dari  peserta  didik.  Syafaruddin  membuat  kategorisasi  pelanggan dunia pendidikan menjadi dua bagian, yaitu pelanggan dalam (internal customer) yang terdiri dari: pegawai, pelajar dan orang tua pelajar. Sementara yang termasuk pelanggan luar (exsternal customer)   adalah:   perguruan   tinggi,   dunia   bisnis,   militer   dan masyarakat luas pada umumnya.

5) Input Manajemen

Sekolah memiliki input manajemen yang memadai untuk menjalankan  roda  sekolah.  Kepala  sekolah  dalam  mengatur  dan mengurus sekolahnya menggunakan sejumlah input manajemen. Kelengkapan dan kejelasan input manajemen akan membantu kepala sekolah  dalam  mengelola  sekolahnya  secara  efektif.  Input manajemen yang dimaksud adalah: tugas yang jelas, rencana yang rinci, dan sistematis, program yang mendukung bagi pelaksanaan rencana, ketentuan-ketentuan (aturan main) yang jelas sebagai panutan bagi warga sekolah untuk bertindak, dan adanya sistem pengendalian mutu yang efektif dan efesien untuk menyakinkan agar sasaran yang telah disepakati dapat dicapai.

 

  1. Proses dalam Pendidikan

1) Efektifitas Proses belajar Mengajar Tinggi

Sekolah memiliki efektifitas proses balajar mengajar (PBM) yang tinggi. Proses belajar mengajar yang menjadikan peserta didik sebagai faktor utama pendidikan. Dalam hal ini guru harus menjadikan peserta didik memiliki kecakapan untuk belajar dan memperoleh pengetahuan tentang cara belajar yang efektif (learning how  to  learn).  Untuk  itu  guru  harus  mampu  menciptakan  iklim belajar yang menyenangkan (joyful learning) sehingga peserta didik tidak merasa tertekan atau terpaksa ketika menghadapi pembelajarandi dalam kelas.

2) Kepemimpinan yang Kuat

Kepala sekolah memiliki peran yang kuat dalam mengkoordinasikan,  menggerakkan  dan  menyerasikan  semua sumber  daya  yang  tersedia.

Kepemimpinan  kepala  sekolah merupakan faktor utama dalam mewujudkan visi, misi, tujuan dan sasaran  sekolah.  Oleh  karena  itu  kepala  sekolah  dikatakan berkualitas apabila kepala sekolah dapat memberi pengaruh yang lebih  baik  dalam  tindakan-tindakan  kinerjanya.  Sehingga  warga sekolah dapat bekerja maksimal sesuai dengan program yang telah ditentukan. Guru dan karyawan lainya, akan termotivasi melakukan perbaikan-perbaikan dalam kinerjanya, karena kinerja para anggota organisasi sekolah lahir dari ketrampilan dan kepemimpinan Kepala Sekolah.

3) Pengelolaan yang Efektik Tenaga Kependidikan

Tenaga kependidikan, terutama guru, merupakan jiwa dari sekolah. Sekolah hanyalah merupakan wadah. Oleh karena itu, pengelolaan tenaga kependidikan, mulai dari analisis kebutuhan, perencanaan, pengembangan, evaluasi kinerja, hubungan kerja, hingga pada tahap imbal jasa, merupakan garapan penting bagi seorang kepala sekolah, karena itu sekolah yang bermutu mensyaratkan  adanya  tenaga  kependidikan  yang  memiliki kompetensi dan berdedikasi tinggi terhadap sekolahnya.

4) Sekolah Memiliki Budaya Mutu

Budaya mutu tertanam di sanubari semua warga sekolah, sehingga   setiap   perilaku   selalu   didasari   oleh   profesionalisme. Budaya mutu memiliki elemen-elemen sebagai berikut: (a) informasi kualitas harus digunakan untuk perbaikan, bukan untuk mengadili atau mengontrol orang, (b) kewenangan harus sebatas tanggung jawab, (c) hasil harus diikuti   rewards   dan   punishment,   (d) kolaborasi, sinergi, bukan kompetisi, harus merupakan basis atau kerja sama (e) warga sekolah harus merasa aman terhadap pekerjaannya, (f) atmosfir keadilan (fairnes) harus ditanamkan, (g) imbal  jasa harus sesuai dengan pekerjaannya, dan (h) warga sekolah merasa memiliki sekolah.5) Sekolah Memiliki Team Work yang Kompak, Cerdas, dan Dinamis.

Output pendidikan merupakan hasil kolektif warga sekolah, bukan hasil individual. Karena itu, budaya kerjasama antar fungsi dalam  sekolah,  antar  individu  dalam  sekolah,  harus  merupakan kebiasaan hidup sehari-hari dalam sekolah. Budaya kolaboratif antar fungsi yang harus selalu ditumbuhkembangkan hingga tercipta iklim kebersamaan.

6) Sekolah Memiliki Kewenangan (Kemandirian)

Sekolah memiliki kewenangan untuk melakukan yang terbaik bagi dirinya, sehingga dituntut untuk memiliki kemampuan dan kesanggupan pada atasan. Untuk menjadi mandiri sekolah harus memiliki sumber daya yang cukup untuk menjalankannya. Iklim otonomi yang sedang digalakkan harus dimanfaatkan secara optimal oleh sekolah. Oleh karena itu inovasi, kreasi dan aksi harus diberi gerak   yang   cukup,   yang   pada   akhirnya   akan   menumbuhkan kemandirian.

7) Partisipasi Warga Sekolah dan Masyarakat

Sekolah memiliki karakteristik bahwa partisipasi warga sekolah dan masyarakat merupakan bagian dari kehidupannya. Hal ini  dilandasi  keyakinan  bahwa  makin  tinggi  tingkat  partisipasi, makin besar pula rasa memiliki. Makin besar rasa memiliki, makin besar pula rasa tanggung jawab. Makin besar rasa tanggung jawab, makin besar pula tingkat dedikasinya.

8) Sekolah Memiliki Keterbukaan (Transparasi) Manajemen

Keterbukaan/transparansi  ini  ditunjukkan  dalam pengambilan keputusan, penggunaan uang, dan sebagainya, yang selalu melibatkan pihak-pihak terkait sebagai alat pengontrol. Pengelolaan sekolah yang transparan akan menumbuhkan sikap percaya dari warga sekolah dan orang tua yang akan bermuara pada perilaku kolaboratif warga sekolah dan perilaku partisipatif orang tua dan masyarakat.

9) Sekolah Memiliki Kemauan untuk Berubah (Psikologis dan Fisik) Sekolah harus merupakan kenikmatan bagi warga sekolah. Sebaliknya, kemapanan merupakan musuh sekolah. Tentunya yang dimaksud perubahan di sini adalah berubah kepada kondisi  yang lebih baik atau terjadi peningkatan. Artinya, setiap dilakukan perubahan, hasilnya diharapkan lebih baik dari sebelumnya terutama mutu peserta didik.

10) Sekolah Melakukan Evaluasi dan Perbaikan secara Berkelanjutan

Evaluasi belajar secara teratur bukan hanya, ditujukan untuk mengetahui tingkat daya serap dan kemampuan peserta didik, tetapi yang terpenting adalah bagaimana memanfaatkan hasil evaluasi belajar tersebut untuk memperbaiki dan menyempurnakan proses belajar mengajar di sekolah. Evaluasi harus digunakan oleh warga sekolah, terutama guru untuk dijadikan umpan balik (feed back) bagi perbaikan. Oleh karena itu fungsi evaluasi menjadi sangat penting dalam rangka peningkatan mutu peserta didik dan mutu pendidikan sekolahnya secara berkelanjutan.

11) Sekolah Responsif dan Antisipatif terhadap Kebutuhan

Sekolah selalu tanggap dan responsif terhadap berbagai aspirasi yang muncul bagi peningkatan mutu. Karena itu, sekolah selalu membaca lingkungan dan menanggapinya secara cepat dan tepat. Bahkan, sekolah tidak hanya mampu menyesuaikan terhadap perubahan/tuntutan, akan tetapi juga mampu mengantisipasi hal-hal yang mungkin akan terjadi.

12) Sekolah memiliki Akuntabilitas

Akuntabilitas adalah bentuk pertanggungjawaban, yang harus dilakukan sekolah terhadap keberhasilan program yang telah dilaksanakan. Akuntabilitas ini berbentuk laporan presensi yang dicapai baik kepada pemerintah maupun kepada orang tua pesrta didik dan masyarakat.

13) Sekolah Memiliki Sustainbilitas

Sekolah memiliki sustainbiltas yang tinggi. Karena di sekolah terjadi proses akumulasi peningkatan sumber daya manusia, divertikasi sumber dana, pemilikan aset sekolah yang mampu menggerakkan, income generating activities, dan dukungan yang tinggi dari masyarakat terhadap eksistensi sekolah.

 

  1. c. Output yang diharapka

Sekolah memiliki output yang diharapkan. Ouput adalah kinerja sekolah. Kinerja sekolah adalah prestasi yang dihasilkan dari proses sekolah. Kinerja sekolah diukur dari kualitasnya, efektitasnya, produktivitasnya, efesiensinya, inovasinya, kualitas kehidupan kerjanya dan moral kerjanya.

 

  1. Strategi Manajemen Mutu Pendidikan

Ada beberapa strategi dalam mengelola dan mengembangkan lembaga pendidikan Islam baik berupa pesantren, madrasah atau sekolah, yaitu:

  1. a. Merumuskan visi, misi dan tujuan lembaga yang jelas, serta berusaha keras mewujudkannya melalui kegiatan riil sehari ha
  2. Membangun kepemimpinan yang benar-benar profesional (terlepas dari intervensi ideologi, politik, organisasi, dan mazhab dalam menempuh kebijakan lembaga).
  3. c. Menyiapkan pendidik yang benar-benar berjiwa pendidik sehingga mengutamakan tugas-tugas pendidikan dan bertanggung jawab terhadap kesuksesan peserta didiknya.
  4. Menyempurnakan strategi rekrutmen siswa  secara proaktif dengan ”menjemput” bahkan ”mengejar bola”.
  5. e. Berusaha keras  untuk  memberi  kesadaran  pada  para  siswa  bahwa belajar merupakan kewajiban paling mendasar yang menentukan masa depan mereka.
  6. f. Merumuskan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik dan masyaraka
  7. g. Menggali strategi pembelajaran yang dapat mengakselerasi kemampuan siswa yang masih rendah menjadi lulusan yang kompetit
  8. Menggali sumber-sumber keuangan nonkonvensional dan mengembangkannya secara produktif.
  9. Membangun sarana dan prasarana yang memadai untuk kepentingan proses pembelajaran, terutama ruang kelas, perpustakaan, dan laboratarium.
  10. Mengorientasikan strategi  pembelajaran  pada  tradisi  pengembangan ilmu pengetahuan, kreativitas, dan keterampilan.
  11. Memperkuat metodologi  baik  dalam  hal  pembelajaran,  pemikiran maupun penelitian.
  12. Mengkondisikan lingkungan  belajar  yang  aman,  nyaman  dan menstimulasi belajar.
  13. Mengkondisikan lingkungan yang islami baik dalam beribadah, bekerja, pergaulan sosial, maupun kebersihan
  14. Berusaha meningkatkan kesejahteraan pegawai di atas rata-rata kesejahteraan pegawai lembaga pendidikan lain.
  15. Mewujudkan etos  kerja  yang  tinggi  di  kalangan  pegawai  melalui kontrak moral dan kontrak kerja
  16. Berusaha memberikan pelayanan yang prima kepada siapapun, baik jajaran pimpinan, guru, karyawan, siswa maupun tamu serta masyarakat luas.
  17. Meningkatkan promosi untuk membangun citra (image building)
  18. r. Memublikasikan kualitas proses dan hasil pembelajaran kepada publik secara terbuka.
  19. Membangun jaringan kerjasama dengan fihak-fihak lain yang menguntungkan, baik secara finansial maupun sosial.
  20. Menjalin hubungan erat dengan masyarakat untuk mendapat dukungan secara maksimal.
  21. Menyingkronkan kebijakan-kebijakan lembaga dengan kebijakan-kebijakan pendidikan nasional.

Berdasarkan langkah-langkah di atas, maka strategi peningkatan mutu   dalam   pendidikan   meliputi:   input,   proses   dan   output.   Input pendidikan adalah segala sesuatu karakteristik yang tersedia dari pondok pesantren karena dibutuhkan untuk berlangsungnya proses input sumber daya meliputi: sumber daya manusia (kiai, guru, karyawan, dan siswa) dan sumber daya selebihnya (peralatan, perlengkapan, dana, bahan dan sebagainya).  Input  perangkat  lunak  meliputi  struktur  pesantren  atau sekolah, peraturan tata tertib, deskripsi tugas, rencana, program, dan sebagainya. Input berupa harapan-harapan berupa visi, misi, tujuan dan sasaran-sasaran  yang  ingin  dicapai  oleh  sekolah.  Kesiapan  input  agar proses dapat berlangsung dengan baik. Oleh karena itu, tinggi rendahnya mutu  input  dapat  diukur  dari  tingkatan  kesiapan  input.  Maka  tinggi kesiapan input, makin tinggi pula mutu input tersebut.

Output pendidikan adalah merupakan kinerja sekolah. Kinerja sekolah adalah prestasi sekolah yang dihasilkan dari proses atau perilaku sekolah. Kinerja sekolah dapat diukur dari kualitasnya, efektivitasnya, produktivitasnya, efesiensinya, inovasinya, kualitas kehidupan kerjanya, dan moral kerjanya.

Berdasarkan manajemen mutu di atas, bahwa dalam meningkatkan mutu  pendidikan  tidak  lepas  dari  manajemen  mutu  pendidikan  yang dikenal dalam pendidikan adalah Total Quality Management (TQM). Aplikasi TQM dalam satuan pendidikan dikemukakan oleh Arcaro (1995) dengan lima pilar, yaitu: a. Fokus pada pelanggan baik eksternal maupun internal, b. Adanya keterlibatan total, c. Adanya ukuran baku mutu lulusan sekolah, d. adanya komitmen, dan e. adanya perbaikan yang berkelanjutan.

Berdasarkan langkah-langkah Total Quality Management (TQM), maka dalam melaksanakan Total Quality Management (TQM) tersebut tidak lepas dari 8 standar pendidikan yang dituangkan dalam Peraturan  Pemerintah  (PP)  Nomor  19  Tahun  2005  tentang  Standar Nasional Pendidikan (SNP). Standar yang dimaksud meliputi:

  1. a. Standar kompetensi lulusan adalah kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampi
  2. Standar isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi  mata  pelajaran,  dan  silabus  pembelajaran yang  harus  dipenuhi  oleh  peserta  didik  pada  jenjang  dan  jenis pendidikan tertentu.
  3. c. Standar proses adalah SNP yang terkait langsung atau tidak langsung dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi l
  4. Standar guru dan tenaga kependidikan adalah kriteria pendidikan prajabatan dan kelayakan fisik maupun mental, serta pendidikan dalam jabatan.
  5. e. Standar sarana dan prasarana adalah SNP yang terkait langsung atau tidak langsung dengan kriteria minimal tentang ruang belajar, tempat berolah raga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi, serta sumber belajar lain, yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunika
  6. f. Standar pengelolaan adalah SNP yang terkait langsung atau tidak langsung dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan atau kepenyediaan kegiatan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan, kabupaten/ kota, provinsi, atau nasional agar tercapai efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pendidika
  7. g. Standar pembiayaan adalah standar yang mengatur komponen dan besarnya biaya operasional satuan pendidikan yang berlaku selama satu tahun.
  8. Standar penilaian pendidikan adalah SNP yang terkait langsung atau tidak langsung dengan mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar peserta didik.

Berdasarkan  langkah-langkah  peningkatan  mutu  melalui manajemen Total Quality Management (TQM) tidak lepas dari delapan standar pendidikan yaitu: standar kompetensi lulusan, standar isi, standar proses, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana,  standar  pengelolaan,  standar  pembiayaan  pendidikan,  dan standar penilaian pendidikan. Berdasarkan delapan standar tersebut, maka dapat menerapkan manajemen Total Quality Management (TQM).

 

  1. Langkah-Langkah Manajemen Mutu

Ciri-ciri manajemen mutu (sebagai bentuk pelayanan pelanggan), sebagaimana yang dikehendaki dalam TQM yaitu ditandai dengan:

  1. a. Ketepatan waktu pelayanan

Setiap dalam melakukan kegiatan tentunya ada target waktu yang ditentukan. Dalam mencapai tujuan yang dirumuskan tentunya harus tepat sesuai dengan waktu yang ditentukan.

  1. Akurasi pelayanan

Dalam mencapai mutu pendidikan tentunya ada ketepatan dalam pekerjaannya untuk mencapai tujuan tersebut, agar pekerjaannya mempunyai kualitas yang baik.

  1. c. Kesopanan dan keramahan (unsur menyenangkan pelanggan)

Dalam menjaga minat dan kepercayaan konsumen, maka dari stackholder pendidikan diupayakan memberikan keramahan dalam memberikan pelayanan sehingga akan membuat pelanggan atau konsumen selalu percaya tehadap kualitas atau mutu dalam pendidikan tersebut.

  1. Bertanggung jawab atas segala keluhan (complain) pelanggan

Tanggung jawab atas segala keluhan pelanggan yaitu orang tua dan masyarakat itu adalah tanggung jawab stackholder dalam pendidikan. Keluhan sebagai masukan dan motivasi bagi sekolah dalam meningkatkan kualitas atau mutu pendidikan.

  1. e. Kelengkapan pelayanan

Kelengkapan pelayanan ini akan meningkatkan mutu atau kualitas pendidikan. Sarana prasarana yang memadai dan lengkap akan menarik  perhatian  konsumen,  dan  juga  dengan  kelengkapan  sarana prasarana tentunya akan dapat meningkatkan mutu pendidikan.

  1. f. Kemudahan mendapatkan pelayanan

Pendidikan yang memberikan kemudahan dalam masyarakat akan memberikan daya tarik terhadap masyarakat. Pelayanan yang diberikan kepada sekolah terhadap peserta didik atau masyarakat ini akan memberikan penilaian terhadap konsumen atas mutu di sekolah.

  1. g. Variasi layanan

Pemberian layanan ini dalam memberikan pelayanan tentunya terdapat langkah-langkah yang variatif agar mutu pendidikan dapat tercapai. Langkah-langkah yang variasi ini dibutuhkan ketika langkah yang dilakukan kurang berhasil.

  1. Pelayanan pribadi

Pelayanan pribadi ini adalah pelayanan terhadap pribadi masing- masing personil sekolah seperti guru harus mengetahui tentang tugas dan tanggung jawabnya, begitu juga kepala sekolah dan siwa.

  1. Kenyamanan

Menciptakan   suasana   yang   nyaman   antar   personil   dalam lembaga pendidikan itu harus dijaga, karena dengan kenyamanan tersebut akan memberikan keharmonisan dalam hubungannya dengan personil  di  sekolah  sehingga  kegiatan  dalam  sekolah  dapat  berjalandengan baik.

  1. Ketersediaan atribut pendukung

Menciptakan   suasana   yang   nyaman   antar   personil   dalam lembaga pendidikan itu harus dijaga, karena dengan kenyamanan tersebut akan memberikan keharmonisan dalam hubungannya dengan personil di sekolah sehingga kegiatan dalam sekolah dapat berjalan dengan baik.

Nasution berhasil mengidentifikasi lima kelompok karakteristik yang digunakan oleh para pelanggan dalam mengevaluasi kualitas jasa. Pertama   yaitu   bukti   langsung (tangibles), meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, personil, dan sarana komunikasi.         Kedua, keandalan (reliability), yakni kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera dan memuaskan. Ketiga, daya tanggap (responsiveness), yaitu  keinginan  para  staf  untuk  membantu  para  pelanggan  dan memberikan pelayanan dengan cepat. Keempat adalah adanya kepastian (assurance), yaitu mencakup: kemampuan, kesopanan, dan sifat dapat dipercaya  yang  dimiliki  para  staf  sehingga  dapat  menimbulkan kepercayaan dan keyakinan dari pelanggan. Kelima yaitu empati, meliputi hubungan  komunikasi  yang  baik,  kesediaan  untuk  peduli,  memberi perhatian pribadi, dan memahami kebutuhan para pelanggan. Berdasarkan penjelasan di atas dapat dijelaskan bahwa langkah- langkah dalam manajemen mutu meliputi: ketepatan waktu pelayanan, ketepatan pelayanan, kesopanan dan keramahan, bertanggungjawab atas segala keluhan pelanggan, kelengkapan pelayanan, kemudahan mendapatkan pelayanan, variasi layanan, pelayanan pribadi, kenyamanan, ketersediaan atribut pendukung.

 

Langkah-Langkah Kekuatan Kelemahan
Fokus pada pelanggan Secara   berkala

mengadakan pertemuan dengan  para  ustadz, santri,  orang  tua, pengurus pondok pesantren

Kurang          menanggapi

Keluhan atau kepedulian ustadz, santri, orang tua dan masyarakat

Keterlibatan total Para ustadz

bertanggungjawab untuk memecahkan masalah dalam  meningkatkan mutu

Ustadz kurang

memahami manajemen pendidikan sehingga kurang kreatif dalam meningkatkan mutu pendidikan

Pengukuran Mengumpulkan  data untuk mengukur kualitas atau  mutu  untuk perbaikan Tidak mencatat kemajuan dan hanya berjalan tanpa melihat kualitas atau mutu
Komitmen Manajemen memiliki

komitmen untuk meningakan mutu, memberikan pelatihan, sistem dan proses yang dibutuhkan untuk mengubah cara kerja guna memperbaiki mutu

Dukungan untuk

meningkatkan mutu kurang didukung oleh semua  elemen  yang  ada di pondok pesantren

Perbaikan berkelanjutan Secara konstan mencari

cara untuk memperbaiki setiap proses pendidikan

Mengisi  dengan  hal-hal sebagaimana adanya dan sekalipun  ada  masalah dan   tidak menganggapnya masalah

 

 

  1. Karakteristik Manajemen Mutu Pendidikan

Mutu atau kualitas memiliki definisi yang bervariasi dari yang konvensional sampai yang lebih strategik. Definisi konvensional dari kualitas biasanya   menggambarkan   karakteristik   langsung   dari   suatu produk seperti: performansi (performance), keandalan (reliability), mudah dalam menggunakan (easy of use), estetika (esthetic) dan sebagainya. Definisi   strategik   dari   mutu   adalah  suatu  yang  mampu   memenuhi keinginan atau kebutuhan pelanggan (meeting the needs of customers).

Gaspersz menjelaskan bahwa berdasarkan definisi tentang kualitas baik yang konvensional maupun yang lebih strategik, kita boleh menyatakan  bahwa pada dasarnya kualitas  mengacu  kepada pengertian berikut:

  1. a. Kualitas terdiri dari sejumlah keistimewaan prod

Hal ini baik keistimewaan langsung maupun keistimewaan atraktif yang memenuhi keinginan pelanggan  dan  dengan  demikian  memberikan  kepuasan  atas penggunaan produk itu.

  1. Kualitas terdiri segala sesuatu yang bebas dari kekurangan dan kerusakan.

Berdasarkan dua butir di atas, terlihat bahwa kualitas atau mutu berfokus pada pelanggan (customer focused quality). Suatu produk dapat dikatakan berkualitas apabila sesuai dengan keingginan pelanggan, dapat dimanfaatkan dengan baik, serta diproses atau diproduksi dengan cara yang baik dan benar.

Dessler mengartikan kualitas sebagai totalitas tampilan dan karakteristik sebuah produk atau pelayanan yang berhubungan dengan kemampuanya untuk memenuhi kebutuhan yang dicari. Dengan kata lain, kualitas mengukur bagaimana baiknya sebuah produk atau jasa memenuhi kebutuhan  pelangganya.Menurut  Arcaro  mutu  adalah  sebuah  sebuah proses terstruktur untuk memperbaiki kualitas yang dihasilkan.  Di sini fokus mutu didasari upaya positif yang dilakukan individu atau bagian dari rangkaian  kerja  yang  mana  merupakan  proses  unik  yang  memberikan sumbangan pada penciptaan keluaran. Upaya mendefinisikan kualitas telah dilakukan oleh para “guru” atau pakar manajemen kualitas.

Berdasarkan beberapa penjelasan di atas dapat dipahami bahwa manajemen mutu itu terjadi karena dalam sebuah produk tentunya mengiginkan  sebuah  mutu  dalam  produknya  agar  pelanggan  semakin punya daya tarik dalam membelinya. Dalam menjaga kualitas atau mutu produk tersebut, tentunya ada sebuah langkah dalam menjaga kualitas atau mutu  tersebut.  Langkah  atau  cara  tersebut  adalah  melalui  manajemen dalam lingkungan pendidikan disebut sebagai manajemen mutu, karena dalam    manajemen    mutu    tersebut    terdapat    sebuah    perencanaan, pengawasan,    dan    perintah    dalam    meningkatkan    mutu    tersebut. Berdasarkan dasar tersebut, maka untuk meningkatkan kualitas atau mutu pendidikan perlu adanya sebuah manajemen mutu di dalamnya.

 

  1. Faktor yang Mempengaruhi Mutu Pendidikan

Dalam peningkatan mutu pendidikan dapat dipengaruhi oleh faktor input pendidikan dan faktor proses manajemen pendidikan. Input pendidikan adalah segala sesuatu yang harus tersedia karena dibutuhkan untuk berlangsungnya proses. Input pendidikan terdiri dari seluruh sumber daya sekolah yang ada. Komponen dan sumber daya sekolah menurut Subagio Admodiwirio terdiri dari manusia (man), dana (money), sarana dan prasarana (material) serta peraturan (policy). Dari pengertian diatas maka  input  pendidikan  yang  merupakan  faktor  mempengaruhi  mutu pendidikan dapat berupa:

  1. a. Sumber daya manusia

Sebagai pengelola sekolah yang terdiri dari:

1) Kepala sekolah, merupakan  guru  yang mendapat  tugas  tambahan sebagai kepala sekolah.

2) Guru, bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik.

3) Tenaga administrasi.

 

  1. Sarana dan prasarana.

Oemar Hamalik mengemukakan sarana dan prasarana pendidikan, merupakan media belajar atau alat bantu yang pada hakekatnya akan lebih mengefektifkan komunikasi dan interaksi antara guru dan siswa dalam proses pendidikan.

 

  1. c. Kesiswaan

Siswa  sebagai  peserta  didik  merupakan  salah  satu  input  yang  turut menentukan keberhasilan proses pendidikan. Penerimaan peserta didik didasarkan atas kriteria yang jelas, transparan dan akuntabel.

 

  1. Keuangan (Anggaran Pembiayaan)

Salah satu faktor yang memberikan pengaruh tehadap peningkatan mutu dan kesesuaian pendidikan adalah anggaran pendidikan yang memadai. Sekolah harus mimiliki dana yang cukup untuk menyelenggarakan pendidikan. Oleh karena itu dana pendidikan sekolah harus dikelola dengan transparan dan efesien.

 

  1. e. Kurikul

Salah satu aplikasi atau penerapan metode pendidikan yaitu kurikulum pendidikan. Pengertian kurikulum adalah suatu program atau rencana pembelajaran.  Kurikulum merupakan komponen substansi yang utama di sekolah. Prinsip dasar dari adanya kurikulum ini adalah berusaha agar proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik, dengan tolak ukur pencapaian tujuan oleh siswa dan mendorong guru untuk menyusun dan terus menerus menyempurnakan strategi pembelajarannya.

 

  1. f. Keorganisasia

Pengorganisasian sebuah lembaga pendidikan, merupakan faktor yang dapat membantu untuk meningkatkan kualitas mutu dan pelayanan dalam lembaga pendidikan. Pengorganisasian merupakan kegiatan yang mengatur  dan  mengelompokkan  pekerjaan  ke  dalam  bagian-bagian yang lebih kecil dan lebih mudah untuk ditangani.

 

  1. g. Lingkungan

Belajar dan bekerja harus didukung oleh lingkungan. Lingkungan berpengaruh terhadap aktivitas baik terhadap guru, siswa termasuk di dalamnya aktivitas pembelajaran.

 

  1. Perkembangan ilmu pengetahuan

Di samping faktor guru dan sarana lainnya yang berkaitan dengan dunia pendidikan yaitu faktor eksternal yang berupa perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sekolah sebagai tempat memperoleh ilmu pengetahuan dan berfungsi sebagai transfer ilmu pengetahuan kepada siswa, dituntut untuk mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini, sesuai dengan bidang pengajarannya.

 

  1. Peraturan

Dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan nasional dan untuk menghasilkan mutu sumber daya manusia yang unggul serta mengejar ketertinggalan di segala aspek kehidupan yang disesuaikan dengan perubahan global dan perkembangan ilmu pngetahuan dan teknologi, bangsa Indonesia melalui DPR RI pada tanggal 11 Juni 2003 telah mengesahkan Undang-undang Sisdiknas yang baru, sebagai pengganti Undang-undang Sisdiknas nomor 2 tahun 1989.

 

  1. Partisipasi atau Peran Serta Masyarakat.

Partisipasi masyarakat dalam dunia pendidikan diharapkan menjadi tulang punggung, sedangkan pihak pemerintah sebatas memberikan acuan dan binaan dalam pelaksanaan program kegiatan sekolah.

 

  1. Kebijakan Pendidikan

Salah satu peran pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan adalah melakukan desentralisasi pendidikan. Dengan adanya desentralisasi tersebut, maka berbagai tantangan untuk pemerataan dan peningkatan  mutu  pendidikan  mengharuskan  adanya  reorientasi  dan perbaikan sistem manajemen penyelenggaraan pendidikan.

Berdasarkan beberapa uraian di atas, maka dapat dipahami bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi manajemen mutu meliputi: sumber daya manusia yaitu: kepala sekolah, guru dan tenaga administrasi, sarana prasarana  sekolah,  siswa,  keuangan,  kurikulum,  keorganisasian, lingkungan fisik, perkembangan ilmu pengetahuan, peraturan, partisipasi atau peran serta masyarakat, dan kebijakan pendidikan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

George R. Terry dan Leslie W. Rue, Dasar-Dasar Manajemen, terj. G.A Ticoalu. Cet. Ketujuh, Bumi Aksara, Jakarta, 2000.

Nanang Fatah, Landasan Manajemen Pendidikan, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2009.

James A.F. Manajement, Prentice/Hall International, Englewood Cliffs, New York, 1982.

Harold Koontz, Management, Tien Wah Press, Singapore, 1984.

Depdiknas, Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah, Depdiknas, Jakarta, 2001.

Poewadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Bumi Aksara, Jakarta, 1989.

Joremo S Arcaro, Pendidikan Berbasis Mutu, Prinsip Prinsip Perumusan dan Tata Langkah Penerapan, Penerbit Riene Cipta, Jakarta, 2005.

Ace  Suryadi  dan  H.A.R.  Tilaar,  Analisis  Kebijakan  Pendidikan Suatu  Pengantar,  PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 1994.

Sallis   Edward,   Total   Quality   Management   in   Education;   Manajemen   Mutu Pendidikan,terj. Ahmad Ali Riyadi, et.al., IRCiSoD, Yogyakarta, 2006, Cet. IV.

Gaspersz Vincent, Total Quality Management, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2001.

Slamet, Margono, Manajemen Mutu Terpadu dan Perguruan Tinggi Bermutu, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1994.

 

 

 

 

Uraian Tugas Kepala Sekolah

Kepala sekolah sebagai pemimpin sekolah harus dijabat oleh guru yang memiliki jiwa pemimpin. Siapa pun yang akan diangkat menjadi kepala sekolah harus ditentukan melalui prosedur serta persyaratan tertentu seperti latar belakang pendidikan, pengalaman, usia, pangkat dan integritas. Oleh sebab itu, kepala sekolah pada hakikatnya adalah pejabat formal sebab pengangkatannya melalui suatu proses dan prosedur yang didasarkan atas peraturan yang berlaku.

Kunjungi Toko Kami di Tokopedia Javania

Secara sistem, jabatan kepala sekolah sebagai pejabat atau pemimpin formal dapat diuraikan melalui berbagai pendekatan yakni pengangkatan, pembinaan, tanggung jawab. Sebagai pejabat formal, pengangkatan seseorang menjadi kepala sekolah harus didasarkan atas prosedur dan peraturan yang berlaku. Prosedur dan peraturan tersebut dirancang dan ditentukan oleh suatu unit yang bertanggung jawab dalam bidang sumber daya manusia yaitu Depdiknas. Dalam hal ini, Kepala Sekolah mendapat tanggungjawab kepemimpinan dengan fungsi EMASLIM sebagai pengelola dan penyelenggaraan organisasi di sekolah

  1. Kepala Sekolah Sebagai Edukator

Fungsi sebagai edukator, Kepala Sekolah memiliki strategi yang tepat dalam meningkatkan profesionalisme tenaga kependidikan di sekolahnya. Fungsi kepala sekolah sebagai edukator adalah menciptakan iklim sekolah yang kondusif, memberikan pembinaan kepada warga sekolah, memberikan dorongan kepada tenaga kependidikan serta melaksanakan model pembelajaran yang menarik, seperti team teaching, moving class dan mengadakan program akselerasi bagi peserta didik yang cerdas di atas normal. Menurut Wahyusumidjo (2001:12) memahami arti pendidik tidak cukup berpegang pada konotasi yang terkandung dalam definisi pendidik melainkan harus dipelajari keterkaitannya dengan makna pendidikan, sarana pendidikan dan bagaimana strategi pendidikan itu dilaksanakan. Untuk kepentingan tersebut kepala sekolah harus berusaha menanamkan, memajukan dan meningkatkan sedikitnya empat macam nilai, yakni pembinaan mental, moral, fisik, dan artistik.

Sebagai edukator, Kepala Sekolah perlu selalu berupaya meningkatkan kualitas pembelajaran yang dilakukan oleh para guru. Dalam hal ini pengalaman akan sangat mendukung terbentuknya pemahaman tenaga kependidikan terhadap pelaksanaan tugasnya. Pengalaman semasa menjadi guru, wakil kepala sekolah atau anggota organisasi kemasyarakatan sangat mempengaruhi kemampuan kepala sekolah dalam melaksanakan pekerjaaannya, demikian pula halnya pelatihan dan penataran yang pernah diikuti. Upaya yang dapat dilakukan kepala sekolah dalam meningkatkan kinerjanya sebagai edukator, khususnya dalam peningkatkan kinerja tenaga kependidikan dan prestasi belajar anak didik dapat dideskripsikan sebagai berikut:

  1. Kepala Sekolah Sebagai Manajer

Manajemen pada hakekatnya merupakan suatu proses merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan, memimpin dan mengendalikan usaha anggota organisasi serta mendayagunakan seluruh sumber daya organisasi untuk mencapai tujuan yang ditetapkan (Wahyusumidjo, 2001:12). Dikatakan suatu proses, karena semua manajer dengan ketangkasan dan keterampilan yang dimiliki mengusahakan dan mendayagunakan berbagai kegiatan yang saling berkaitan untuk mencapai tujuan. Dalam rangka melakukan peran dan fungsinya sebagai manajer, kepala sekolah perlu memiliki strategi yang tepat untuk memberdayakan tenaga kependidikan melalui persaingan yang membuahkan kerja sama (cooperation), memberikan kesempatan kepada tenaga kependidikan untuk meningkatkan profesinya, dan mendorong keterlibatan seluruh tenaga kependidikan dalam berbagai kegiatan yang menunjang program sekolah.

Sebagai manajer, kepala sekolah mau dan mampu mendayagunakan sumber daya sekolah dalam rangka mewujudkan visi, misi, dan mencapai tujuannya. Kepala sekolah mampu menghadapi berbagai persoalan di sekolah, berpikir secara analitik, konseptual, harus senantiasa berusaha menjadi juru penengah dalam memecahkan berbagai masalah, dan mengambil keputusan yang memuaskan stakeholders sekolah. Memberikan peluang kepada tenaga kependidikan untuk meningkatkan profesinya. Semua peranan tersebut dilakukan secara persuasif dan dari hati ke hati. Mendorong keterlibatan seluruh tenaga kependidikan dalam setiap kegiatan di sekolah (partisipatif). Dalam hal ini kepala sekolah berpedoman pada asas tujuan, asas keunggulan, asas mufakat, asas kesatuan, asas persatuan, asas empirisme, asas keakraban, dan asas integritas. Sesuai kriteria penilaian kinerja kepala sekolah, maka kepala sekolah perlu memiliki kemampuan dalam melaksanakan tugas kepemimpinannya dengan baik, yang diwujudkan dalam kemampuan menyusun program, organisasi personalia, memberdayakan tenaga kependidikan dan mendayagunakan sumber daya sekolah secara optimal.

  1. Kepala Sekolah Sebagai Administrator

Kepala sekolah sebagai administrator memiliki hubungan erat dengan berbagai aktivitas pengelolaan administrasi yang bersifat pencatatan, penyusunan, dan pendokumenan seluruh program sekolah. Secara spesifik, kepala sekolah perlu memiliki kemampuan untuk mengelola kurikulum, mengelola administrasi kearsipan, dan administrasi keuangan. Kegiatan tersebut perlu dilakukan secara efektif dan efisien agar dapat menunjang produktivitas sekolah. Untuk itu, kepala sekolah harus mampu menjabarkan kemampuan di atas ke dalam tugas-tugas operasional. Dalam berbagai kegiatan administrasi, maka membuat perencanaan mutlak diperlukan. Perencanaan yang akan dibuat oleh kepala sekolah bergantung pada berbagai faktor, di antaranya banyaknya sumber daya manusia yang dimiliki, dana yang tersedia dan jangka waktu yang dibutuhkan untuk pelaksanaan rencana tersebut. Perencanaan yang dilakukan antara lain menyusun program tahunan sekolah yang mencakup program pengajaran, kesiswaan, kepegawaian, keuangan dan perencanaan fasilitas yang diperlukan. Perencanaan ini dituangkan ke dalam rencana tahunan sekolah yang dijabarkan dalam program semester. Di samping itu, fungsi kepala sekolah selaku administrator juga mencakup kegiatan penataan struktur organisasi, koordinasi kegiatan sekolah dan mengatur kepegawaian di sekolah.

  1. Kepala Sekolah Sebagai Supervisor

Sebagai supervisor, Kepala Sekolah mensupervisi pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga kependidikan. Menurut Sahertian (2004:19) bahwa supervisi merupakan suatu proses yang dirancang secara khusus untuk membantu para guru dan supervisor mempelajari tugas sehari-hari di sekolah, agar dapat menggunakan pengetahuan dan kemampuannya untuk memberikan layanan yang lebih baik pada orang tua peserta didik dan sekolah, serta berupaya menjadikan sekolah sebagai komunitas belajar yang lebih efektif. Jika supervisi dilaksanakan oleh kepala sekolah, maka ia harus mampu melakukan berbagai pengawasan dan pengendalian untuk meningkatkan kinerja tenaga kependidikan. Pengawasan dan pengendalian ini merupakan kontrol agar kegiatan pendidikan di sekolah terarah pada tujuan yang telah ditetapkan. Pengawasan dan pengendalian juga merupakan tindakan preventif untuk mencegah agar tenaga kependidikan tidak melakukan penyimpangan dan lebih cermat melaksanakan pekerjaannya. Pengawasan dan pengendalian yang dilakukan kepala sekolah terhadap tenaga kependidikan khususnya guru, disebut supervisi klinis, yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan profesional guru dan meningkatkan kualitas pembelajaran melalui pembelajaran efektif. Kepala sekolah sebagai supervisor perlu memperhatikan prinsip-prinsip: (1) hubungan konsultatif, kolegial dan bukan hirarkis; (2) dilaksanakan secara demokratis; (3) berpusat pada tenaga kependidikan; (4) dilakukan berdasarkan kebutuhan tenaga kependidikan; dan (5) merupakan bantuan profesional.

  1. Kepala Sekolah Sebagai Leader

Kepala sekolah sebagai pemimpin harus mampu memberikan petunjuk dan pengawasan, meningkatkan kemauan dan kemampuan tenaga kependidikan, membuka komunikasi dua arah dan mendelegasikan tugas. Wahjosumijo (1999) mengemukakan bahwa kepala sekolah sebagai pemimpin harus memiliki karakter khusus yang mencakup kepribadian, keahlian dasar, pengalaman dan pengetahuan profesional, serta pengetahuan administrasi dan pengawasan. Kemampuan kepala sekolah sebagai pemimpin dapat dianalisis dari aspek kepribadian, pengetahuan terhadap tenaga kependidikan, visi dan misi sekolah, kemampuan mengambil keputusan dan kemampuan berkomunikasi. Sedangkan kepribadian kepala sekolah sebagai pemimpin akan tercermin dalam sifatnya yang: (1) jujur, (2) percaya diri, (3) tanggung jawab, (4) berani mengambil risiko dan keputusan, (5) berjiwa besar, (6) emosi yang stabil, dan (7) teladan.

Dalam implementasinya, kepala sekolah sebagai pemimpin dapat dianalisis dari tiga gaya kepemimpinan, yakni demokratis, otoriter dan bebas. Ketiga gaya tersebut sering dimiliki secara bersamaan oleh seorang pemimpin sehingga dalam melaksanakan kepemimpinannya, gaya-gaya tersebut muncul secara situasional..

  1. Kepala Sekolah Sebagai Inovator

Peranan dan fungsinya sebagai inovator, Kepala Sekolah perlu memiliki strategi yang tepat untuk menjalin hubungan yang harmonis dengan lingkungan, mencari gagasan baru, mengintegrasikan setiap kegiatan, memberikan teladan kepada tenaga kependidikan dan mengembangkan model-model pembelajaran yang inovatif. Kepala sekolah sebagai inovator dalam meningkatkan profesionalisme tenaga kependidikan akan tercermin dari caranya melakukan pekerjaan secara konstruktif, kreatif, delegatif, integratif, rasional, obyektif, pragmatis, keteladanan, disiplin, adaptable, dan fleksibel.

Kepala sekolah sebagai inovator harus mampu mencari, menemukan dan melaksanakan berbagai pembaruan di sekolah. Gagasan baru tersebut misalnya moving class. Moving class adalah mengubah strategi pembelajaran dari pola kelas tetap menjadi kelas bidang studi, sehingga setiap bidang studi memiliki kelas tersendiri, yang dilengkapi dengan alat peraga dan alat-alat lainnya.

  1. Kepala Sekolah Sebagai Motivator

Fungsi sebagai motivator, Kepala Sekolah memiliki strategi yang tepat untuk memberikan motivasi kepada para tenaga kependidikan dalam melakukan berbagai tugas dan fungsinya. Motivasi ini dapat ditumbuhkan melalui pengaturan lingkungan fisik, suasana kerja, disiplin, dorongan, penghargaan secara efektif dan penyediaan berbagai sumber belajar. Dorongan dan penghargaan merupakan dua sumber motivasi yang efektif diterapkan oleh kepala sekolah. Keberhasilan suatu organisasi dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor yang datang dari dalam maupun datang dari lingkungan. Dari berbagai faktor tersebut, motivasi merupakan suatu faktor yang cukup dominan dan dapat menggerakkan faktor-faktor lain ke arah keefektifan (effectiveness) kerja, bahkan motivasi sering disamakan dengan mesin dan kemudi mobil, yang berfungsi sebagai penggerak dan pengarah.

Berpikir adalah aktifitas mencurahkan daya pikir untuk maksud tertentu. Berpikir adalah identitas yang memisahkan status kemanusiaan manusia dengan lainnya. Karenanya sejauhmana manusia pantas disebut manusia dapat dibedakan dengan sejauhmana pula ia menggunakan pikirannya. Al-Insan huwa al-Hayawanun Nathiq.

Dalam dunia pendidikan berpikir merupakan bagian dari ranah kognitif, dimana dalam hirarki Bloom terdiri dari tingkatan-tingkatan. Bloom mengkalisifikan ranah kognitif ke dalam enam tingkatan: (1) pengetahuan (knowledge); (2) pemahaman (comprehension); (3) penerapan (application); (4) mengalisis (analysis); (5) mensintesakan (synthesis); dan (6) menilai (evaluation). Keenam tingkatan ini merupakan rangkaian tingkatan berpikir manusia. Berdasarkan tingkatan tersebut, maka dapat diketahui bahwa berpikir untuk mengetahui merupakan tingkatan berpikir yang paling bawah (lower) sedangkan tingkatan berpikir paling tertinggi (higher) adalah menilai.

Kunjungi Toko Kami di Tokopedia Javania

Merujuk definisi dalam Wikipedia Indonesia, berpikir tingkat tinggi adalaha concept of Education reform based on learning taxonomies such as Bloom’s Taxonomy. The idea is that some types of learning require more cognitive processing than others, but also have more generalized benefits. In Bloom’s taxonomy, for example, skills involving analysis, evaluation and synthesis (creation of new knowledge) are thought to be of a higher order, requiring different learning and teaching methods, than the learning of facts and concepts. Higher order thinking involves the learning of complex judgmental skills such as critical thinking and problem solving. Higher order thinking is more difficult to learn or teach but also more valuable because such skills are more likely to be usable in novel situations (i.e., situations other than those in which the skill was learned). Dari definisi tersebut maka dapat diketahui bahwa berpikir tingkat tinggi membutuhkan berbagai langkah-langkah pembelajaran dan pengajaran yang berbeda dengan hanya sekedar mempelajari fakta dan konsep semata. Dalam berpikir tingkat tinggi meliputi aktivitas pembelajaran terhadap keterampilan dalam memutuskan hal-hal yang bersifat kompleks semisal berpikir kritis dan berpikir dalam memecahkan masalah. Meski memang berpikir tingkat tinggi sulit untuk dipelajari dan diajarkan, namun kegunaannya sudah tidak diragukan lagi.

Alice Thomas dan Glenda menyatakan bahwa berpikir tingkat tinggi adalah berpikir pada tingkat lebih tinggi daripada sekedar menghafalkan fakta atau mengatakan sesuatu kepada seseorang persis seperti sesuatu itu diceritakan kepada kita. Pada saat seseorang menghafalkan dan menyampaikan kembali informasi tersebut tanpa harus memikirkannya, disebut memori hafalan (rote memory). Orang tersebut tak berbeda dengan robot, bahkan ia melakukan apapun yang diprogram dilakukannya, sehingga ia juga tidak dapat berpikir untuk dirinya sendiri. Berpikir tingkat tinggi secara singkat dapat dikatakan sebagai pencapaian berpikir kepada pemikiran tingkat tinggi dari sekedar pengulangan fakta-fakta. Berpikir tingkat tinggi mengharuskan kita melakukan sesuatu atas fakta-fakta. Kita harus memahamnya, menghubungkan satu sama lainnya, mengkategorikan, memanipulasi, menempatkannya bersama-sama dengan cara-cara baru, dan menerapkannya dalam mencari solusi baru terhadap persoalan-persoalan baru.

Kunjungi Toko Kami di Shopee Frasya Butik

Bagi sebagian orang berpikir tingkat tinggi dapat dilakukan dengan mudahnya, tetapi bagi oranglain belum tentu dapat dilakukan. Meski demikian bukan berarti berpikir tingkat tinggi tidak dapat dipelajari. Alison menyatakan bahwa seperti halnya keterampilan pada umumnya, berpikir tingkat tinggi dapat dipelajari oleh setiap orang. Lebih lanjut ia menyatakan bahwa berpikir tingkat tinggi dalam praktiknya bahwa keterampilan berpikir tingkat tinggi baik pada anak-anak maupun orang dewasa dapat berkembang. Langkah paling awal yang dapat dilakukan adalah dengan mengenal dan mempelajari apa “berpikir tingkat tinggi itu?”

Berkenaan dengan berpikir tingkat tinggi, ada beberapa fakta singkat yang perlu ketahui sebagai berikut:

Tidak ada seorang di dunia ini yang mampu berpikir sempurna sama seperti halnya taka da seorangpun yang memiliki kekuatan berpikir yang buruk sepanjang waktunya. Keterampilan seseorang dalam menggunakan daya pikir sangat dipengaruhi oleh berbagai factor dan kondisi. Dengan demikian orang yang dipandang pandai dan pinter mungkin saja dapat berpikir lebih buruk daripada orang yang paling bodoh tetapi berada pada tempat yang cocok. Fakta ini juga menunjukkan bahwa di dunia ini tidak ada orang yang benar-benar paling pinter dan tidak ada orang yang bodoh sama sekali.Menghafal sesuatu tidak sama dengan memikirkan sesuatu. Menghapalkan merupakan aktifitas dalam merekam sesuatu apa adanya, tak kurang dan tak lebih. Sedangkan memikirkan sesuatu berarti mempergunakan daya pikirnya dalam rangka mengetahui, memahami, membandingkan, menerapkan dan menilai sesuatu tersebut. Dalam menghapal aktivitas pikir bersifat lebih sederhana dibandingkan dengan memikirkan. Mengingat pacar tentu berbeda dengan memikirkan pacar!Kita dapat mengingat sesuatu dengan tanpa memahaminya. Salah satu kelebihan manusia adalah kemampuan manusia dalam merekam apapun yang didengar, dilihat dan dirasakannya apalagi pada saat proses perekaman tersebut terdapat kesan yang memperkuat, meski kadang apa yang kita dengar, kita lihat dan kita rasakan itu tidak pernah kita mengerti. Misalnya ketika anak TK diwajibkan menghapalkan satu persatu butir-butir Pancasila, mereka mampu menghapalnya dengan fasih meski kadang tidak tahu artinya. Seperti mimpi, kita merasakan apa yang terjadi dalam mimpi seolah-olah nyata meski kadang kita sendiri tiak pernah dapat memahaminya.Berpikir dilakukan dalam dua bentuk: kata dan gambar. Kata maupun gambar adalah simbol-simbol yang mendorong otak manusia untuk mengingat dan menyelami maknanya dalam kegiatan berpikir. Kata merupakan simbol dari apa yang kita dengar dan kita baca, sedangkan gambar merepresentasikan dari apa yang kita lihat dan kita bayangkan.Ada tiga jenis utama intelijen dan kemampuan berpikir: analitis, kreatif dan praktis. Berpikir analisis disebut juga berpikir kritis. Ciri khusus berpikir analisis adalah melibatkan proses berpikir logis dan penalaran termasuk keterampilan seperti perbandingan, klasifikasi, pengurutan, penyebab/efek, pola, anyaman, analogi, penalaran deduktif dan induktif, peramalan, perencanaan, hyphothesizing, dan critiquing. Berpikir kreatif adalah proses berpikir yang melibatkan menciptakan sesuatu yang baru atau asli. Ini melibatkan keterampilan fleksibilitas, orisinalitas, kefasihan, elaborasi, brainstorming, modifikasi, citra, pemikiran asosiatif, atribut daftar, berpikir metaforis, membuat hubungan. Tujuan dari berpikir kreatif adalah merangsang rasa ingin tahu dan menampakkan perbedaan. Inti dari berpikir praktis, sebagaimana dikemukakan Edward De Bono adalah bagaimana pikiran itu bekerja, bukan bagaimana seorang filosof berpikir bahwa sesuatu itu dapat bekerja.Ketiga kecerdasan dan cara berpikir (analitic, kreatif dan praktis) berguna dalam kehidupan sehari-hari. Dalam kenyataannya kita terpaku terhadap salah satu cara berpikir saja. Dalam kondisi dan keadaan tertentu, kita lebih banyak menggunakan cara berpikir analitis ketimbang lainnya. Dalam kondisi lainnya berpikir kreatif lebih dituntur oleh kita, sedangkan dalam kondisi tertentu pula kita lebih memilih untuk berpikir secara praktis.Kita dapat meningkatkan kemampuan berpikir dengan cara memahami proses-proses yang melibatkan kegiatan berpikir. Dengan membiasakan diri dalam kegiatan-kegiatan yang membutuhkan aktivitas berpikir, otak kita akan terdidik dan terbiasa untuk berpikir. Dengan kebiasaan ini, maka akan menghasilkan peningkatan kemampuan kita dalam berpikir. Orang yang lebih cenderung menggunakan otot ketimbang otak, tentu peningkatan kemampuan berpikirnya akan lambat disbanding mereka yang kehidupan sehari-harinya selalu membutuhkan proses berpikir.Berpikir metakognisi merupakan bagian dari berpikir tingkat tinggi. Metakognisi didefinisikan “cognition about cognition” atau “knowing about knowing”. Dalam kata lain, meta cognition dapat diartikan “learning about learning” (belajar tentang belajar). Metakognisi dapat terdiri dari banyak bentuk, tetapi juga mencakup pengetahuan tentang kapan dan bagaimana menggunakan strategi-strategi khusus untuk belajar atau untuk pemecahan masalah. Selain metakognisi terdapat istilah lain yang hamper sama, yaitu metamemory yang didefinisikan sebagai “knowing about memory” dan “memoric strategy”, ia merupakan bentuk penting dari metakognisi.

Kunjungi Toko Kami di Shopee Frasya Butik

frasya 1

Model pembelajaran adalah bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran. Bruce Joyce dan Marsha Weil (dalam Dedi Supriawan dan A. Benyamin Surasega, 1990) mengetengahkan 4 (empat) kelompok model pembelajaran, yaitu: (1) model interaksi sosial; (2) model pengolahan informasi; (3) model personal-humanistik; dan (4) model modifikasi tingkah laku.

Berdasarkan Permendikbud Nomor 65 Tahun tentang Standar Proses, model pembelajaran yang diutamakan dalam implementasi Kurikulum 2013 adalah model pembelajaran Inkuiri (Inquiry Based Learning), model pembelajaran Discovery (Discovery Learning), model pembelajaran berbasis projek (Project Based Learning), dan model pembelajaran berbasis permasalahan (Problem Based Learning).

Kunjungi Toko Kami di Shopee Frasya Butik

Untuk menentukan model pembelajaran yang akan dilaksanakan dapat mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

  • Kesesuaian model pembelajaran dengan kompetensi sikap pada KI-1 dan KI-2 serta kompetensi pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan KD-3 dan/atau KD-4.
  • Kesesuaian model pembelajaran dengan karakteristik KD-1 (jika ada) dan KD-2 yang dapat mengembangkan kompetensi sikap, dan kesesuaian materi pembelajaran dengan tuntutan KD-3 dan KD-4 untuk memgembangkan kompetensi pengetahuan dan keterampilan.
  • Penggunaan pendekatan saintifik yang mengembangkan pengalaman belajar peserta didik melalui kegiatan mengamati (observing), menanya (questioning), mencoba/mengumpulkan informasi (experimenting/ collecting information), mengasosiasi/menalar (assosiating), dan mengomunikasikan (communicating).

Berikut adalah contoh kegiatan dalam model pembelajaran dikaitkan dengan pendekatan saintifik (5M).

Model Inquiry Learning
Model pembelajaran Inkuiri biasanya lebih cocok digunakan pada pembelajaran matematika, tetapi mata pelajaran lainpun dapat menggunakan model tersebut asal sesuai dengan karakteristik KD atau materi pembelajarannya. Langkah-langkah dalam model inkuiri terdiri atas:

  1. Observasi/Mengamati berbagi fenomena alam. Kegiatan ini memberikan pengalaman belajar kepada peserta didik bagaimana mengamati berbagai fakta atau fenomena dalam mata pelajaran tertentu.
  2. Mengajukan pertanyaan tentang fenomana yang dihadapi. Tahapan ini melatih peserta didik untuk mengeksplorasi fenomena melalui kegiatan menanya baik terhadap guru, teman, atau melalui sumber yang lain.
  3. Mengajukan dugaan atau kemungkinan jawaban. Pada tahapan ini peserta didik dapat mengasosiasi atau melakukan penalaran terhadap kemungkinan jawaban dari pertanyaan yang diajukan.
  4. Mengumpulkan data yang terakait dengan dugaan atau pertanyaan yang diajukan, sehingga pada kegiatan tersebut peserta didik dapat memprediksi dugaan atau yang paling tepat sebagai dasar untuk merumuskan suatu kesimpulan.
  5. Merumuskan kesimpulan-kesimpulan berdasarkan data yang telah diolah atau dianalisis, sehingga peserta didik dapat mempresentasikan atau menyajikan hasil temuannya.

Model Discovery Learning.

  1. Stimulation (memberi stimulus). Pada kegiatan ini guru memberikan stimulan, dapat berupa bacaan, atau gambar, atau situasi, sesuai dengan materi pembelajaran/topik/tema yang akan dibahas, sehingga peserta didik mendapat pengalaman belajar mengamati pengetahuan konseptual melalui kegiatan membaca, mengamati situasi atau melihat gambar.
  2. Problem Statement (mengidentifikasi masalah). Dari tahapan tersebut, peserta didik diharuskan menemukan permasalahan apa saja yang dihadapi, sehingga pada kegiatan ini peserta didik diberikan pengalaman untuk menanya, mencari informasi, dan merumuskan masalah.
  3. Data Collecting (mengumpulkan data). Pada tahapan ini peserta didik diberikan pengalaman mencari dan mengumpulkan data/informasi yang dapat digunakan untuk menemukan solusi pemecahan masalah yang dihadapi. Kegiatan ini juga akan melatih ketelitian, akurasi, dan kejujuran, serta membiasakan peserta didik untuk mencari atau merumuskan berbagai alternatif pemecahan masalah, jika satu alternatif mengalami kegagalan.
  4. Data Processing (mengolah data). Kegiatan mengolah data akan melatih peserta didik untuk mencoba dan mengeksplorasi kemampuan pengetahuan konseptualnya untuk diaplikasikan pada kehidupan nyata, sehingga kegiatan ini juga akan melatih keterampilan berfikir logis dan aplikatif.
  5. Verification (memferifikasi). Tahapan ini mengarahkan peserta didik untuk mengecek kebenaran atau keabsahan hasil pengolahan data, melalui berbagai kegiatan, antara lain bertanya kepada teman, berdiskkusi, atau mencari sumber yang relevan baik dari buku atau media, serta mengasosiasikannya sehingga menjadi suatu kesimpulan.
  6. Generalization (menyimpulkan). Pada kegiatan ini peserta didik digiring untuk menggeneralisasikan hasil simpulannya pada suatu kejadian atau permasalahan yang serupa, sehingga kegiatan ini juga dapat melatih pengetahuan metakognisi peserta didik.

Problem Based Learning
Model pembelajaran ini bertujuan merangsang peserta didik untuk belajar melalui berbagai permasalahan nyata dalam kehidupan sehari-hari dikaitkan dengan pengetahuan yang telah atau akan dipelajarinya melalui langkah-langkah pembelajaran sebagai berikut:

  1. Mengorientasi peserta didik pada masalah. Tahap ini untuk memfokuskan peserta didik mengamati masalah yang menjadi objek pembelajaran.
  2. Mengorganisasikan kegiatan pembelajaran. Pengorganisasian pembelajaran salah satu kegiatan agar peserta didik menyampaikan berbagai pertanyaan (atau menanya) terhadap malasalah kajian.
  3. Membimbing penyelidikan mandiri dan kelompok. Pada tahap ini peserta didik melakukan percobaan (mencoba) untuk memperoleh data dalam rangka menjawab atau menyelesaikan masalah yang dikaji.
  4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya. Peserta didik mengasosiasi data yang ditemukan dari percobaan dengan berbagai data lain dari berbagai sumber.
  5. Analisis dan evaluasi proses pemecahan masalah. Setelah peserta didik mendapat jawaban terhadap masalah yang ada, selanjutnya dianalisis dan dievaluasi.

Kunjungi Toko Kami di Shopee Frasya Butik

Project Based Learning
Model pembelajaran ini bertujuan untuk pembelajaran yang memfokuskan pada permasalahan komplek yang diperlukan peserta didik dalam melakukan insvestigasi dan memahami pembelajaran melalui investigasi, membimbing peserta didik dalam sebuah proyek kolaboratif yang mengintegrasikan berbagai subjek (materi) dalam kurikulum, memberikan kesempatan kepada para peserta didik untuk menggali konten (materi) dengan menggunakan berbagai cara yang bermakna bagi dirinya, dan melakukan eksperimen secara kolaboratif.

Langkah pembelajaran dalam project based learning adalah sebagai berikut:

  1. Menyiapkan pertanyaan atau penugasan proyek. Tahap ini sebagai langkah awal agar peserta didik mengamati lebih dalam terhadap pertanyaan yang muncul dari fenomena yang ada.
  2. Mendesain perencanaan proyek. Sebagai langkah nyata menjawab pertanyaan yang ada disusunlah suatu perencanaan proyek bisa melalui percobaan.
  3. Menyusun jadwal sebgai langkah nyata dari sebuah proyek. Penjadwalan sangat penting agar proyek yang dikerjakan sesuai dengan waktu yang tersedia dan sesuai dengan target.
  4. Memonitor kegiatan dan perkembangan proyek. Guru melakukan monitoring terhadap pelaksanaan dan perkembangan proyek. Peserta didik mengevaluasi proyek yang sedang dikerjakan.
  5. Menguji hasil. Fakta dan data percobaan atau penelitian dihubungkan dengan berbagai data lain dari berbagai sumber.
  6. Mengevaluasi kegiatan/pengalaman. Tahap ini dilakukan untuk mengevaluasi kegiatan sebagai acuan perbaikan untuk tugas proyek pada mata pelajaran yang sama atau mata pelajaran lain.

Kunjungi Toko Kami di Tokopedia Javania

batik-1

✏ Masih ingatkah kisah tentang seorang sahabat yang dikabarkan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam masuk surga karena setiap malam sebelum tidur dia selalu memaafkan kesalahan orang-orang yang berbuat salah kepadanya ?

✏ Masih ingat kisahnya Bilal bin Rabbah,dalam sebuah hadist yang diriwayatkan Imam Bukhari,
“Rasulullah berkata kepada Bilal, “Ceritakanlah kepadaku amal apa yang amat engkau harapkan dalam Islam, sebab aku mendengar suara kedua sandalmu di surga?”

Bilal menjawab; “Tidak ada amal ibadah yang paling kuharapkan selain setiap aku berwudhu baik siang atau malam aku selalu shalat setelahnya sebanyak yang aku suka”

✏ Masih ingat kisah seorang Wanita yang sudah bertahun-tahun dikubur namun jasad dan wajahnya tampak seperti baru dikuburkan.
Bahkan dengan senyuman yang sangat berseri di wajahnya. Ketika ditanyakan kepada ibunya,apa yang telah dilakukannya selama hidup di dunia, sehingga mendapatkan kemulian tersebut? Ternyata amal istimewa yang selalu dilakukan selama hidupnya adalah tilawah Qur’an setiap habis shalat meskipun hanya sebentar (mendawamkan membaca Al Qur’an).

✏ Ada juga cerita seorang akhwat (wanita) yang terkena bencana Tsunami di Aceh saat sedang mengisi dauroh di sebuah kampus ternama di Aceh. Jasadnya tidak rusak, bahkan pakaiannya masih utuh tanpa ada yang robek, padahal kebanyakan orang yang meninggal di lokasi yang sama dengannya mengalami luka-luka yang mengerikan. Wanita ini adalah seseorang yang senantiasa menjaga auratnya semenjak berusia baligh sampai dia meninggal dunia.

✏ Masih dari Aceh,saat proses pencarian korban tsunami, relawan-relawan yang setiap hari tugasnya berhadapan dengan mayat-mayat yang setengah membusuk, hancur dan bau dikarenakan lama terendam di air dan tertimpa reruntuhan bangunan, suatu hari mencium bau yang sangat wangi.
Mereka penasaran darimana sumber bau wangi itu diantara bau busuk dari mayat-mayat yang lain.

Bau wangi ini terasa sangat istimewa,seakan-akan jadi penghibur bagi mereka yang selama ini selalu bertemankan dengan bau-bau yang menusuk hidung.

Setelah lama berusaha mencarinya, mereka akhirnya menemukan sumber bau yang istimewa itu, yang ternyata dari berasal dari salah seorang korban tsunami.

Tapi mayat satu ini amat istimewa, selain mengeluarkan bau yang wangi, jasadnya tidak rusak sedikitpun, bahkan wajahnya dihiasi dengan senyuman kebahagiaan.

Karena istimewanya mayat ini, para relawan memutuskan untuk tidak menguburkan jenazahnya di kuburan massal seperti mayat-mayat yang lain.

Mereka berusaha mencari identitas korban dengan mengumumkan penemuan jenazah tersebut kepada masyarakat.

Ternyata ada anggota keluarga yang mengenali jenazah tersebut dan membawa pulang jenazahnya untuk dikuburkan secara layak, namun sebelum anggota keluarga membawa pulang jenazah tersebut,relawan-relawan yang penasaran bertanya ,apa yang telah dilakukan oleh jenazah tersebut selama hidup didunia sehingga beroleh keistimewaan tersebut ”?.

Anggota keluarganya menjelaskan, bahwa jenazah tersebut adalah seorang hafidzah (penghafal Al Qur’an) yang istiqamah menjaga hafalannya, memuraja’ah (mengulang hafalannya) setiap hari.

✏ Belajar dari beberapa cerita diatas, hendaknya kita juga memiliki amalan istimewa yang konsisiten kita lakukan setiap harinya seperti menjaga wudhu dan rajin membaca al-qur’an.

✏ Lihatlah Kemuliaan mereka terlihat dari konsistennya mereka menjaga amalnya, meskipun terkesan sederhana, tapi tidak banyak orang yang KONSISTEN dan mampu melaksanakannya.

✏ Merekalah orang-orang pilihan yang memiliki keunikan dan keunggulan dibandingkan yang lain.

✏ Sesungguhnya surga itu memiliki banyak pintu, dan setiap orang akan memasuki pintu-pintu tersebut sesuai amal terbaiknya atau amal unggulannya selama hidup, meskipun kita juga memiliki kesempatan memasuki surga melalui semua pintu seperti Abu Bakar RA, tapi yang paling penting adalah kita harus mempersiapkan amal terbaik kita dihadapan Allah Subhanahu Wa Ta’ala, untuk selanjutnya kita serahkan kepada Allah, sembari kita memohon kepada Allah agar memasukkan kita ke barisan orang-orang yang mendapatkan kemuliaan Jannah-Nya.

Pada Tahun 2013 lalu, Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah menetapkan Kurikulum 2013 sebagai standar acuan, dalam menyelenggarakan pendidikan di sekolah-sekolah. Tentu diberlakukannya Kurikulum 2013 akan mengganti kurikulum yang lama, yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang sudah diberlakukan di Indonesia mulai dari Tahun 2006-2012. Akibat dari diberlakukannya Kurikulum 2013 sebagai acuan penyelenggaraan pendidikan di Indonesia, maka timbul banyak polemik yang menentang diberlakukannya Kurikulum 2013, terutama dari Guru TIK karena pada Kurikulum 2013 karena pelajaran TIK ditiadakan tetapi TIK menjadi media semua mata pelajaran. Tentunya, ini menjadi pertanyaan kenapa pelajaran TIK ditiadakan, apa pelajaran ini tidak penting diajarkan di sekolah-sekolah? Apakah semua guru di Indonesia ini bisa memanfaatkan media TIK, sebagai media penunjang proses mengajarnya di sekolah? Dan menurut sumber yang saya dapat, Kurikulum 2013 dibuat tidak melalui riset dan evaluasi yang mendalam, sehingga implementasinya di sekolah nanti belum tentu optimal dimanfaatkan oleh guru dan siswa.

Akan tetapi semua hal tersebut berubah ketika Menteri Pendidikan yang sekarang, yaitu Bapak Anis Baswedan, membuat sebuah pengumuman untuk menghentikan penerapan Kurikulum 2013 pada sekolah yang baru menerapkan satu semester. Tentu, ini pertanda baik bagi guru-guru di Indonesia, dengan adanya penundaan pemberlakuan Kurikulum 2013 ini. Bagaimana  tidak? Implementasi kurikulum  2013  terkesan  mendadak  yang  membuat  berbagai  pihak,  khususnya guru sebagai  pendidik, mendapat pemberitahuan mengenai implementasi kurikulum   2013.  Apakah  semua guru memiliki  kapasitas  yang  cukup  untuk  mampu meningkatkan  kualitas  pendidikan?  Inilah  yang  menjadi  masalah  besar dalam dunia pendidikan. Di samping itu, ada beberapa substansi/isi dari Kurikulum 2013 yang menurut saya tidak cocok untuk diterapkan di Indonesia. Beberapa substansi/isi Kurikulum 2013 yang perlu diadakan pembenahan adalah sebagai berikut.

Pertama, dari sisi substansi teori taksonomi ternyata kurang pas. Yaitu pada ranah keterampilan, menurut standar proses dan standar penilaian yang baru (2013) serta permendikbud no. 103 tahun 2014 tentang proses pembelajaran, keterampilan hanya mencantumkan keterampilan berpikir atau keterampilan abstrak yang mengacu pada buku Dyers. Padahal untuk keterampilan harusnya juga melingkupi keterampilan konkrit. Hal ini baru terakomodasi di permendikbud no. 104 tentang penilaian hasil belajar pendidikan dasar dan menengah, di mana dicantumkan dua jenis keterampilan ini, yaitu keterampilan abstrak dan konkrit. Dengan demikian permendikbud tentang standar proses, standar penilaian dan permendikbud no. 103 tentang pembelajaran perlu direvisi.

Kedua, langkah-langkah pendekatan saintifik, lagi-lagi mengacu pada buku Dyers tentang keterampilan abstrak. Jadi di sini ada dua hal berbeda, tetapi tahapannya sama, yaitu mengamati, menanya, mencoba, menalar dan mengkomunikasikan.

Ketiga, jumlah mata pelajaran dari 12 menjadi 10. Dalam hal ini, mata pelajaran TIK (teknologi informasi dan komunikasi), muatan lokal, dan pengembangan diri diintegrasikan ke dalam mata pelajaran dan kegiatan lain. Sehingga, mata pelajaran di atas tidak ditemukan di struktur Kurikulum 2013. Ada mata pelajaran baru yang ditambahkan di Kurikulum 2013, yaitu mata pelajaran prakarya. Tentunya, hal ini seakan-akan menganggap bahwa Pelajaran TIK tidak penting, padahal menurut saya, mata pelajaran TIK seharusnya tidak diintegrasikan ke dalam mata pelajaran lain, karena pelajaran TIK mengajarkan kepada siswa tentang arti penting teknologi dan bagaimana memanfaatkan teknologi dengan baik, jika mata pelajaran ini dihapus mungkin akan banyak lagi siswa di Indonesia yang gaptek dengan teknologi. Kalau TIK hanya dijadikan media pembelajaran, pasti implementasinya cuma untuk presentasi dengan power point di kelas, tidak mempelajari bagian-bagian pembuatan teknologi seperti laptop, dan lain-lain.

Keempat, TIK menjadi media semua mata pelajaran. Hal ini menjelaskan bahwa mata pelajaran TIK sudah dilenyapkan, seperti kekhawatiran beberapa pihak. Mungkin masalah yang bisa muncul di sini adalah faktor rendahnya kemampuan guru dalam menggunakan ICT dalam media pembelajaran di kelas. Hal ini tentu bagi saya sangat merugikan siswa karena belum tentu semua guru bisa memanfaatkan ICT yang baik saat pembelajaran di kelas. Ketidaksiapan guru terkesan mendadak dan tidak memperhatikan konteks sosiologis Keindonesian. Penyiapan guru membutuhkan waktu yang lama, tidak hanya pelatihan sekali atau dua kali , bahkan harus berkali-kali untuk mempersiapkan para pengajar yang akan terjun menjadi pendidik di sekolah-sekolah.

Kelima, mata pelajaran muatan lokal, bisa masuk ke dalam mata pelajaran penjasorkes, seni budaya, atau prakarya. Hal ini yang paling membuat aneh, karena kekayaan bangsa Indonesia adalah bahasa, suku, dan agama. Jika bahasa daerah tidak dimasukkan dalam mata pelajaran sekolah, otomatis secara tidak langsung pemerintah telah membunuh karakter berbicara rakyat Indonesia. Fungsi bahasa daerah menurut saya adalah agar siswa bisa mengerti tata cara berbahasa yang sopan menurut adat di daerahnya. Contoh bahasa Jawa itu sangat menjunjung tinggi tata berbicara yang baik dengan sesama teman, guru, dan orangtua, saya juga sangat yakin bahwa setiap bahasa daerah yang dimiliki setiap suku di Indonesia pasti mengajarkan tata berbicara yang baik dan sopan. Jika bahasa daerah dihapus, apa pemerintah berani bertanggung jawab dengan semakin maraknya anak yang tidak sopan kepada orangtua, guru, apalagi temannya? Dan pada akhirnya juga, moral anak bangsa yang buruklah yang akan menghancurkan bangsa Indonesia ke depannya, jika bahasa daerah dihapus dalam mata pelajaran di sekolah

Keenam, IPA dan IPS masing-masing tetap diajarkan secara terpadu. IPA dan IPS dikembangkan sebagai mata pelajaran integrative science dan integrative social studies, bukan sebagai pendidikan disiplin ilmu. Tentu saja kurang pas, jika pelajaran IPA dan IPS diajarkan secara terpadu. Otomatis, para siswa akan merasa terbebani dengan pelajaran biologi yang disatukan dengan fisika dan kimia atau sejarah disatukan dengan georafi dan PPKn. Para siswa pasti akan merasa berat jika mempelajari IPA dan IPS secara keseluruhan, karena mungkin siswa bakat dalam biologi tapi tidak bakat dalam kimia. Tentu, dampak ini akan menyebabkan siswa tersebut ketika pelajaran kimia akan bosan dan membuat nilai IPA-nya menurun karena buruknya nilai ulangan kimianya.

Ketujuh, jumlah jam bertambah 6 jam per minggu akibat perubahan pendekatan pembelajaran. Jumlah jam pelajaran per minggu yang mulanya 32 jam/minggu menjadi 38 jam/minggu dengan rincian pendidikan agama menjadi 3 jam, PPKn menjadi 3 jam, bahasa Indonesia menjadi 5 jam, matematika menjadi 5 jam, seni budaya menjadi 3 jam, dan penjasorkes menjadi 3 jam. Tentu, hal ini akan semakin memberatkan siswa. Karena, setiap siswa mempunyai batas maksimal waktu konsentrasi dalam belajar.

Kedelapan, ekstrakurikuler terdiri atas pramuka (wajib), OSIS, UKS, PMR, dan lain-lain. Tentu, saya sangat tidak setuju jika pramuka saja yang diwajibkan untuk diikuti oleh siswa, karena bakat setiap siswa pasti berbeda satu sama lain, dan belum tentu semua siswa senang terhadap ekstrakurikuler pramuka. Menurut saya, bukan hanya ekstrakurikuler pramuka yang mengajarkan tentang kepribadian diri yang baik, kemampuan memimpin yang baik atau kepintaran dalam bermusyawarah. Dalam ekstrakurikuler yang lain juga, ada yang mengajarkan skill yang baik, contoh ekstrakurikuler PMR yang mengajarkan jiwa sosial dan tolong menolong, atau ekstrakurikuler paskibra yang mengajarkan tentang tata cara berbaris dan kepemimpinan yang baik. Jadi seharusnya, setiap siswa diberi hak untuk memilih ekstrakurikuler yang disukai dan digemarinya, agar bakat siswa bisa tertuang dalam berbagai bidang.

Kesembilan, dalam Kurikulum 2013, guru tidak lagi diwajibkan untuk membuat sillabus/bahan ajar , tentu ini berbeda dengan Kurikulum KTSP yang sebelumnya diterapkan. Hal ini akan menumpulkan kreativitas guru dan seolah-olah guru hanya seperti robot, karena semua sudah disiapkan pemerintah. Seharusnya yang menyusun silabus adalah guru, karena gurulah yang sangat mengetahui tentang kapasitas dan kuantitas belajar muridnya. Jika yang menyusun silabus adalah pemerintah, pasti ada salah satu kompetensi dasar mata pelajaran yang tidak sesuai dengan pembelajaran di sekolah, mengingat setiap daerah di Indonesia sumber daya manusianya berbeda-beda dalam hal pemikiran dalam belajar. Apakah daerah terpencil di perbatasan Indonesia akan bisa menerima pembelajaran yang sama dengan daerah perkotaan? Bukankah di daerah terpencil di perbatasan Indonesia akses teknologi informasi seperti internet masih belum menyeluruh di semua tempat? Tentu, hal ini akan menimbulkan permasalahan yang baru, yaitu kesulitan akses internet akan menghalangi siswa di daerah perbatasan dan terpencil untuk belajar. Guru akan terpaku pada pada isi buka panduan silabus yang telah ditentukan oleh pemerintah.

Kesepuluh, untuk pelajaran prakarya, ini nama baru yang tidak ada perguruan tinggi yang menyiapkan bidang ini, alhasil guru yang dipaksa ngajar prakarya terancam tidak diakui jam tatap mukanya, yang berakibat tidak diakui angka kreditnya dan bahkan tidak dibayarkan tunjangan profesinya.

Kesimpulannya dalam artikel ini adalah ada beberapa substansi/isi Kurikulum 2013 yang harus dibenahi dan direvisi oleh pemerintah, agar implementasi isi kurikulum ini di sekolah nanti tidak menimbulkan masalah yang besar bagi guru dan siswa dalam proses belajar mengajar. Meskipun Kurikulum 2013 telah ditunda, dari sepuluh substansi yang dipaparkan di atas, diharapkan agar pemerintah mau membenahi isi Kurikulum 2013 yang menimbulkan kontroversi dari banyak pihak di atas dengan substansi isi Kurikulum 2013, yang tidak menghilangkan kekayaaan bangsa dan Indonesia dan mampu diterapkan dengan baik oleh guru dan siswa dalam proses belajar mengajar. Pasca-penundaan Kurikulum 2013, maka substansi yang bermasalah tadi bisa menjadi sebuah acuan bagi pemerintah untuk bisa mengembangkan kurikulum Indonesia ke depannya, agar lebih baik lagi untuk memajukan dunia pendidikan di Indonesia. Kita tentu berharap dibalik pasca-penundaan K-13 (Kurikulum 2013), pemerintah bisa mewujudkan sistem pendidikan Indonesia yang lebih baik lagi, dengan mematangkan kurikulum yang akan diterapkan di sekolah-sekolah yang ada di Indonesia nantinya.

“Dari Khalid bin Abi Imran, bahwa Ibn Umar berkata: seringkali Rasullullah saw. ketika hendak meninggalkan majlis, berdoa untuk sahabat-sahabatnya dengan doa berikut :

“Ya Allah,berikan kepada kami rasa takut kepadaMu dengannya kami terhalang dari kemaksiatan kepadaMu, berikan kepada kami kekuatan untuk taat kepadaMu dengannya aku bisa masuk surga, berikan kepada kami rasa yakin (akan kebaikan takdirMu) dengannya aku merasa ringan menghadapi segala musibah dunia, berikan kepada kami kesehatan agar kami bisa menikmati pendengaran, penglihatan dan kekuatan kami selama kami hidup, dan tetapkanlah kami dalam kesehatan tersebut sampai kami kembali kepadaMu, timpakan keburukan kami untuk orang-orang yg mendzolimi kami, bantulah kami atas orang-orang yang memusuhi kami, janganlah Kau timpakan musibah atas agama kami (iman dan akidah kami), jangan jadikan dunia sebagai tujuan pokok kami, jangan pula menguasai pikiran kami, jangan jadikan orang-orang dzalim mengasai kami.” (HR. Imam Tirmidzi, no : 3502, vol. v,h. 262)

Allah tidak menyukai Ucapan buruk, (yang diucapkan) dengan terus terang kecuali oleh orang yang dianiaya. Allah adalah Maha mendengar lagi Maha mengetahui. (QS. An Nisa (4): 148)

Dari Abu Hurairah ra. berkata: Rasulullah saw. bersabda:
Ada tiga doa mustajab (dikabulkan) yang tidak ada keraguan di dalamnya, yaitu: doa orang yang teraniaya, doa musafir, dan doa buruk orang tua kepada anaknya.

(HR Abu Daud dan al-Tirmizi. al-Tirmizi berkata: Hadis hasan)

 

Kunjungi Toko Kami di Tokopedia Javania

Layanan Pendidikan

Pendahuluan

Pendidikan selalu menjadi perhatian kita semua, mengingat hampir setengah waktu hidup manusia dihabiskan untuk mengikuti pendidikan formal, dan apabila ditambah dengan pendidikan non formal dan informal maka seluruh hidup manusia merupakan kehidupan yang penuh dengan pendidikan. Mengingat pentingnya hal itu maka pemerintah wajib memberikan layanan pendidikan yang optimal kepada masyarakat sehingga masyarakat tercukupi kebutuhan pendidikannya dalam rangka menghadapi masalah dalam kehidupannya.

 

Jenjang Layanan

Layanan pendidikan dapat dikategorikan dalam beberapa jenjang, yaitu:

1. Layanan pemerintah (pusat, kabupaten/kota dan dinas pendidikan) kepada masyarakat dan sekolah

2. layanan sekolah kepada masyarakat dan siswa

3. Layanan guru kepada siswa

Dari jenjang layanan ini masing-masing memiliki jenis layanan yang berbeda sesuai jenjangnya. Jenis layanan sesuai jenjangnya dari tinggi ke rendah, dari umum ke khusus dan dari kelompok ke individu. Uraian jenis layanan dapat dilihat pada bagian berikut ini.

1. Layanan pemerintah (pusat, kabupaten/kota dan dinas pendidikan) kepada masyarakat dan sekolah

Jenis layanan pada jenjang ini meliputi:

a. Informasi jenis sekolah ke masyarakat

b. Pemberian biaya operasional sekolah

c. Penyediaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana

d. Pembinaan manajemen

e. Pembinaan akademik

f. Bantuan biaya pendidikan bagi siswa miskin

g. Bantuan operasional bagi sekolah yg kurang biaya

2. layanan sekolah kepada masyarakat dan siswa

a. Informasi sekolah (program, peminatan, paket keahlian, pendaftaran dll) kepada masyarakat

b. Pendaftaran danpenerimaan siswa baru.

c. Peminatan

d.  Penyediaan ruang dan sarana belajar

e. Pembelajaran yg sesuai dg karakteristik siswa

f. Bimbingan belajar

g. Kegiatan ekstra kurikuler

h. Pembelajaran remedial

i. Bimbingan karir

i. Bursa kerja

k. Penyaluran ke perguruan tinggi

l. Penyaluran ke dunia kerja

3. Layanan guru kepada siswa

1. Layanan orientasi: memperkenalkan seseorang pada lingkungan yang baru dimasukinya, misalnya memperkenalkan siswa baru pada sekolah yang baru dimasukinya.

2. Layanan informasi: bersama dengan layanan orientasi memberikan pemahaman kepada individu-individu yang berkepentingan tentang berbagai hal

yang diperlukan untuk menjalani suatu tugas atau kegiatan, atau untuk menentukan arah suatu tujuan atau rencana yang dikehendaki. Informasi yang dapat diberikan di sekolah di antaranya: informasi pendidikan, informasi jabatan, informasi tentang cara belajar yang efektif dan informasi sosial budaya.

3. Layanan bimbingan penempatan dan penyaluran: membantu menempatkan individu dalam lingkungan yang sesuai untuk perkembangan potensi-potensinya. Termasuk di dalamnya: penempatan ke dalam kelompok belajar, pemilihan kegiatan ekstrakurikuler yang diikuti, penyaluran ke jurusan/program studi, penyaluran untuk studi lanjut atau untuk bekerja.

4. Layanan bimbingan belajar: membantu siswa untuk mengatasi masalah belajarnya dan untuk bisa belajar dengan lebih efektif.

5. Layanan konseling individual: konseling yang diberikan secara perorangan.

6. Layanan bimbingan dan konseling kelompok: konseling yang dilaksanakan pada sekelompok orangyang mempunyai permasalahan yang serupa.

Standar Layanan Pendidikan

Dengan mengacu pada jenis layanan di atas maka perlu sekali ditetapkan Standar Pelayanan Minimal di bidang pendidikan, yang mana standar pelayanan ini berbeda dengan standar nasional pendidikan. Standar nasional pendidikan mengacu pada komponen/instrumen yang harus dipenuhi dalam penyelenggaraan pendidikan sedangkan standar pelayanan pendidikan ditekankan pada penyediaan layanan yang dibutuhkan oleh pelanggan. Dengan demikian, standar pelayanan pendidikan bukanlah miniatur dari SNP (atau SNP minus) tetapi merupakan hal yang berbeda dengan SNP, yaitu terkait dengan konsep melayani pelanggan dengan sebaik-baiknya (pelayanan prima) dan memberikan kepuasan pelanggan atas imbalan yang diberikan oleh pelanggan (customer satisfaction).

A.        Esensi Pendekatan Ilmiah

Pembelajaran merupakan proses ilmiah. Karena itu Kurikulum 2013 mengamanatkan esensi pendekatan ilmiah dalam pembelajaran. Pendekatan ilmiah diyakini sebagai titian emas perkembangan dan pengembangan sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik. Dalam pendekatan atau proses kerja yang memenuhi kriteria ilmiah, para ilmuwan lebih mengedepankan pelararan induktif (inductive reasoning) ketimbang penalaran deduktif (deductive reasoning). Penalaran deduktif melihat fenomena umum untuk kemudian menarik simpulan yang spesifik. Sebaliknya, penalaran induktif memandang fenomena atau situasi spesifik untuk kemudian menarik simpulan secara keseluruhan. Sejatinya, penalaran induktif menempatkan bukti-bukti spesifik ke dalam relasi idea yang lebih luas. Metode ilmiah umumnya menempatkan fenomena unik dengan kajian spesifik dan detail untuk kemudian merumuskan simpulan umum. Metode ilmiah merujuk pada teknik-teknik investigasi atas fenomena atau gejala, memperoleh pengetahuan baru, atau mengoreksi dan memadukan pengetahuan sebelumnya. Untuk dapat disebut ilmiah, metode pencarian (method of inquiry) harus berbasis pada bukti-bukti dari objek yang dapat diobservasi, empiris, dan terukur dengan prinsip-prinsip penalaran yang spesifik.  Karena itu, metode ilmiah umumnya memuat serial aktivitas pengoleksian data melalui observasi dan ekperimen, kemjdian memformulasi dan menguji P4TK BMTI – Penugasan Dr. Sulipan with stamp

B.        Langkah-langkah Pembelajaran dengan Pendekatan Ilmiah

Proses pembelajaran pada Kurikulum 2013 untuk jenjang SMP dan SMA atau yang sederajat dilaksanakan menggunakan pendekatan ilmiah. Proses pembelajaran menyentuh tiga ranah, yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Dalam proses pembelajaran berbasis pendekatan ilmiah, ranah sikap menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik “tahu mengapa.” Ranah keterampilan  menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik “tahu bagaimana”. Ranah pengetahuan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik “tahu apa.” Hasil akhirnya adalahpeningkatan dan keseimbangan antara kemampuan untuk menjadi manusia yang baik(soft skills) dan manusia yang memiliki kecakapan dan pengetahuan untuk hidup secara layak (hard skills) dari peserta didik yang meliputi aspek kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan.

Kurikulum 2013 menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam pembelajaran, yaitu menggunakan pendekatan ilmiah.  Pendekatan ilmiah (scientific appoach) dalam pembelajaran sebagaimana dimaksud meliputi mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyajikan, menyimpulkan, dan mencipta untuk semua mata pelajaran. Untuk mata pelajaran, materi, atau situasi  tertentu, sangat mungkin pendekatan ilmiah ini tidak selalu tepat diaplikasikan secara prosedural. Pada kondisi seperti ini, tentu saja proses pembelajaran harus tetap menerapkan nilai-nilai atau sifat-sifat ilmiah dan menghindari nilai-nilai atau sifat-sifat nonilmiah. Pendekatan ilmiah pembelajaran disajikan berikut ini.

1.         Mengamati

Metode mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran (meaningfull learning). Metode ini memiliki keunggulan  tertentu, seperti menyajikan media obyek secara nyata, peserta didik senang dan tertantang, dan mudah pelaksanaannya. Tentu saja kegiatan mengamati dalam rangka pembelajaran ini biasanya memerlukan waktu persiapan yang lama dan matang, biaya dan tenaga relatif banyak, dan jika tidak terkendali akan mengaburkan makna serta tujuan pembelajaran.

Metode mengamati sangat bermanfaat bagi pemenuhan rasa ingin tahu peserta didik. Sehingga proses pembelajaran memiliki kebermaknaan yang tinggi. Dengan metode observasi peserta didik menemukan fakta bahwa ada hubungan antara obyek yang dianalisis dengan materi pembelajaran yang digunakan oleh guru.

2.         Menanya

Guru yang efektif mampu menginspirasi peserta didik untuk meningkatkan dan mengembangkan ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuannya. Pada saat guru bertanya, pada saat itu pula dia membimbing atau memandu peserta didiknya belajar dengan baik. Ketika guru menjawab pertanyaan peserta didiknya, ketika itu pula dia mendorong asuhannya itu untuk menjadi penyimak dan pembelajar yang baik.

Berbeda dengan penugasan yang menginginkan tindakan nyata, pertanyaan dimaksudkan untuk memperoleh tanggapan verbal. Istilah “pertanyaan” tidak selalu dalam bentuk “kalimat tanya”, melainkan juga dapat dalam bentuk pernyataan, asalkan keduanya menginginkan tanggapan verbal. Bentuk pertanyaan, misalnya: Apakah ciri-ciri kalimat yang efektif? Bentuk pernyataan, misalnya: Sebutkan ciri-ciri kalimat efektif!

3.         Menalar

Istilah “menalar” dalam kerangka proses pembelajaran dengan pendekatan ilmiah yang dianut dalam Kurikulum 2013 untuk menggambarkan bahwa guru dan peserta didik merupakan pelaku aktif. Titik tekannya tentu dalam banyak hal dan situasi peserta didik harus lebih aktif daripada guru. Penalaran adalah proses berfikir yang logis dan sistematis atas fakta-kata empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan.  Penalaran dimaksud merupakan penalaran ilmiah, meski penakaran nonilmiah tidak selalu tidak bermanfaat.

Istilah menalar di sini merupakan padanan dari associating; bukan merupakan terjemanan dari reasonsing, meski istilah ini juga bermakna menalar atau penalaran. Karena itu, istilah aktivitas menalar dalam konteks pembelajaran pada Kurikulum 2013 dengan pendekatan ilmiah banyak merujuk pada teori belajar asosiasi atau pembelajaran asosiatif. Istilah asosiasi dalam pembelajaran merujuk pada kemamuan mengelompokkan beragam ide dan mengasosiasikan beragam peristiwa untuk kemudian memasukannya menjadi penggalan memori. Selama mentransfer peristiwa-peristiwa khusus ke otak, pengalaman tersimpan dalam referensi dengan peristiwa lain. Pengalaman-pengalaman yang sudah tersimpan di memori otak berelasi dan berinteraksi dengan pengalaman sebelumnya yang sudah tersedia. Proses itu dikenal sebagai asosiasi atau menalar. Dari persepektif psikologi, asosiasi merujuk pada koneksi antara entitas konseptual atau mental sebagai hasil dari kesamaan  antara pikiran atau kedekatan dalam ruang dan waktu.

Menurut teori asosiasi, proses pembelajaran pembelajaran akan berhasil secara efektif jika terjadi interaksi langsung antara pendidik dengan peserta didik. Pola ineraksi itu dilakukan melalui stimulus dan respons (S-R).  Teori ini dikembangan kerdasarkan hasil eksperimen Thorndike, yang kemudian dikenal dengan teori asosiasi. Jadi, prinsip dasar proses pembelajaran yang dianut oleh Thorndike adalah asosiasi, yang juga dikenal dengan teori Stimulus-Respon (S-R). Menurut Thorndike, proses pembelajaran, lebih khusus lagi proses belajar peserta didik terjadi secara perlahan atau inkremental/bertahap, bukan secara tiba-tiba. Thorndike mengemukakan berapa hukum dalam proses pembelajaran.

4.       Mencoba

Untuk memperoleh hasil belajar yang nyata atau otentik, peserta didik harus mencoba atau melakukan percobaan, terutama untuk materi atau substansi yang sesuai. Pada mata pelajaran IPA, misalnya,peserta didik harus memahami konsep-konsep IPA dan kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Peserta didik pun harus memiliki keterampilan proses untuk mengembangkan pengetahuan tentang alam sekitar, serta mampu menggunakan metode ilmiah dan bersikap ilmiah untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya sehari-hari.

Aplikasi metode eksperimen atau mencoba dimaksudkan untuk mengembangkan berbagai ranah tujuan belajar, yaitu sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Aktivitas pembelajaran yang nyata untuk ini adalah: (1) menentukan tema atau topik sesuai dengan kompetensi dasar menurut tuntutan kurikulum; (2) mempelajari cara-cara penggunaan alat dan bahan yang tersedia dan harus disediakan; (3)mempelajari dasar teoritis yang relevan dan hasil-hasil eksperimen sebelumnya; (4) melakukan dan mengamati percobaan; (5) mencatat fenomena yang terjadi, menganalisis, dan menyajikan data;(6) menarik simpulan atas hasil percobaan; dan (7)membuat laporan dan mengkomunikasikan hasil percobaan.

Agar pelaksanaan percobaan dapat berjalan lancar maka: (1) Guru hendaknya merumuskan tujuan eksperimen yanga akan dilaksanakan murid (2) Guru bersama murid mempersiapkan perlengkapan yang dipergunakan (3) Perlu memperhitungkan tempat dan waktu (4) Guru menyediakan kertas kerja untuk pengarahan kegiatan murid (5) Guru membicarakan masalah yanga akan yang akan dijadikan eksperimen (6) Membagi kertas kerja kepada murid (7) Murid melaksanakan eksperimen dengan bimbingan guru, dan (8) Guru mengumpulkan hasil kerja murid dan mengevaluasinya, bila dianggap perlu didiskusikan secara klasikal.

5.              Jejaring Pembelajaran atau Pembelajaran Kolaboratif

Apa yang dimaksud dengan pembelajaran kolaboratif? Pembelajaran kolaboratif merupakan suatu filsafat personal, lebih dari sekadar sekadar teknik pembelajaran di kelas-kelas sekolah. Kolaborasi esensinya merupakan filsafat interaksi dan gaya hidup manusia yang menempatkan dan memaknaikerjasama sebagai struktur interaksi yang dirancang secara baik dan disengaja rupa untuk memudahkan usaha kolektif dalam rangka mencapai tujuan bersama.

Pada pembelajaran kolaboratif kewenangan guru fungsi guru lebih bersifat direktif atau manajer belajar, sebaliknya, peserta didiklah yang harus lebih aktif. Jika  pembelajaran kolaboratif diposisikan sebagai satu falsafah peribadi, maka ia menyentuh tentang identitas peserta didik terutama jika mereka berhubungan atau berinteraksi dengan yang lain atau guru. Dalam situasi kolaboratif itu, peserta didik berinteraksi dengan empati, saling menghormati, dan menerima kekurangan atau kelebihan masing-masing. Dengan cara semacam ini akan tumbuh rasa aman, sehingga memungkin peserta didik menghadapi aneka perubahan dan tntutan belajar secara bersama-sama.

A.       Definisi dan Makna Asesmen Autentik

Asesmen autentik adalah pengukuran yang bermakna secara signifikan atas hasil belajar peserta didik untuk ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Istilah asesmen merupakan sinonim dari penilaian, pengukuran, pengujian, atau evaluasi. Istilah autentik merupakan sinonim dari  asli, nyata, valid, atau reliabel. Dalam kehidupan akademik keseharian, frasa asesmen autentik dan penilaian autentik sering dipertukarkan. Akan tetapi, frasa pengukuran atau pengujian autentik, tidak lazim digunakan.

Secara konseptual asesmen autentik lebih bermakna secara signifikan  dibandingkan dengan  tes pilihan ganda terstandar sekali pun. Ketika menerapkan asesmen autentik untuk mengetahui hasil dan prestasi belajar peserta didik, guru menerapkan kriteria yang berkaitan dengan konstruksi pengetahuan, aktivitas mengamati dan mencoba, dan nilai prestasi luar sekolah.

Untuk mendapatkan pemahaman cukup komprehentif mengenai arti asesmen autentik, berikut ini dikemukakan beberapa definisi.Dalam American Librabry Associationasesmen autentik didefinisikan sebagai proses evaluasi untuk mengukur kinerja, prestasi, motivasi, dan sikap-sikap peserta didik pada aktifitas yang relevan dalam pembelajaran.

Dalam Newton Public School, asesmen autentik diartikan sebagai penilaian atas produk dan kinerja yang berhubungan dengan pengalaman kehidupan nyata peserta didik.  Wiggins mendefinisikan asesmen autentik sebagai upaya pemberian tugas kepada peserta didik yang mencerminkan prioritas dan tantangan yang ditemukan dalam aktifitas-aktifitas pembelajaran, seperti meneliti, menulis, merevisi dan membahas artikel, memberikan analisa oral terhadap peristiwa, berkolaborasi dengan antarsesama melalui debat, dan sebagainya.

B. Asesmen Autentik dan Tuntutan Kurikulum 2013

Asesmen autentik memiliki relevansi kuat terhadap pendekatan ilmiah dalam pembelajaran sesuai dengan tuntutan Kurikulum 2013. Karena, asesmen semacam ini mampu menggambarkan peningkatan hasil belajar peserta didik, baik dalam rangka mengobservasi, menalar, mencoba, membangun jejaring, dan lain-lain.Asesmen autentik cenderung fokus pada tugas-tugas kompleks atau kontekstual, memungkinkan peserta didik untuk menunjukkan kompetensi mereka dalam pengaturan yang lebih autentik. Karenanya, asesmen autentik sangat relevan dengan pendekatan tematik terpadu dalam pembejajaran, khususnya jenjang sekolah dasar atau untuk mata pelajaran yang sesuai.

Kata lain dari asesmen autentik adalah penilaian kinerja, portofolio, dan penilaian proyek.  Asesmen autentik adakalanya disebut  penilaian responsif, suatu metode yang sangat populer untuk menilai proses dan hasil belajar peserta didik yang miliki ciri-ciri khusus, mulai dari mereka yang mengalami kelainan tertentu, memiliki bakat dan minat khusus, hingga yang jenius. Asesmen autentik dapat juga diterapkan dalam bidang ilmu tertentu seperti seni atau ilmu pengetahuan pada umumnya, dengan orientasi utamanya pada proses atau hasil pembelajaran.

Asesmen autentik sering dikontradiksikan dengan penilaian yang menggunkan standar tes berbasis norma, pilihan ganda,  benar–salah, menjodohkan, atau membuat jawaban singkat. Tentu saja, pola penilaian seperti ini tidak diantikan dalam proses pembelajaran, karena memang lzim digunakan dan memperoleh legitimasi secara akademik. Asesmen autentik dapat dibuat oleh guru sendiri, guru secara tim, atau guru bekerja sama dengan  peserta didik. Dalam asesmen autentik, seringkali pelibatan siswa sangat penting. Asumsinya, peserta didik dapat melakukan aktivitas belajar lebih baik ketika mereka tahu bagaimana akan dinilai.

Peserta didik diminta untuk merefleksikan dan mengevaluasi kinerja mereka sendiri dalam rangka meningkatkan pemahaman yang lebih dalam tentang tujuan pembelajaran serta mendorong kemampuan belajar yang lebih tinggi. Pada asesmen autentik guru menerapkan kriteria yang berkaitan dengan konstruksi pengetahuan, kajian keilmuan, dan pengalaman yang diperoleh dari luar sekolah.

Asesmen autentik mencoba menggabungkan kegiatan guru mengajar, kegiatan siswa belajar, motivasi dan keterlibatan peserta didik, serta keterampilan belajar. Karena penilaian itu merupakan bagian dari proses pembelajaran, guru dan peserta didik berbagi pemahaman tentang kriteria kinerja. Dalam beberapa kasus, peserta didik bahkan berkontribusi untuk mendefinisikan harapan atas tugas-tugas yang harus mereka lakukan.

Asesmen autentik sering digambarkan sebagai penilaian atas perkembangan peserta didik, karena berfokus pada kemampuan mereka berkembang untuk belajar bagaimana belajar tentang subjek. Asesmen autentik harus mampu menggambarkan sikap, keterampilan, dan pengetahuan apa yang sudah atau belum dimiliki oleh peserta didik, bagaimana mereka menerapkan pengetahuannya, dalam hal apa mereka sudah atau belum mampu menerapkan perolehan belajar, dan sebagainya. Atas dasar itu, guru dapat mengidentifikasi materi apa yang sudah layak dilanjutkan dan untuk materi apa pula kegiatan remidial harus dilakukan.

C.  Asesmen Autentik dan Belajar Autentik

Asesmen Autentik menicayakan proses belajar yang Autentik pula. Menurut Ormiston belajar autentik mencerminkan tugas dan pemecahan masalah yang dilakukan oleh peserta didik dikaitkan dengan realitas di luar sekolah atau kehidupan pada umumnya.Asesmen semacam ini cenderung berfokus pada tugas-tugas kompleks atau kontekstual bagi peserta didik, yang memungkinkan mereka secara nyata menunjukkan kompetensi atau keterampilan yang dimilikinya. Contoh asesmen autentik antara lain keterampilan kerja, kemampuan mengaplikasikan atau menunjukkan perolehan pengetahuan tertentu, simulasi dan bermain peran, portofolio, memilih kegiatan yang strategis, serta memamerkan dan menampilkan sesuatu.

Asesmen autentik mengharuskan pembelajaran yang autentik pula. Menurut Ormiston belajar autentik mencerminkan tugas dan pemecahan masalah yang diperlukan dalam kenyataannya di luar sekolah.Asesmen Autentik terdiri dari berbagai teknik penilaian. Pertama, pengukuran langsung keterampilan peserta didik yang berhubungan dengan hasil jangka panjang pendidikan seperti kesuksesan di tempat kerja. Kedua, penilaian atas tugas-tugas yang memerlukan keterlibatan yang luas dan kinerja yang kompleks. Ketiga, analisis proses yang digunakan untuk menghasilkan respon peserta didik atas perolehan sikap, keteampilan, dan pengetahuan yang ada.

Dengan demikian, asesmen autentik akan bermakna bagi guru untuk menentukan cara-cara terbaik agar semua siswa dapat mencapai hasil akhir, meski dengan satuan waktu yang berbeda. Konstruksi sikap, keterampilan, dan pengetahuan dicapai melalui penyelesaian tugas di mana peserta didik telah memainkan peran aktif dan kreatif. Keterlibatan peserta didik dalam melaksanakan tugas sangat bermakna bagi perkembangan pribadi mereka.

Dalam pembelajaran autentik, peserta didik diminta mengumpulkan informasi dengan pendekatan saintifik, memahahi aneka fenomena atau gejala dan hubungannya satu sama lain secara mendalam, serta mengaitkan apa yang dipelajari dengan dunia nyata yang luar sekolah. Di sini,  guru dan peserta didik memiliki tanggung jawab atas apa yang terjadi. Peserta didik pun tahu apa yang mereka ingin pelajari, memiliki parameter waktu yang fleksibel, dan bertanggungjawab untuk tetap pada tugas. Asesmen autentik pun mendorong peserta didik mengkonstruksi, mengorganisasikan, menganalisis, mensintesis, menafsirkan, menjelaskan, dan mengevaluasi informasi untuk kemudian mengubahnya menjadi pengetahuan baru.

Sejalan dengan deskripsi di atas, pada pembelajaran autentik, guru harus menjadi “guru autentik.” Peran guru bukan hanya pada proses pembelajaran, melainkan juga pada penilaian. Untuk bisa melaksanakan pembelajaran autentik, guru harus memenuhi kriteria tertentu seperti disajikan berikut ini.

  1. Mengetahui bagaimana menilai kekuatan dan kelemahan peserta didik serta desain pembelajaran.
  2. Mengetahui bagaimana cara membimbing peserta didik untuk mengembangkan pengetahuan mereka sebelumnya dengan cara mengajukan pertanyaan dan menyediakan sumberdaya memadai bagi peserta didik untuk melakukan akuisisi pengetahuan.
  3. Menjadi pengasuh proses pembelajaran, melihat informasi baru, dan mengasimilasikan pemahaman peserta didik.
  4. Menjadi kreatif tentang bagaimana proses belajar peserta didik dapat diperluas dengan menimba pengalaman dari dunia di luar tembok sekolah.

Asesmen autentik adalah komponen penting dari reformasi pendidikan sejak tahun 1990an. Wiggins (1993) menegaskan bahwa metode penilaian tradisional untuk mengukur prestasi, seperti tes pilihan ganda, benar/salah, menjodohkan, dan lain-lain telah gagal mengetahui kinerja peserta didik yang sesungguhnya. Tes semacam ini telah  gagal memperoleh gambaran yang utuh mengenai sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik dikaitkan dengan kehidupan nyata mereka di luar sekolah atau masyarakat.

Asesmen hasil belajar yang tradisional bahkan cenderung mereduksi makna kurikulum, karena tidak menyentuh esensi nyata dari proses dan hasil belajar peserta didik. Ketika asesmen tradisional cenderung mereduksi makna kurikulum, tidak mampu menggambarkan kompetensi dasar, dan rendah daya prediksinya terhadap derajat sikap, keterampilan, dan kemampuan berpikir yang diartikulasikan dalam banyak mata pelajaran atau disiplin ilmu; ketika itu pula asesmen autentik memperoleh traksi yang cukup kuat. Memang, pendekatan apa pun yang dipakai dalam penilaian tetap tidak luput dari kelemahan dan kelebihan. Namun demikian, sudah saatnya guru profesional pada semua satuan pendidikan memandu gerakan memadukan potensi peserta didik, sekolah, dan lingkungannya melalui asesmen proses dan hasil belajar yang autentik.

Data asesmen autentik digunakan untuk berbagai tujuan seperti menentukan kelayakan akuntabilitas  implementasi kurikulum dan pembelajaran di kelas tertentu. Data asesmen autentik dapat dianalisis dengan metode kualitatif, kuanitatif, maupun kuantitatif. Analisis kualitatif dari asesmen otentif berupa narasi atau deskripsi atas capaian hasil belajar peserta didik, misalnya, mengenai keunggulan dan kelemahan, motivasi, keberanian berpendapat, dan sebagainya. Analisis kuantitatif dari data asesmen autentik menerapkan rubrik skor atau daftar cek (checklist) untuk menilai tanggapan relatif peserta didik relatif terhadap kriteria dalam kisaran terbatas dari empat atau lebih tingkat kemahiran (misalnya: sangat mahir, mahir, sebagian mahir, dan tidak mahir). Rubrik penilaian dapat berupa analitik atau holistik. Analisis holistik memberikan skor keseluruhan kinerja peserta didik, seperti menilai kompetisi Olimpiade Sains Nasional.

D.  Jenis-jenis Asesmen Autentik

Dalam rangka melaksanakan asesmen autentik yang baik, guru harus memahami secara jelas  tujuan yang ingin dicapai. Untuk itu, guru harus bertanya pada diri sendiri, khususnya berkaitan dengan: (1) sikap, keterampilan, dan pengetahuan apa yang akan dinilai; (2) fokus penilaian akan dilakukan, misalnya, berkaitan dengan sikap, keterampilan, dan pengetahuan; dan (3) tingkat pengetahuan apa yang akan dinilai, seperti  penalaran, memori, atau proses. Beberapa jenis asesmen autentik disajikan berikut ini.

1. Penilaian Kinerja

Asesmen autentik sebisa mungkin melibatkan parsisipasi peserta didik, khususnya dalam proses dan aspek-aspek yangg akan dinilai. Guru dapat melakukannya dengan meminta para peserta didik menyebutkan unsur-unsur proyek/tugas yang akan mereka gunakan untuk menentukan kriteria penyelesaiannya. Dengan menggunakan informasi ini, guru dapat memberikan umpan balik terhadap kinerja peserta didik baik dalam bentuk laporan naratif mauun laporan kelas. Ada beberapa cara berbeda untuk merekam hasil penilaian berbasis kinerja:

  1. Daftar cek (checklist). Digunakan untuk mengetahui muncul atau tidaknya unsur-unsur tertentu dari indikator atau subindikator yang harus muncul dalam sebuah peristiwa atau tindakan.
  2. Catatan anekdot/narasi (anecdotal/narative records). Digunakan dengan cara guru menulis laporan narasi tentang apa yang dilakukan oleh masing-masing peserta didik selama melakukan tindakan. Dari laporan tersebut, guru dapat menentukan seberapa baik peserta didik memenuhi standar yang ditetapkan.
  3. Skala penilaian (rating scale). Biasanya digunakan dengan menggunakan skala numerik berikut predikatnya. Misalnya: 5 = baik sekali, 4 = baik, 3 = cukup, 2 = kurang, 1 = kurang sekali.
  4. Memori atau ingatan (memory approach). Digunakan oleh guru dengan cara mengamati peserta didik ketika melakukan sesuatu, dengan tanpa membuat catatan. Guru menggunakan informasi dari memorinya untuk menentukan apakah peserta didik sudah berhasil atau belum. Cara seperti tetap ada manfaatnya, namun tidak cukup dianjurkan.

Penilaian  kinerja memerlukan pertimbangan-pertimbangan khusus. Pertama, langkah-langkah kinerja harus dilakukan peserta didik untuk menunjukkan kinerja yang nyata untuk suatu atau beberapa jenis kompetensi tertentu.Kedua, ketepatan dan kelengkapan aspek kinerja yang dinilai.Ketiga, kemampuan-kemampuan khusus yang diperlukan oleh peserta didik untuk menyelesaikan tugas-tugas pembelajaran.Keempat, fokus utama dari kinerja yang akan dinilai, khususnya indikator esensial yang akan diamati. Kelima, urutan dari kemampuan atau keerampilan peserta didik yang akan diamati.

Pengamatan atas kinerja peserta didik perlu dilakukan dalam berbagai konteks untuk  menetapkan tingkat pencapaian kemampuan tertentu. Untuk menilai keterampilan berbahasa peserta didik, dari aspek keterampilan berbicara, misalnya,  guru dapat mengobservasinya pada konteks yang, seperti berpidato, berdiskusi, bercerita, dan wawancara. Dari sini akan diperoleh keutuhan mengenai keterampilan berbicara dimaksud. Untuk mengamati kinerja peserta didik dapat menggunakan alat atau instrumen, seperti penilaian sikap, observasi perilaku, pertanyaan langsung, atau pertanyaan pribadi.

Penilaian-diri (self assessment) termasuk dalam rumpun penilaian kinerja. Penilaian diri merupakan suatu teknik penilaian di mana peserta didik diminta untuk menilai dirinya sendiri berkaitan dengan status,  proses dan tingkat pencapaian kompetensi yang dipelajarinya dalam mata pelajaran tertentu. Teknik penilaian diri dapat digunakan untuk mengukur kompetensi kognitif, afektif dan psikomotor.

  • Penilaian ranah sikap.Misalnya, peserta didik diminta mengungkapkan curahan perasaannya terhadap suatu objek tertentu berdasarkan kriteria atau acuan yang telah disiapkan.
  • Penilaian ranah keterampilan. Misalnya,  peserta didik diminta untuk menilai kecakapan atau keterampilan yang telah dikuasainya oleh dirinya berdasarkan kriteria atau acuan yang telah disiapkan.
  • Penilaian ranah pengetahuan.  Misalnya, peserta didik diminta untuk menilai penguasaan pengetahuan dan keterampilan berpikir sebagai hasil belajar dari suatu mata pelajaran tertentu berdasarkan atas kriteria atau acuan yang telah disiapkan.

Teknik penilaian-diri bermanfaat memiliki beberapa manfaat positif. Pertama, menumbuhkan rasa percaya diri peserta didik. Kedua, peserta didik menyadari kekuatan dan kelemahan dirinya. Ketiga, mendorong, membiasakan, dan melatih peserta didik  berperilaku jujur. Keempat, menumbuhkan semangat untuk maju secara personal.

2.  Penilaian Proyek

Penilaian proyek (project assessment) merupakan kegiatan penilaian terhadap tugas yang harus diselesaikan oleh peserta didik menurut periode/waktu tertentu. Penyelesaian tugas dimaksud berupa investigasi yang dilakukan oleh peserta didik, mulai dari perencanaan, pengumpulan data, pengorganisasian, pengolahan, analisis, dan penyajian data. Dengan demikian, penilaian proyek bersentuhan dengan aspek pemahaman, mengaplikasikan, penyelidikan, dan lain-lain.

Selama mengerjakan sebuah proyek pembelajaran, peserta didik memperoleh kesempatan untuk mengaplikasikan sikap, keterampilan, dan pengetahuannya. Karena itu, pada setiap penilaian proyek, setidaknya ada tiga hal yang memerlukan perhatian khusus dari guru.

  1. Keterampilan peserta didik dalam memilih topik, mencari dan mengumpulkan data, mengolah dan menganalisis, memberi makna atas informasi yang diperoleh, dan menulis laporan.
  2. Kesesuaian atau relevansi materi pembelajaran dengan pengembangan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang dibutuhkan oleh peserta didik.
  3. Orijinalitas atas keaslian sebuah proyek pembelajaran yang dikerjakan atau dihasilkan oleh peserta didik.

Penilaian proyek berfokus pada perencanaan, pengerjaan, danproduk proyek. Dalam kaitan ini serial kegiatan yang harus dilakukan oleh guru meliputi penyusunan rancangan dan instrumen penilaian, pengumpulan data, analisis data, dan penyiapkan laporan. Penilaian proyek dapat menggunakan instrumen daftar cek, skala penilaian, atau narasi. Laporan penilaian dapat dituangkan dalam bentuk poster atau tertulis.

Produk akhir dari sebuah proyek sangat mungkin memerlukan penilaian khusus. Penilaian produk dari sebuah proyek dimaksudkan untuk menilai kualitas dan bentuk hasil akhir secara holistik dan analitik.  Penilaian produk dimaksud meliputi penilaian atas kemampuan peserta didik menghasilkan produk, seperti makanan, pakaian, hasil karya seni (gambar, lukisan, patung, dan lain-lain), barang-barang terbuat dari kayu, kertas, kulit, keramik, karet, plastik, dan karya logam.Penilaian secara analitik merujuk pada semua kriteria  yang harus dipenuhi untuk menghasilkan produk tertentu. Penilaian secara holistik merujuk pada apresiasi atau kesan secara keseluruhan atas produk yang dihasilkan.

3.  Penilaian Portofolio

Penilaian portofolio merupakan penilaian atas kumpulan artefak yang menunjukkan kemajuan dan dihargai sebagai hasil kerja dari dunia nyata. Penilaian portofolio bisa berangkat dari hasil kerja peserta didik secara perorangan atau diproduksi secara berkelompok, memerlukan refleksi peserta didik, dan dievaluasi berdasarkan beberapa dimensi.

Penilaian portofolio merupakan penilaian berkelanjutan yang didasarkan pada kumpulan informasi yang menunjukkan perkembangan kemampuan peserta didik dalam satu periode tertentu. Informasi tersebut dapat berupa karya peserta didik dari proses pembelajaran yang dianggap terbaik, hasil tes (bukan nilai), atau informasi lain yang releban dengan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang dituntut oleh topik atau mata pelajaran tertentu.Fokus penilaian portofolio adalahkumpulan karya peserta didik secara individu atau kelompok pada satu periode pembelajaran tertentu. Penilaian terutama dilakukan oleh guru, meski dapat juga oleh peserta didik sendiri.

Memalui penilaian portofolio guru akan mengetahui perkembangan atau kemajuan belajar peserta didik. Misalnya, hasil karya mereka dalam menyusun atau membuat karangan, puisi, surat, komposisi musik, gambar, foto, lukisan, resensi buku/ literatur, laporan penelitian, sinopsis, dan lain-lain. Atas dasar penilaian itu, guru dan/atau peserta didik dapat melakukan perbaikan sesuai dengan tuntutan pembelajaran.

Penilaian portofolio dilakukan dengan menggunakan langkah-langkah seperti berikut ini.

  1. Guru menjelaskan secara ringkas esensi penilaian portofolio.
  2. Guru atau guru bersama peserta didik menentukan jenis portofolio yang akan dibuat.
  3. Peserta didik, baik sendiri maupun kelompok, mandiri atau di bawah bimbingan guru menyusun portofolio pembelajaran.
  4. Guru menghimpun dan menyimpan portofolio peserta didik pada tempat yang sesuai, disertai catatan tanggal pengumpulannya.
  5. Guru menilai portofolio peserta didik dengan kriteria tertentu.
  6. Jika memungkinkan, guru bersama peserta didik membahas bersama dokumen portofolio yang dihasilkan.
  7. Guru memberi umpan balik kepada peserta didik atas hasil penilaian portofolio.

4. Penilaian Tertulis

Meski konsepsi asesmen autentik muncul dari ketidakpuasan terhadap tes tertulis yang lazim dilaksanakan pada era sebelumnya, penilaian tertulis atas hasil pembelajaran tetap lazim dilakukan. Tes tertulis terdiri dari memilih atau mensuplai jawaban dan uraian. Memilih jawaban dan mensuplai jawaban. Memilih jawaban terdiri dari   pilihan ganda, pilihan benar-salah, ya-tidak, menjodohkan, dan sebab-akibat. Mensuplai jawaban terdiri dari isian atau melengkapi,  jawaban singkat atau pendek, dan  uraian.

Tes tertulis berbentuk uraian atau esai menuntut peserta didik mampu mengingat, memahami, mengorganisasikan, menerapkan, menganalisis, mensintesis, mengevaluasi, dan sebagainya atasmateri yang sudah dipelajari. Tes tertulis berbentuk uraian sebisa mungkin bersifat komprehentif, sehingga mampu menggambarkan ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik.

Pada tes tertulis berbentuk esai, peserta didik berkesempatan memberikan jawabannya sendiri yang berbeda dengan teman-temannya, namun tetap terbuka memperoleh nilai yang sama. Misalnya, peserta didik tertentu melihat fenomena kemiskinan dari sisi pandang kebiasaan malas bekerja, rendahnya keterampilan, atau kelangkaan sumberdaya alam. Masing-masing sisi pandang ini akan melahirkan jawaban berbeda, namun tetap terbuka memiliki kebenarann yang sama, asalkan analisisnya benar. Tes tersulis berbentuk esai biasanya menuntut dua jenis pola jawaban, yaitu jawaban terbuka (extended-response) atau jawaban terbatas (restricted-response). Hal ini sangat tergantung pada bobot soal yang diberikan oleh guru. Tes semacam ini memberi kesempatan pada guru untuk dapat mengukur hasil belajar peserta didik pada tingkatan yang lebih tinggi atau kompleks.

Sumber : Kemendikbud

Dalam pelaksanaan Kurikulum 2013 perlu sekali dipahami tentang tatacara penyusunan RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) karena ini merupakan syarat administratif tapi juga sekaligus sebagai panduan bagi guru dalam membelajarkan siswa. RPP merupakan rencana pembelajaran yang akan dilaksanakan siswa dan guru di kelas. Isi RPP harus mencerminkan tahapan kegiatan pembelajaran untuk mencapai satu kompetensi dasar yang telah ditetapkan dalam silabus. Ruang lingkup RPP paling banyak mencakup satu kompetensi dasar yang terdiri atas satu) indikator atau beberapa indikator untuk satu kali pertemuan atau lebih.

Gambar

Seorang manajer pembelajaran maka guru harus dapat memahami langkah-langkah penyusunan RPP. Dalam RPP dikelompokkan menjadi tiga langkah besar, yaitu kegiatan pendahuluan, kegiatan inti dan kegiatan penutup. Yang perlu dipahami sebelum menyusun RPP, adalah:

  • RPP dijabarkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan belajar peserta didik dalam upaya mencapai kompetensi dasar.
  • Setiap guru pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP secara lengkap dan sistematis.
  • RPP disusun untuk setiap KD yang dapat dilaksanakan dalam satu kali pertemuan atau lebih.
  • Guru merancang penggalan RPP untuk setiap pertemuan yang disesuaikan dengan penjadwalan di satuan pendidikan.

Dalam Kurikulum 2013 komponen RPP terdiri dari dari:

  • Identitas Mata Pelajaran
  • Kompetensi Dasar
  • Indikator Pencapaian Kompetensi
  • Tujuan pembelajaran
  • Materi ajar
  • Alokasi waktu
  • Metode pembelajaran
  • Kegiatan pembelajaran
  • Penilaian hasil belajar
  • Sumber belajar

Menyusun Kegiatan Pembelajaran Kurikulum 2013
1. Kegiatan Pendahuluan
a. Motivasi

  • Guru memberikan gambaran manfaat mempelajari materi yang akan diajarkan

b. Pemberian acuan

  • Berkaitan dengan kajian ilmu yang akan dipelajari
  • Ajuan dapat berupa penjelasan materi pokok dan uraian materi pelajaran secara garis besar
  • Pembagian kelompok belajar
  • Penjelasan mekanisme pelaksanaan pengalaman belajar sesua dengan rencana langkah-langkah pembelajaran

2. Kegiatan Inti

  • Proses pembelajaran untuk mencapai kompetensi inti dan kompetensi dasar
  • Dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik
  • Menggunakan metode yang disesuaikan dengan karakteristik peserta didik dan mata pelajaran dengan proses eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi dilaksanakan melalui aktifitas mengamati, menanya, mencoba, menalar, menyaji dan mencipta.

3. Kegiatan Penutup

  • Kegiatan guru mengarahkan peserta didik untuk membuat rangkuman/simpulan
  • Pemberian tes atau tugas dan memberikan arahan tindak lanjut pembelajaran, dapat berupa kegiatan diluar kelas, dirumah atau tugas sebagai bagian remidi/pengayaan

Pada kurikulum 2013 ini, terdapat beberapa perangkat-perangkat pembelajaran telah dipersiapkan oleh Kemendikbud, seperti silabus yang berisi Komptensi Inti dan Kompetensi Dasar sedangkan penyusunan RPP tentu saja menjadi kewajiban guru.